Jumat, 15 November 2013

H A R A P A N



Oleh : Dr.K.Suheimi

Banyak  orang  berumah tangga, dan banyak pula  yang  berantakkan
rumah  tangganya.  Padahal dari awal rumah tangga  itu  didirikan
dengan  penuh harapan dan mimpi-mimpi yang indah dan tekad  ingin
bahagia.  Masing-masing  pasangan bertekad  membahagiakan  pasan­
gannya.  Didepan saksi berjanji akan sehidup dan  semati,  selalu
bersama hanya maut yang akan memisahkan kita. Sukamu sukaku  jua.
Ceriamu ceriaku juga dan sakitmu adalah sakitku. Segunung harapan
untuk menjalin cinta dan kemesraan. Namun tak semua harapan  jadi
kenyataan. Dalam mengharungi samudra hidup banyak hempasan gelom­
bang, dalam perjalan banyak onak dan duri.  Saya terkesan  dengan
beberapa  episode kehidupan yang dijalani oleh  pasangan-pasangan
ini.  Dan  episode=episode itulah yang terbaca di  layar  monitor
komputer saya pagi ini ketika saya membuka jalur Isnet atau Islam
internet.  Saya rasa ini sangat kita perlukan. Saya pelajari  dan
ingin  saya sampaikan pada pembaca yang budiman. Tulisan  ini  di
bagi dua HARAPAN DAN KENYATAAN.

EPISODE 1
Saat  Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan  yang
kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri  shali­
hat  yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin  mem­
berikan  yang  terbaik bagi suaminya kelak sebagai  jalan  pintas
menuju  surga. Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti  berbagai
'tabligh', ceramah, dan seminar keputerian serta membaca  sendiri
berbagai  risalah. Bahkan banyak pula ayat Al-Qur'an  dan  Hadits
yang  berkaitan  dengan  hal itu telah  dihafalnya,  seperti  "Ar
Rijalu  qowwamuna alan nisaa'...","Fasolihatu qonitatu  hafizhotu
lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa ayat 34). Juga Hadits
:"Ad  dunya  mata',  wa khoiru mata'iha  al  mar'atus  sholihat."
(dunia  adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah  isteri
sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan
bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diama­
nahkan  padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang  isteri  sholat
lima waktu, shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirin­
ya serta suaminya dalam keadaan ridha padanya saat ia mati,  maka
ia  boleh masuk surga lewat pintu yang mana saja. (HR  Ahmad  dan
Thabrani).  Hadits  yang berat dan seram  pun  dihafalnya,  "Jika
manusia  boleh  menyembah manusia lainnya, maka  aku  perintahkan
isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu  Majah,
dan Ibnu Hibban)

 Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti
Khadijah  r.a.  benar-benar terpatri kuat di  benak  Fulanah  dan
jelas ingin ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah  menakdirkan
ia mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomit­
men penuh pada Islam, Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan
dengan  mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran  penuh
untuk  beribadah dan menjadikan jihad dan syahid  sebagai  tujuan
hidup berumah tangga.

EPISODE 2
Tatkala  Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering  membatin,
berangan-angan,  dan bercita-cita membentuk rumah  tangga  Islami
dengan seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan  mata.
Alangkah  bahagianya menjadi seorang suami dan  seorang  "qowwam"
yang  "qooimin bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi"  (tegak  atas
dirinya  dan  mampu menegakkan orang lain,  terutama  isteri  dan
anak-anaknya).  Juga menjadi 'imam yang adil' yang akan  memimpin
dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.

Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan  dija­
ganya  lahir  dan batin, dilindungi dan  disayanginya  karena  ia
adalah amanah Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan  dua
kalimat Allah SWT. Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan
ma'ruf  (QS An-Nisa:19) dan memperhatikan hadits  Rasulullah  SAW
tentang  kewajiban-kewajiban  seorang  suami.  "Hanya   laki-laki
mulialah  yang  memuliakan wanita." "Yang paling baik  di  antara
kamu, wahai mu'min, adalah yang paling baik perlakuannya terhadap
isterinya.  Dan  akulah (Muhammad SAW) yang  paling  baik  perla­
kuannya  terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti tulang  rusuk
manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala diluruskan
secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Fulan  pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu  sayang
dan lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut merin­
gankan  beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu,  menisik
baju  dan sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan  Rasulullah
kepada  Bilal :"Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan  menolong
wanita di dapur."Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main
dengan  isteri  seperti  berlomba lari  dengan  Aisyah  r.a.  (HR
Ahmad),  maka  ia pun berkeinginan meniru hal itu  serta  menyapa
isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau 'Yang'.
Dengan tekad yang demikian Fulanah dan Fulan memabangun  Mahligai
rumah tangga.  Tapi apakah harapan itu sesuai dengan  kenyataan?.
Insya Allah minggu depan akan saya coba sambung.

P a d a n g  22 Juli 1996







 
ð73
Š






[1]
     àà!
K E N Y A T A A N



     xx!
Oleh : Dr.H.K.Suheimi
[1]



Memang  kenyataan sering tak sesua dengan harapan. Lain  yang  di 
harap lain pul;a yang terjadi. Mimpi-mimpi indah sering  berakhir 
dengan  kepahitan.  Semua  ndak mengira,  semua  ndak  menyangka. 
Siapamengira pasangan yang dari gadis dan bujangnya sudah  menja­
lin  cinta,  lalu jadi berantakkan. Mari  kita  coba  menyelusuri 
tekad  dari  Fulanah  dan Fulan yang  tadinya  bertekad  mengayuh 
bahtera mencapai pulau bahagia.

EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA

Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasan­
gan  yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq,  dan  komitmen 
dengan Islam.

Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita  terus 
membara,  makin  banyak hal-hal realistis  yang  harus  dihadapi. 
Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan 
latar  belakang  keluarga  yang semula  mudah  terjembatani  oleh 
kesatuan  iman,  cita-cita,  dan komitmen  ternyata  lambat  laun 
menjadi  bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran  memang  bumbunya 
perkawinan, tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, 
tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.

Ternyata,  segala sesuatunya tak seindah bayangan semula.  Antara 
harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang 
dilalui  ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak  dan 
duri  siap  menghadang. Sehabis meneguk  madu,  ternyata  "inggu"  
yang  pahitpun  harus diteguk. Berbagai masalah  kehidupan  dalam 
perkawinan harus dihadapi secara realistis oleh pasangan  mujahid 
dan  mujahidah sekalipun. Allah tak akan begitu  saja  menurunkan 
malaikat-malaikat untuk menyelesaikan setiap konflik yang dihada­
pi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi hatta yughoyyiru maa  bi 
anfusihim" (QS Ar-Raad : 6).

Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama 
jika  marah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'.  Ada  pula 
suami  yang  mengeluh karena dominasi ibu mertua  terlalu  besar.  
à63 ŠPerselisihan  dapat  timbul karena perbedaan  gaya  bicara,  pola 
asuh,  dan  latar belakang keluarganya.  Kejengkelan  juga  mulai 
timbul  karena  ternyata suami bersikap 'cuek',  tidak  mau  tahu 
kerepotan rumah tangga, karena beranggapan "itu kan memang  tugas 
isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesal karena isterinya  tidak 
gesit  dan terampil dalam urusan rumah tangga, maklum  sebelumnya 
sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.

Fulan  pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya  tidak  se-"qonaah" 
yang  diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja  dan 
kurang  bersyukur.  Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh,  sang  suami 
begitu  irit  bahkan  cenderung kikir,  padahal  kebutuhan  rumah 
tangga dan anak-anak terus meningkat.

Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit  menerima 
keadaan  keluarga. Sebab musababnya sih karena  perbedaan  status 
sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah­
karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intel­
ektual,  manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat  mendidik  anak. 

Sebaliknya, sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang 
kurang mandiri dan tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri 
dan anak-anaknya. Belum lagi problem yang akan dihadapi pasangan-
pasangan  muda yang masih tinggal menumpang di rumah  orang  tua. 
Atau  di dalam rumah mereka ikut tinggal kakak-kakak  atau  adik-
adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang konflik  bila 
tidak bijak-bijak mengaturnya.

Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah 
terlalu  berlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini  dapat  menyebabkan 
seorang suami mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas  rumah 
tangga yang seabregabreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada 
pula  Muslimah yang terlalu banyak menceritakan kekurangan  suami 
nya,  kekecewaan-kekecewaannya pada suaminya. Padahal ia  sendiri 
kurang  instrospeksi  bahwa ia sering lupa melihat  kebaikan  dan 
kelebihan suaminya.

Ada  suami  yang begitu "kikir" dalam memuji,  kurang  "sense  of 
humor" dan "sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebai­
kan  isteri yang dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi  bila 
ia  melihat  kekurangan  segera diutarakannya.  Bahkan  ada  pula 
pasangan  suami-isteri  yang  memiliki  problem  "hubungan  intim 
suami-isteri".  Mereka merasa tabu untuk  membicarakannya  secara 
terus  terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya  menghi­
langkan kesakinahan rumah tangga. 

Kalau  mau  dideretkan dan diuraikan lagi, pasti  daftar  konflik 
yang  terjadi  di antara pasangan suami-isteri  muda  Muslim  dan 
Muslimah  akan lebih panjang lagi.   Memang,  persoalan-persoalan 
tidak begitu saja hilang. Rumah tangga tidak pasti akan  berjalan 
mulus  tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah  dan  cita-cita 
menegakkan  Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap  manu­
sia-manusia  biasa yang bisa membuat kekhilafan dan  tidak  lepas 
dari  kekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami  juga 
fluktuasi iman.
ð73
Š
Pasangan  yang  bijak dan kuat imannya akan mampu  istiqomah  dan 
lebih  punya  kemampuan menepis badai dengan  menurunkan  standar 
harapan.  Tidak perlu berharap muluk-muluk seperti  ketika  masih 
gadis atau jejaka. Karena,ternyata kita pun belum bisa mewujudkan 
tekad kita itu. Sebagai Muslim dan Muslimah hendaknya kita sadar, 
tidak mungkin kita dapat menjadi isteri atau suami yang  sempurna 
seperti  bidadari  atau malaikat. Maka kita  pun  tentunya  tidak 
perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita.

"Just  the  way  you are" lah. Kita terima  pasangan  hidup  kita 
seadanya, lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak  melanggar 
syar'i) dan kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang 
keluarga,  kebiasaan, dan karakter yang berbeda,  walau  tentunya 
dien, fikrah, dan cita-cita kita sama.  Pada saat ghirah  tinggi, 
iman dalam kondisi puncak,"Prima", semua perbedaan seolah  sirna. 
Namun pada saat "ghirah" turun,iman menurun, semua perbedaan  itu 
menyembul ke permukaan, mengganjal, mengganggu, dan  menyebalkan. 
Akibatnya tidak terwujud sakinah.

Kiat  utama mengatasi permasalahan dalam rumah  tangga,  tentunya 
setelah berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasa­
bah"  (introspeksi), adalah mengusahakan adanya  komunikasi  yang 
baik dan terbuka antara suami-isteri. Masalah yang timbul sedapat 
mungkin  diselesaikan secara intern dulu di  antara  suami-isteri 
dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-uneg" yang ada secara 
fair dan bijak diungkapkan.

Selanjutnya,  yang memang bersalah diharapkan  tidak  segan-segan 
mengakui  kesalahan  dan meminta maaf. Yang  dimintai  maaf  juga 
segera  mau  memaafkan dan tidak mendendam.  Masing-masing  pihak 
berusaha keras untuk tidak mengadu ke orang tua, atau orang lain. 
Jadi  tidak membongkar atau membeberkan aib dan kekurangan  suami 
atau  isteri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak  mem­
banding-bandingkan  suami atau isteri dengan orang  lain,  karena 
itu  akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah  itu,  masing-
masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian dan
royal celaan.
Jika  terpaksa,  kadang-kadang memang  diperlukan  bantuan  pihak 
ketiga  (tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan  dan  akh­
laqnya) untuk membantu melihat permasalahan secara lebih  jernih. 
Kadang-kadang  "kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram  se­
hingga semua kebaikan pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, 
bahkan yang terlihat keburukannya saja.  Orang lain yang  terper­
caya  InsyaAllah  akan bisa membantu  menggosok  'kacamata'  yang 
buram itu.  Alhamdulillah ada yang tertolong dengan cara ini  dan 
mengatakan  setelah  konflik terselesaikan mereka  pun  berbaikan 
lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !
Dengan  berikhtiar  maksimal, bermujahadah,  dan  bersandar  pada 
Allah  SWT, InsyaAllah kita dapat mengembalikan  kesakinahan  dan 
kebahagiaan rumah tangga kita, serta kembali bertekad  menjadikan 
jihad  dan syahid sebagai tujuan kita berumah tangga.  Amiin  yaa 
Robbal'aalamiin.

P a d a n g  24 Juli 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar