Kamis, 21 November 2013

K A R A M DI T E P I


Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Karam  di tepi, inilah yang saya alami hari ini.  Beberapa  meter
lagi  sampai ke tanah tepi, biduk yang di tompangi itu  terbelin­
tang,  oleng,  penompang cemas, tak  bisa  menjaga  keseimbangan.
Semua isi biduk yang memang tak pakai "cadiak" itupun masuk laut.
Adalah Zainul Ihkwan yang panggamang lebih dulu kecebur. Badannya
besar orangnya tinggi. Akibatnya semua kamipun karam. "Ah lah  di
tapi  makonya  karam".
Padahal tadi malam, semalam suntuk kami di tengah lautan  Indone­
sia. Di balik pulau bintangur, tidak ada lagi pulau selepas  itu.
Di  lautan lepas, tempat lalu lintasnya kapal besar.  Ada  sebuah
tempat  yang oleh para Nelayan di sebut "Karang  gosong".  Karena
pada  kedalamam 40-50 meter terdapat karang dan di karang  itulah
banyak  ikan-ikan bersilewaran. Kesanalah kami tadi malam.  Cukup
banyak  ikan  yang  diperoleh dan cukup  banyak  pengalaman  yang
dialami. Beberapa hal yang sangat menarik malam itu adalah ketika
dimata  kail kami tersangkut seekor ikan pari yang  cukup  besar.
Cukup lama kami "mampainai"nya. Begitu ikan pari terangkat keatas
kapal. Tiba-tiba ada sesuatu yang menonggol dari vaginanya.  
Kami  perhatikan terus akhirnya keluar mahkluk kecil  yang  mirip
sekali  dengan  ibunya. Itulah anak ikan pari. Rupanya  tidak  di
darat  saja  kami menolong persalinan.  Sampai-sampai  di  tengah
lautpun  kerjanya menolong persalinan juga. Mungkin karena  malam
itu  yang pergi memancing adalah dokter-dokter yang tiap  harinya
selalu  menolong kelahiran. Tercatat nama-nama Dr.H.Jusar  Sulin,
bertindak sebagai Bos karena beliaulah yang punya kapal dan punya
bagan. Kami-kami ini hanya nyebeng menompang nikamatnya saja. Dr. 
Zainul  ihkwan. Dr Yozerwan. Dr Andy. Dr Benovry karim,  dr  dedy 
dan seorang staf kamar operasi. Hampir saja kami melakukan opera­
si  kalau persalinan ikan pari itu macet. Untunglah  bayi  mungil
itu lahir dengan selamat, namun ibunya tak tertolong lagi, karena
mata  kail yang nyangkut di merihnya terlalu dalam, sehingga  dia
tak  mungkin untuk di hidupkan kembali.
Bayi ikan pari itu kami lepas kembali kelaut. Mudah-mudahan kalau
sudah  besar kelak akan kami pancing kembali. Sedangkan  induknya
jadi  santapan  yang  sangat lezat. Badannya  yang  terdiri  dari
tulang  rawan, rapuh dan gurih, lebih-lebih tentang sayapnya.  Oh
betapa lezatnya menyantap ikan pari hasil tangkapan sendiri.
Malam ini banyak sekali kami dapat ikan dari pancingan. Namun dua
kali  saya  mengalami  kecewa berat.  Yang  pertama  ketika  kail
Benovri di larikan ikan besar. setelah sekian kami lama  berjuang
untuk dapat mengangkat ikan ini. tapi kami "malapeh hao"   karena
tali  nilon  yang cukup kasar itu tak kuat  mengangkat  ikan  itu
keatas kapal sehingga ikan itu lepas ke laut lepas.
Yang kedua ketika sedang terlengah. Tiba-tiba seekor ikan  dengan
kekuatan  raksasa  melarikan pancing dengan sangat  kuat.  Kekua­
tannya saja kayak raksasa, saya ngak dapat membayang berapa besar
ikan  yang  melarikan pancing itu.  Sampai  sehabis=habis  benang
nilon,  namun ikan itu berlari kencang. Nilon itupun  berdenting-
denting  menahan hempasan ikan raksasa itu. Yang  namanya  benang
nilon  kekuatannya  pun  terbatas, dia beralah  dan  putus.  Saya
kecewa berat. Telunjuk ini sudah lecet namun ikan lepas pula.
Semalaman  kami  tak tidur. Asyik mengumpulkan  ikan  demi  ikan.
Bermacam jenis ikan karang yang cantik-cantik dapat kami  tangkap
malam itu. Menjelang parak siang, Jaringann baganpun di turunkan.
ikan yang sudah dari senja terkumpul di bawah kapal, inilah  yang
akan kami tangkap. Disini saya belajar bagaimana cara anak  bagan
mengepung dan  menipu ikan dengan mempermainkan lampu-lampu  yang
berderet di sekeliling kapal.
Malam  yang penuh kenangan dan penuh kesan. Ditengah laut  lepas,
hampir  saja kami di tabrak oleh sebuah kapal tangki yang  besar.
Untung Edi si jurmudi dan di pimpin Oleh Ir yang jadi pimpinan di
kapal  itu,  kami dapat mengelak dari kapal  tangki  itu.  Memang
salah  kami  juga karena memancing pada jalur lalu  lintas  kapal
besar.
Setelah bermacam kesulitan kami lewati. Eh tiba-tiba sewaktu akan
menjejakkan  kaki di tanah tepi, biduk kami terbalik. Basah  ram­
butnya  ,  basah  bajunya, basah celananya.  basah  tembakau  dan
rokoknya.  Dompet yang berisi surat-surat pentingpun ikut  basah.
Ah pulang pagi berbasah-basah. "Lah di tapi mangkonyo karam".
Kami  jadikan  peristiwa ini untuk lebih hati-hati  lagi.  Karena
sebagian  dari  kami begitu akan sampai di tanah  tepi,  kepingin
cepat. Belum masanya berhenti dia ingin turun, sehingga  bidukpun
oleng dan tenggelam. Basahlah semua barang-barang berharga.  

Untuk  itu  saya  teringat  akan  sebuah  Firman  suci_Nya  dalam
Al_Qur'an surat  Al Kahfi ayat 71 :
  Lalu  keduanya berjalan hingga (sampai) menaiki perahu dan  meru­
saknya. Musa berkata."Adakah engkau merusaknya supaya  menenglam­
kan penumpangnya? Sungguh engkau mendatangkan perkara besar".

P a d a n g  28 Juli 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar