Oleh Dr.
H.K.Suheimi
Bhisma adalah seorang pahlawan dalam ceritra
Mahabharata dan
Tadi malam, hari Rabu 12 oktober 1994 saya
menonton TV TPI, flim
Mahabharata, mengambarkan saat-saat terakhir dan
kematian Pahla
wan Eyang Bhisma di Kuru setra, semua badan dan
anggotanyanya di
penuhi oleh panah yang tertancap. Enam orang
Ksatria, Sri Kresna
dan lima pandawa melepas kepergiannya. Yudhistira
terisak mencoba
menahan tangis, namun air matanya tak tertahan
tercurah menetes
membasahi muka Eyang Bhisma. Para pandawa yang
lain tertunduk
gemas, hanya Sri Kresna yang tabah dan meminta
Bhisma untu ber
ceritra tentang Darma, tentang Karma dan Nasehat
untuk para
cucunya Pandawa. Semua tak bisa menerima kenyataan
pahit itu,
dalam nada sedih dan terkejut selepas sore hari.
Kecamuk pertempuran yang bengis, sepanjang siang
yang terik
dan dan lembab itu. Ribuan kereta hancur dan
kuda mati. Gajah-
gajah roboh dan tubuh manusia- tak
terhitung yang tercencang,
remuk, binasa. Kurusetra jadi laut dengan puluhan gelombang yang
bertabrakkan memuncratkan darah. Dan
Bhisma gugur, ketika ia
lepas dari pertarungan yang pekat di bukit timur.
"Bhisma gugur" terdengar teriak
pertama, seperti melolong.
Kabar kemudian menjalar beranting ke Kurusetra
yang luas. Pertem
puran pun reda, dan orang sadar. Kurawa telah
kehilangan seorang
panglima besar, seorang pahlawan.
Matahari merendah ke Barat , ketika Arjuna
membungkuk dide
pan tubuh lawannya : laki-laki yang 30 tahun
yang lalu , dengan
suara besarnya
yang hangat, sering menimangnya di pangkuan - dan
kini telentang menanti mati. Bhisma. Darah
mengalir deras dari
merihnya. Tapi ada sesuatu yang agung
di tubuh tua yang kukuh
itu: pria perkasa itu seakan terduduk
memandang ke depan dengan
kepala yang terangkat oleh lima anak panah yang
menghunjam tembus
di lehernya, ia tersenyum
"Arjuna .." suaranya
serak oleh darah di kerongkongan.
Arjuna bersimpuh, gugup, lalu mencium ujung kaki
yang telanjang.
Gaduh di sekitarpun redam. Langit di lewati
awan. "Arjuna terima
kasih panah itu telah menjanggaku". Lalu
suaranya layu.
"Arjuna cucuku. Amba telah menyongsongku.
Bukan,bukan panah
prajurit wanita itu. Di Kurusetra ini Amba
membalas. Aku selalu
tahu pedih hatinya, setelah bertahun-tahun
yang lalu ia kuculik
dari pria yang di cintainya. Aku
seharusnya tak menyesal. Ia
kuculik untuk adikku, agar Wicitawirya bisa
menikah dan sebagai
bakal raja, segera memperoleh anak. Tapi Amba
menolak. Ku kembal
ikan ia pada tunangannya, tapi pangeran itu
meragukan kesucian
nya. Dan Amba mati oleh malu, oleh nestapa, oleh
hina cucuku. Dan
aku tak pernah melupakan itu".
"memang kita harus menjalankan
tugas kewajiban" Kesatria
hanya tumbuh dalam tugas. Aku menyelesaikan
tugasku-juga untuk
perang saudara itu, malapetaka ini. Kita
bekerja untuk rencana
besar, cucuku. Tapi aku juga bertanya-tanya pada
saat yang sama,
apa gerangan yang terjadi pada korban dan kesedihan,
dan dosa dia
ntara kita.
Arjuna merunduk. Matahari akhirnya terbenam dan
Bhisma wafat
di hadapan enam Kesatria dan di hadapan sebelas
bukit Kurusetra,
dan Kesatria Pandawa yang membunuh kakeknya
itu tahu, di senja
itu, ia juga merasakan kesangsian.
Dulu waktu kecil saya senang sekali membaca komik
Mahabhara
ta dan pahlawan yang paling saya sukai
itu adalah Bhisma dan
Gatut kaca, Karena Bisma rela menolak
tahta untuk kebahagiaan
ayahnya dan berkorban untuk kebahagiaan
adiknya dan bersumpah
untuk tidak kawin, agar jangan sampai mengusik
kedudukan adiknya
dan berusaha mencarikan jodoh untuk adiknya
walaupun dia sendiri
jatuh hati pada "Amba" yang di culiknya.
Gatut Kacapun sangat saya kagumi
karena Gatut Kaca rela
terbunuh- agar senjata Konta
senjata sakti Karna tidak bisa
dipergunakan lagi dalam perang Brata yudha melawan
Arjuna. Dika
langkannya merihnya untuk melindungi agar
pamannya Arjuna bisa
memenangkan perang Brata Yudha itu.
Pengorbanan dan pengorbanan, dan itulah yang
tercermin dalam
diri sang pahlawan. Makanya ada yang berkata
:" Pahlawan padamu
Kami mengadu,
Karena Kau lebih mengerti, Kepada siapa kita harus
mengadu? Menakjubkan, bahwa pertanyaan yang terdengar
sentimentil
itu sering terucap sekarang ini,
disaat orang butuh bantuan,
butuh pertolongan, butuh seorang
pahlawan dan kepadanya kita
mengadu.
Tidak semua orang memang bisa jadi pahlawan, juga
tak semua
pahlawan dimaksudkan untuk jadi pahlawan terus
menerus.
Keberanian, kata ini dengan cepat
melontarkan gambar hidup
tentang seorang pahlawan "Aku
berani maka aku ada" Sang hero
akhirnya nampak begitu asing dan jauh,
Sejarah membuktikan bahwa satu generasi suatu saat
selalu
menemukan jalannya sendiri untuk memperbaiki
keadaan.
Saya pernah melihat sebuah karikatur
yang terdiri dari 4
kotak, seperti melihat ceritra
komik, Gambaran itu bagaikan
sebuah cergam, dimana pada kotak pertama , tampak
pejuang kemer
dekaan mengangkat bedil. Pada kotak
berikutnya mereka menang.
Pada kotak ketiga, mereka memerintah. Pada kotak
ke empat mereka
sewenang-wenang, dan kemerdekaan yang dulu di
perjuangkan, punah.
Untuk gambaran tokoh yang demikian, saya
teringat Presiden
Marcos yang memperoleh banyak tanda
jasa dari perang griilya
melawan jepang, tampil sebagai Hero.
Kemudian ia jadi penguasa
yang Korop...dan kita tahu semua tahu derita nasib
yang di tang
gungnya di ujung kehidupannya dan betapa
tragis riwayatnya yang
dulu di puja-puja sebagai pahlawan, kemudian
di kutuk, di usir
dan di maki dan mati menggenaskan.
Kalau kita tilik, kata-kata
pahlawan berasal dari kata
Pahala. Pahlawan adalah orang yang sedang berjuang
dan berkorban
untuk mencari dan mendapatkan pahala.
Jadi kata-kata pahlawan
berasal dari kata-kata pahala dan merupakan gelar
kehormatan yang
diperuntukkan pada mereka yang berjuang dan
bekorban untuk menda
patkan pahala. Sebagaimana Dermawan
untuk penderma, Hartawan
untuk orang kaya, Budayawan untuk para budaya.
Jadi kata-kata pahlawan bukan di
peruntukkan bagi mereka
yang memperjuangkan kemerdekaan saja, tapi juga
bagi mereka yang
mempertahankan kemerdekaan dan mengisinya
dengan perbuatan yang
melahirkan pahala. Dia menempuh jalan mendaki dia
menempuh jalan
yang sukar. Di korbankan hartanya, di
korbankan jiwanya, di kor
bankan waktunya di korbankan ke
cintaannya, di korbankannya
segala-galanya, untuk apa, ya untuk meraih pahala
untuk mendapat
gelar sang Pahlawan. Maka setiap saat kapan saja,
dimana saja dan
bagi siapa saja terbuka kesempatan untuk
menjadi pahlawan, baik
di kenal ataupun tidak di kenal.
Cuma pernah ada sindirian Tuhan dalam surat Al
Balad.
Jalan mendaki... Tapi mereka tidak mau
menempuh jalan men
daki dan lagi sukar. Tahukah engkau apakah
jalan mendaki itu ?
Kamu membebaskan orang dari perbudakkan,
perbudakan kebodohoan,
perbudakan kesengsaraan perbudakan
kemisinan, Dan kamu memberi
makan orang-orang miskin di hari-hari kelaparan
dan kamu memberi
makan anak yatim yang dekat denganmu.
Jadi yang dapat pahala
lebih yang di nobatkanjadi pahlawan
adalah mereka yang dapat
membebaskan dan mebantu orang dalm
kesengsaraan, dalam penderi
taan dalam kebodohan, membebaskan orang dari beban
yang di tang
ungnya. Untuk para pembaca, di hari Pahlawan ini,
saya kirimkan
sebuah Firman suci-Nya dalam Al=Qur'an Surat Al
Balad ayat 11-16:
" Tetapi dia tiada menempuh jalan mendaki
lagi sukar.
Tahukah kamu apakah jalan yang mendki lagi sukar
itu?.
Yaitu melepaskan budak dari perbudakkannya.
Atau memberi makan di hari kelaparan.
Kepada anak yatim yang ada hubungan kirabat.
Atau orang miskin yang sangat fakir".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar