Rabu, 13 November 2013

P A H L A W A N



Oleh  Dr. H.K.Suheimi

Bhisma adalah seorang pahlawan dalam ceritra Mahabharata dan

Tadi malam, hari Rabu 12 oktober 1994 saya menonton TV TPI, flim

Mahabharata, mengambarkan saat-saat terakhir dan kematian Pahla­

wan Eyang Bhisma di Kuru setra, semua badan dan anggotanyanya di

penuhi oleh panah yang tertancap. Enam orang Ksatria, Sri Kresna

dan lima pandawa melepas kepergiannya. Yudhistira terisak mencoba

menahan tangis, namun air matanya tak tertahan tercurah menetes

membasahi muka Eyang Bhisma. Para pandawa yang lain tertunduk

gemas, hanya Sri Kresna yang tabah dan meminta Bhisma untu ber­

ceritra tentang Darma, tentang Karma dan Nasehat untuk para

cucunya Pandawa. Semua tak bisa menerima kenyataan pahit itu,

dalam nada sedih dan terkejut selepas sore hari.

Kecamuk pertempuran yang bengis, sepanjang siang yang  terik

dan  dan lembab itu. Ribuan kereta hancur dan kuda  mati.  Gajah-

gajah  roboh  dan tubuh manusia- tak terhitung  yang  tercencang,

remuk, binasa. Kurusetra  jadi laut dengan puluhan gelombang yang

bertabrakkan  memuncratkan  darah. Dan Bhisma  gugur,  ketika  ia

lepas dari pertarungan yang pekat di bukit timur.

"Bhisma  gugur" terdengar teriak pertama, seperti  melolong.

Kabar kemudian menjalar beranting ke Kurusetra yang luas. Pertem­

puran pun reda, dan orang sadar. Kurawa telah kehilangan  seorang

panglima besar, seorang pahlawan.

Matahari merendah ke Barat , ketika Arjuna membungkuk  dide­

pan  tubuh lawannya : laki-laki yang 30 tahun yang lalu ,  dengan

suara besarnya  yang hangat, sering menimangnya di pangkuan - dan 

kini  telentang menanti mati. Bhisma. Darah mengalir  deras  dari

merihnya.  Tapi  ada sesuatu yang agung di tubuh tua  yang  kukuh

itu:  pria perkasa itu seakan terduduk memandang ke depan  dengan

kepala yang terangkat oleh lima anak panah yang menghunjam tembus

di lehernya, ia tersenyum

"Arjuna  .."  suaranya  serak oleh  darah  di  kerongkongan.

Arjuna bersimpuh, gugup, lalu mencium ujung kaki yang telanjang.

Gaduh di sekitarpun redam. Langit di lewati awan.  "Arjuna terima

kasih panah itu telah menjanggaku". Lalu suaranya layu.

"Arjuna cucuku. Amba telah menyongsongku. Bukan,bukan  panah 

prajurit  wanita itu. Di Kurusetra ini Amba membalas. Aku  selalu

tahu  pedih hatinya, setelah bertahun-tahun yang lalu ia  kuculik

dari  pria  yang di cintainya. Aku seharusnya  tak  menyesal.  Ia

kuculik  untuk adikku, agar Wicitawirya bisa menikah dan  sebagai

bakal raja, segera memperoleh anak. Tapi Amba menolak. Ku kembal­

ikan  ia pada tunangannya, tapi pangeran itu meragukan  kesucian­

nya. Dan Amba mati oleh malu, oleh nestapa, oleh hina cucuku. Dan

aku tak pernah melupakan itu".

"memang  kita  harus menjalankan tugas  kewajiban"  Kesatria

hanya  tumbuh dalam tugas. Aku menyelesaikan  tugasku-juga  untuk

perang  saudara itu, malapetaka ini. Kita bekerja  untuk  rencana

besar, cucuku. Tapi aku juga bertanya-tanya pada saat yang  sama,

apa gerangan yang terjadi pada korban dan kesedihan, dan dosa dia­

ntara kita.

Arjuna merunduk. Matahari akhirnya terbenam dan Bhisma wafat 

di hadapan enam Kesatria dan di hadapan sebelas bukit  Kurusetra,

dan  Kesatria Pandawa yang membunuh kakeknya itu tahu,  di  senja

itu, ia juga merasakan kesangsian.

Dulu waktu kecil saya senang sekali membaca komik Mahabhara­

ta  dan  pahlawan yang paling saya sukai itu  adalah  Bhisma  dan

Gatut  kaca,  Karena Bisma rela menolak tahta  untuk  kebahagiaan

ayahnya  dan  berkorban untuk kebahagiaan adiknya  dan  bersumpah

untuk tidak kawin, agar jangan sampai mengusik kedudukan  adiknya

dan berusaha mencarikan jodoh untuk adiknya walaupun dia  sendiri

jatuh hati pada "Amba" yang di culiknya.

Gatut  Kacapun  sangat saya kagumi karena  Gatut  Kaca  rela 

terbunuh-  agar  senjata  Konta senjata sakti  Karna  tidak  bisa

dipergunakan lagi dalam perang Brata yudha melawan Arjuna.  Dika­

langkannya  merihnya untuk melindungi agar pamannya  Arjuna  bisa

memenangkan perang Brata Yudha itu.

Pengorbanan dan pengorbanan, dan itulah yang tercermin dalam

diri  sang pahlawan. Makanya ada yang berkata :" Pahlawan  padamu

Kami mengadu,  Karena Kau lebih mengerti, Kepada siapa kita harus

mengadu? Menakjubkan, bahwa pertanyaan yang terdengar sentimentil

itu  sering  terucap sekarang ini, disaat  orang  butuh  bantuan,

butuh  pertolongan,  butuh seorang pahlawan  dan  kepadanya  kita 

mengadu.

Tidak semua orang memang bisa jadi pahlawan, juga tak  semua 

pahlawan dimaksudkan untuk jadi pahlawan terus menerus.

Keberanian,  kata ini dengan cepat melontarkan gambar  hidup 

tentang  seorang  pahlawan "Aku berani maka aku  ada"  Sang  hero 

akhirnya nampak begitu asing dan jauh,

Sejarah membuktikan bahwa satu generasi suatu saat selalu 

menemukan jalannya sendiri untuk memperbaiki keadaan.

Saya  pernah  melihat sebuah karikatur yang terdiri  dari  4 

kotak,  seperti  melihat  ceritra komik,  Gambaran  itu  bagaikan

sebuah cergam, dimana pada kotak pertama , tampak pejuang  kemer­

dekaan  mengangkat  bedil. Pada kotak berikutnya  mereka  menang.

Pada kotak ketiga, mereka memerintah. Pada kotak ke empat  mereka 

sewenang-wenang, dan kemerdekaan yang dulu di perjuangkan, punah.

Untuk  gambaran tokoh yang demikian, saya teringat  Presiden 

Marcos  yang  memperoleh banyak tanda jasa  dari  perang  griilya

melawan  jepang, tampil sebagai Hero. Kemudian ia  jadi  penguasa

yang Korop...dan kita tahu semua tahu derita nasib yang di  tang­

gungnya  di ujung kehidupannya dan betapa tragis riwayatnya  yang

dulu  di puja-puja sebagai pahlawan, kemudian di kutuk,  di  usir 

dan di maki dan mati menggenaskan.

Kalau  kita  tilik,  kata-kata pahlawan  berasal  dari  kata 

Pahala. Pahlawan adalah orang yang sedang berjuang dan  berkorban

untuk  mencari  dan mendapatkan pahala. Jadi  kata-kata  pahlawan

berasal dari kata-kata pahala dan merupakan gelar kehormatan yang 

diperuntukkan pada mereka yang berjuang dan bekorban untuk menda­

patkan  pahala.  Sebagaimana Dermawan  untuk  penderma,  Hartawan

untuk orang kaya, Budayawan untuk para budaya.

Jadi  kata-kata  pahlawan bukan di peruntukkan  bagi  mereka 

yang memperjuangkan kemerdekaan saja, tapi juga bagi mereka  yang

mempertahankan  kemerdekaan dan mengisinya dengan perbuatan  yang

melahirkan pahala. Dia menempuh jalan mendaki dia menempuh  jalan

yang  sukar. Di korbankan hartanya, di korbankan jiwanya, di  kor

bankan  waktunya  di  korbankan ke  cintaannya,  di  korbankannya

segala-galanya, untuk apa, ya untuk meraih pahala untuk  mendapat

gelar sang Pahlawan. Maka setiap saat kapan saja, dimana saja dan

bagi  siapa saja terbuka kesempatan untuk menjadi pahlawan,  baik

di kenal ataupun tidak di kenal.

Cuma pernah ada sindirian Tuhan dalam surat Al Balad.

Jalan  mendaki... Tapi mereka tidak mau menempuh jalan  men­

daki  dan lagi sukar. Tahukah engkau apakah jalan mendaki  itu  ? 

Kamu  membebaskan orang dari perbudakkan, perbudakan  kebodohoan, 

perbudakan  kesengsaraan perbudakan kemisinan, Dan  kamu  memberi 

makan orang-orang miskin di hari-hari kelaparan dan kamu  memberi 

makan  anak  yatim yang dekat denganmu. Jadi  yang  dapat  pahala 

lebih  yang  di nobatkanjadi pahlawan adalah  mereka  yang  dapat 

membebaskan  dan mebantu orang dalm kesengsaraan, dalam  penderi­

taan dalam kebodohan, membebaskan orang dari beban yang di  tang­

ungnya. Untuk para pembaca, di hari Pahlawan ini, saya  kirimkan

sebuah Firman suci-Nya dalam Al=Qur'an Surat Al Balad ayat 11-16:

" Tetapi dia tiada menempuh jalan mendaki lagi sukar.

Tahukah kamu apakah jalan yang mendki lagi sukar itu?.

Yaitu melepaskan budak dari perbudakkannya.

Atau memberi makan di hari kelaparan.

Kepada anak yatim yang ada hubungan kirabat.

Atau orang miskin yang sangat fakir".

P a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar