Selasa, 19 November 2013

HOYAK TABUT

Oleh ; Dr.H.K.Suheimi

  Waktu  kecil saya selalu menunggu pesta hoyak tabut,  ketika

hoyak  tabut  itulah  Pariaman di datangi  oleh  banyak  manusia.

Tampaklah dua buah tabut yang di Hoyak-hoyak itu di tengah lautan

manusia.  Kota  Pariaman itu biasanya lengang,  tapi  bila  musim

tabut  berobah menjadi lautan manusia sangat ramai dan  berdesak-

desak, sehingga sebuah lagupun di dendangkan dengan Syair :

Pariaman tadanga langang,

musim tabut makonyo rami.

Tuan kanduang tadanga sanang,

bawolah tompang badan kami

  Memang  di hari-hari biasa Pariaman lengang, tapi  di  Hoyak

Tabut,  dia terbangun, manusianya melimpah ruah,  berbondong-bon

dongan  ndak terhitung betapa banyaknya. Diwaktu kecil saya  ndak

pernah  melewati kesempatan yang sebaik seperti musim tabut  itu,

saya sengaja pulang kampung, saya ikut beramai-ramai  mengangkat,

mengarak  dan menghoyaknya. Akan lebih bersemangat lagi kalau  di

dera  dan  di bakar oleh bunyi Gandang  Tabut,  bagaikan  gendang

perang, apalagi ditingkah oleh suara Tasa yang melejit-lejit  dan

memekik-mekik. Terlebih-lebih kalau yang memukul Tasanya  berpen­

galaman  dan pintar, dan Tasanya sudah di panas  dan  dihangatkan

dengan  menyangainya  diatas kerisik daun kelapa kering  yang  di

bakar, maka suasana bertambah semarak. Dan yang mengangkat  serta

yang  menghoyak tabutpun seperti tak kenal lelah terbakar  seman­

gatnya.

  Dulu sebelum di Pariaman ada Listrik, maka Tabut itu  dengan

leluasa dapat di arak keliling kota dan di hoyak dengan  semangat

yang  tinggi sambil berteriak "Hoyak Husein-Hoyak Husein"  "Hoyak

Tabuik  Hoyak"  sebetulnya bukan "Hoyak" tapi adalah  "Hayya  Hu­

sein"  artinya hidup Husein. Mengingatkan kita akan  Husein  Cucu

Nabi  Muhammad SAW yang terbunuh di Padang Karbala dengan  sangat

menggenaskan.  

  Dalam  sejarah tercatat Husein terkepung , suasana  panas  ,

dia  letih dia kehausan, sehingga membuat Husein  lengah.  Ketika

itulah Ibnu Syarik tentara Yazid menebas jari dan lengan  Husein,

jari  dan  tangan itupun putus tercampak. Disaat  seperti  itulah

Sinnan bin Anis menusuk dadanya dan syammar bin Ziljausab memeng­

gal lehernya hingga putus, lalu memamerkan kepala Husein Bin  Ali

pada  ujung tombaknya. Kepala yang terputus itu di bawa  ke  kota

Kuffah untuk di persembahkan kepada Gubernur Abdullah bin  Ziyad,

kemudian di kirim ke Khalifah Yazid di Damascus.

  Tatkala Khalifah Yazid menyaksikan kepala Husein diatas baki

yang  diserahkan oleh utusan, air matanya berlinag  dan  berkata,

"Aku  tidak memerintahkan untuk membunuh Husein. Terkutuklah  kau

anak  Marjanah,  seandainya  aku berada disitu,  pasti  aku  akan

memberikan keampunan kepadanya

  Tubuh Husein Bin Ali di makamkan di Karbala (Sekarang terle­

tak di negara Irak menjadi kota suci bagi kaum syiah),  sedangkan

kepalanya, atas perintah Khalifah Yazid di kuburkan dengan  penuh

penghormatan  di Madinah disisi makam ibunda Fatimah dan  saudara

nya Hasan bin Ali.

  Peristiwa  inilah yang di coba gambarkan dalam  pesta  Tabut 

setiap  Tahun di Pariaman. Puncaknya ialah terjadi di hari  Asura

10  muharam. Karena di hari itulah 10 muharam tahun 61  H  Husein

terbunuh  dengan  sangat  menggenaskan di  Padang  Karbala.  Maka

sebelum  pesta  puncak Tabut di angkat  bersama-sama  diarak  dan

akhirnya di bawa ke pinggir pantai untuk di buang ke laut lepas

  Kira-kira  seminggu  sebelumnya ada acara-acara  seperti  Me   

ngambil  tanah, menebang batang pisang dan meng harak  jari-jari.

Semua  itu  saya  ikuti sewaktu masih kecil,  ketika  tinggal  di

kampung di Pariaman. Kalau hari sudah senja disaat matahari mulai

tenggelam, terlihat cahayanya memantulkan warna merah darah,  dan

lautpun memantulkan warna yang sama merahnya, disaat itulah Tabut

di buang ke Laut lepas. Itu pulalah saat-saat yang paling  menye­

nangkan  bagi  kami anak-anak, berebutan mengambil  kain  beludru

yang  meliliti bambu, memperebutkan bunga salapan,  tidak  peduli

akan gulungan hombak dan derasnya arus serta alunan laut. Sebagai

anak  Asli Pariaman saya tak pernah gentar  menghadapi  gelombang

laut  dan ombak yang berdebur. Sering kami mempermainkan  dan  di

permainkan  oleh ombak. Sebagaimana nantinya akan sering di  per­

mainkan  oleh  ombak dan gelombang  kehidupan.  Makanya  terkenal

orang  Pariaman sebagai perantau yang tangguh, ada  di  mana-mana

dan  tidak gentar mengharungi lautan ke hidupan walaupun jauh  di

rantau orang, jauh dari kampung dan sanak famili

  Sekarang kesenangan-kesenangan seperti itu telah tak mungkin

saya nikmati lagi, tapi saya ingin tahu apa sebetulnya Tabut itu.

Dalam kepustakaan saya temukan bahwa Tabut berarti peti kayu yang

dilapisi  dengan  emas sebagai tempat menyompan  manuskrip  kitab

Taurat yang di tulis diatas batu. Di dalam Al-Qur'an pun  terbaca

kata-kata Tabut dalam rangkain ceritra Talut dan Jalut.  Disebut­

kan bahwa sebagai tanda Talut akan menjadi raja ialah  kembalinya

tabut  tersebut  ke tangan Bani Israil setelah tabut  itu  hilang

diambil  oleh  musuh pada masa pemerintahan Samuel.  Nabi  mereka

mengatakan kepada mereka "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja

ialah kembalinya tabut kepadamu, didalamnya terdapat  ketenangan"

Surat Al Baqarah ayat 248.

  Diadakannya  pesta  tabut  adalah  untuk  mengenang  kembali

peristiwa  sejarah  yang sangat penting yang  terjadi  pada  hari

Asura  yaitu musibah pembantaian Husein bin Ali bersama  pengikut

dan keluarganya di Padang karbala oleh pasukan Yazid dari dinasti

umayyah.  Peristiwa ini ternyata membawa dampak yang  amat  besar

dalam  sejarah  perkembangan Islam. Disatu sisi hati  umat  Islam

tersayat oleh perbuatan biadab dari pasukan Yazid dan disisi lain

rasa  hormat  terhadap Husein semakin besar. Rasa haru  dan  rasa

hormat  itu  akhirnya menumbuhkan hasrat  untuk  menjadikan  hari

kematian Husein itu sebagai hari yang perlu di peringati, apalagi

hari  itu  memang hari yang di muliakan Allah  swt  dan  RasulNya

yaitu hari Asura.

  Pada mulanya memperingati terbunuhnya Husein tersebut  hanya

dalam  bentuk sederhana, berupa ziarah ke tempat peristiwa  berda

rah  itu, tapi lama kelamaan membudaya menjadi  suatu  peringatan

yang dilakukan secara besar-besaran.

  Dari  hal  diatas timbulah inisiatif pemuka Islam  di  zaman

lampau  untuk  merayakan hari Asura tersebut.  Upacara  perarakan

tabut  yang  yang  diiringi dengan sorakan  "hayya  Husein"  atau

"Hidup  Husein"  sudah pasti mempunyai kaitan  yang  erat  dengan

peristiwa  sejarah  diatas. Oleh karena itu,  tidak  salah  kalau

timbul suatu dugaan bahwa aliran Syiah pernah menjejakkan kakinya

diperairan Barat Pulau Sumatera, sehingga di Bengkulupun perayaan

Tabut  ini meriah. Namun kemungkinan itu belum di  teliti  dengan

Memadai

  Dari latar belakang  diatas kelihatan bahwa  tujuan  pembua­

tan  dan pengarakkam tabut itu mempunyai kaitan yang erat  dengan

ekspressi   rasa duka  dan rasa hormat  terhadap Husein  bin  Ali 

yang  meninggal  pada hari asura. Sebagai simbol dari  rasa  duka 

sekali  gus hormat itu dibuatlah rangkaian "bunga raksasa"   yang

disebut tabut. Seperti karangan bunga yang berwarna putih pertan­

da  berduka, seperti bunga kamboja yang di kampung  saya  disebut

dengan  bunga  salapan. Membuang tabut ke laut  bagaikan  menabur

karangan bunga sebagai ungkapan duka yang dalam.

  Waktu  saya  kecil yang suka bergembira,  berteriak  bermain

ombak  dan  berebutan  memperebutkan tabut yang  di  buang,  saya

sangat menantikan saat-saat seperti itu ialah ketika tabut itu di

buang.  Tapi  kini setelah saya beranjak dewasa,  timbul  fikiran

lain,  bukankah sesuatu yang dibuang-buang itu sia-sia dan  muba­

zir? Dan Mubazirun Ikhwanul Syaitan?. Apalagi kalau yang di buang

itu  dua  buah tabut besar yang biayanya bukan  main,  membuatnya

membutuhkan  waktu yang lama dan biaya yang sangat  besar.  Tidak

mudah membuatnya dan tak mudah pula mengumpulkan dana yang  demi­

  kian besar, hanya untuk di buang?. Apakah tidak sebaiknya,  tabut

itu diarak juga ke pinggir laut, dan secara simbolis ada  sesuatu

yang di buang kelaut sebagai penganti tabut. Bisa saja tabut mini

yang kecil yang biasa diarak waktu minta sumbangan sebelum  Tabut

besar  keluar. Atau yang di buang itu salah satu saja dari  bunga

salapan  yang di potong dan dihanyutkan ke laut lepas,  sedangkan

yang lain-lainnya di simpan dan di pelihara kembali, karena pesta

tabut ini akan berulang setiap tahunya. Dan disaat pembuangan  ke

laut diadakan tata cara yang baik sambil mengingatkan dan  menge­

nang  sejarah Husein dan berduka atas kepergiannya.  Mungkin  ada

kata-kata yang menusuk dan menggugah hati untuk mengingat kembali

bahwa Islam ini pernah tercabik-cabik,  hanya oleh karena persoa­

lan kecil dan sepele dan juga karena terjadinya salah pengertian,

dan  saling  curiga.   Kita peringati agar  peristiwa  itu  tidak

terulang  lagi. Supaya kita bersatu padu jangan sampai  terpecah.

Kita rasakan akibat terpecah menimbulkan kemunduran dan kerancuan

dalam  agama  kita. Untuk itu saya teringat  akan  sebuah  Firman

Tuhan dalam Al=Qur'an dalam surat Al hujarat ayat 11:
 
  "Hai  Orang-orang  beriman Janganlah suatu kaum  meng  olok-

olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang di  olok-

olokkan)  lebih  baik  dari mereka (Yang  meng  olok-olokan)  dan

jangan pula wanita-wanita (meng olok-olok an) wanita lain  (kare­

na) boleh jadi wanita (yang di olok-olokan) lebih baik dari  pada

yang  mengolok-olokkan,  dan  janganlah  kamu  panggil  memanggil

dengan  gelar-gelar  yang buruk.  Seburuk-buruk  panggilan  ialah

(panggilan) yang buruk sesudah (mereka) beriman dan barang  siapa

yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim"

P a d a n g  29 Juni 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar