Waktu kecil
saya selalu menunggu pesta hoyak tabut, ketika
hoyak tabut itulah Pariaman di datangi
oleh banyak manusia.
Tampaklah dua buah tabut yang di Hoyak-hoyak itu di
tengah lautan
manusia. Kota Pariaman itu biasanya lengang, tapi bila musim
tabut
berobah menjadi lautan manusia sangat ramai dan berdesak-
desak,
sehingga sebuah lagupun di dendangkan dengan Syair :
Pariaman
tadanga langang,
musim tabut
makonyo rami.
Tuan kanduang
tadanga sanang,
bawolah
tompang badan kami
Memang di hari-hari biasa Pariaman
lengang, tapi di Hoyak
Tabut, dia terbangun, manusianya melimpah ruah,
berbondong-bon
dongan
ndak terhitung betapa banyaknya. Diwaktu kecil saya ndak
pernah
melewati kesempatan yang sebaik seperti musim tabut itu,
saya sengaja
pulang kampung, saya ikut beramai-ramai mengangkat,
mengarak
dan menghoyaknya. Akan lebih bersemangat lagi kalau di
dera dan
di bakar oleh bunyi Gandang Tabut, bagaikan gendang
perang,
apalagi ditingkah oleh suara Tasa yang melejit-lejit dan
memekik-mekik.
Terlebih-lebih kalau yang memukul Tasanya berpen
galaman
dan pintar, dan Tasanya sudah di panas dan dihangatkan
dengan
menyangainya diatas kerisik daun kelapa kering yang di
bakar, maka
suasana bertambah semarak. Dan yang mengangkat serta
yang
menghoyak tabutpun seperti tak kenal lelah terbakar seman
gatnya.
Dulu sebelum di Pariaman ada Listrik, maka
Tabut itu dengan
leluasa dapat
di arak keliling kota dan di hoyak dengan semangat
yang
tinggi sambil berteriak "Hoyak Husein-Hoyak Husein"
"Hoyak
Tabuik
Hoyak" sebetulnya bukan
"Hoyak" tapi adalah "Hayya Hu
sein"
artinya hidup Husein. Mengingatkan kita akan Husein Cucu
Nabi
Muhammad SAW yang terbunuh di Padang Karbala dengan sangat
menggenaskan.
Dalam sejarah tercatat Husein terkepung
, suasana panas ,
dia
letih dia kehausan, sehingga membuat Husein lengah. Ketika
itulah Ibnu
Syarik tentara Yazid menebas jari dan lengan Husein,
jari dan
tangan itupun putus tercampak. Disaat seperti itulah
Sinnan bin
Anis menusuk dadanya dan syammar bin Ziljausab memeng
gal lehernya
hingga putus, lalu memamerkan kepala Husein Bin Ali
pada
ujung tombaknya. Kepala yang terputus itu di bawa ke kota
Kuffah untuk
di persembahkan kepada Gubernur Abdullah bin Ziyad,
kemudian di
kirim ke Khalifah Yazid di Damascus.
Tatkala Khalifah Yazid menyaksikan kepala
Husein diatas baki
yang
diserahkan oleh utusan, air matanya berlinag dan berkata,
"Aku
tidak memerintahkan untuk membunuh Husein. Terkutuklah kau
anak
Marjanah, seandainya aku berada disitu, pasti aku
akan
memberikan
keampunan kepadanya
Tubuh Husein Bin Ali di makamkan di Karbala
(Sekarang terle
tak di negara
Irak menjadi kota suci bagi kaum syiah), sedangkan
kepalanya,
atas perintah Khalifah Yazid di kuburkan dengan penuh
penghormatan
di Madinah disisi makam ibunda Fatimah dan saudara
nya Hasan bin Ali.
Peristiwa inilah yang di coba gambarkan
dalam pesta Tabut
setiap
Tahun di Pariaman. Puncaknya ialah terjadi di hari Asura
10
muharam. Karena di hari itulah 10 muharam tahun 61 H Husein
terbunuh
dengan sangat menggenaskan di Padang Karbala.
Maka
sebelum
pesta puncak Tabut di angkat bersama-sama diarak
dan
akhirnya di
bawa ke pinggir pantai untuk di buang ke laut lepas
Kira-kira seminggu sebelumnya ada
acara-acara seperti Me
ngambil
tanah, menebang batang pisang dan meng harak jari-jari.
Semua
itu saya ikuti sewaktu masih kecil, ketika
tinggal di
kampung di
Pariaman. Kalau hari sudah senja disaat matahari mulai
tenggelam,
terlihat cahayanya memantulkan warna merah darah, dan
lautpun
memantulkan warna yang sama merahnya, disaat itulah Tabut
di buang ke
Laut lepas. Itu pulalah saat-saat yang paling menye
nangkan
bagi kami anak-anak, berebutan mengambil kain beludru
yang
meliliti bambu, memperebutkan bunga salapan, tidak peduli
akan gulungan
hombak dan derasnya arus serta alunan laut. Sebagai
anak
Asli Pariaman saya tak pernah gentar menghadapi gelombang
laut dan
ombak yang berdebur. Sering kami mempermainkan dan di
permainkan
oleh ombak. Sebagaimana nantinya akan sering di per
mainkan
oleh ombak dan gelombang kehidupan. Makanya
terkenal
orang
Pariaman sebagai perantau yang tangguh, ada di mana-mana
dan
tidak gentar mengharungi lautan ke hidupan walaupun jauh di
rantau orang,
jauh dari kampung dan sanak famili
Sekarang kesenangan-kesenangan seperti itu
telah tak mungkin
saya nikmati
lagi, tapi saya ingin tahu apa sebetulnya Tabut itu.
Dalam
kepustakaan saya temukan bahwa Tabut berarti peti kayu yang
dilapisi
dengan emas sebagai tempat menyompan manuskrip kitab
Taurat yang di
tulis diatas batu. Di dalam
Al-Qur'an pun terbaca
kata-kata
Tabut dalam rangkain ceritra Talut dan Jalut. Disebut
kan bahwa
sebagai tanda Talut akan menjadi raja ialah kembalinya
tabut
tersebut ke tangan Bani Israil setelah tabut itu hilang
diambil
oleh musuh pada masa pemerintahan Samuel. Nabi mereka
mengatakan
kepada mereka "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja
ialah
kembalinya tabut kepadamu, didalamnya terdapat ketenangan"
Surat Al Baqarah ayat 248.
Diadakannya pesta tabut adalah
untuk mengenang kembali
peristiwa
sejarah yang sangat penting yang terjadi pada
hari
Asura
yaitu musibah pembantaian Husein bin Ali bersama pengikut
dan
keluarganya di Padang karbala oleh pasukan Yazid dari dinasti
umayyah.
Peristiwa ini ternyata membawa dampak yang amat besar
dalam
sejarah perkembangan Islam. Disatu sisi hati umat Islam
tersayat oleh
perbuatan biadab dari pasukan Yazid dan disisi lain
rasa
hormat terhadap Husein semakin besar. Rasa haru dan
rasa
hormat
itu akhirnya menumbuhkan hasrat untuk menjadikan
hari
kematian
Husein itu sebagai hari yang perlu di peringati, apalagi
hari itu
memang hari yang di muliakan Allah swt dan RasulNya
yaitu hari Asura.
Pada mulanya memperingati terbunuhnya Husein
tersebut hanya
dalam
bentuk sederhana, berupa ziarah ke tempat peristiwa berda
rah itu,
tapi lama kelamaan membudaya menjadi suatu peringatan
yang dilakukan
secara besar-besaran.
Dari hal diatas timbulah
inisiatif pemuka Islam di zaman
lampau untuk merayakan hari Asura tersebut.
Upacara perarakan
tabut
yang yang diiringi dengan sorakan "hayya
Husein" atau
"Hidup
Husein" sudah pasti mempunyai kaitan yang erat
dengan
peristiwa
sejarah diatas. Oleh karena itu, tidak salah
kalau
timbul suatu
dugaan bahwa aliran Syiah pernah menjejakkan kakinya
diperairan
Barat Pulau Sumatera, sehingga di Bengkulupun perayaan
Tabut ini meriah. Namun kemungkinan itu belum di
teliti dengan
Memadai
Dari latar belakang diatas kelihatan bahwa tujuan pembua
tan dan pengarakkam tabut itu mempunyai kaitan
yang erat dengan
ekspressi rasa duka dan rasa hormat terhadap Husein bin Ali
yang
meninggal pada hari asura. Sebagai simbol dari rasa duka
sekali
gus hormat itu dibuatlah rangkaian "bunga raksasa" yang
disebut tabut.
Seperti karangan bunga yang berwarna putih pertan
da
berduka, seperti bunga kamboja yang di kampung saya disebut
dengan
bunga salapan. Membuang tabut ke laut bagaikan menabur
karangan bunga
sebagai ungkapan duka yang dalam.
Waktu saya kecil yang suka
bergembira, berteriak bermain
ombak
dan berebutan memperebutkan tabut yang di buang,
saya
sangat
menantikan saat-saat seperti itu ialah ketika tabut itu di
buang.
Tapi kini setelah saya beranjak dewasa, timbul fikiran
lain,
bukankah sesuatu yang dibuang-buang itu sia-sia dan muba
zir? Dan
Mubazirun Ikhwanul Syaitan?. Apalagi kalau yang di buang
itu dua
buah tabut besar yang biayanya bukan main, membuatnya
membutuhkan
waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Tidak
mudah
membuatnya dan tak mudah pula mengumpulkan dana yang demi
kian besar, hanya untuk di buang?. Apakah
tidak sebaiknya, tabut
itu diarak
juga ke pinggir laut, dan secara simbolis ada sesuatu
yang di buang
kelaut sebagai penganti tabut. Bisa saja tabut mini
yang kecil
yang biasa diarak waktu minta sumbangan sebelum Tabut
besar
keluar. Atau yang di buang itu salah satu saja dari bunga
salapan yang
di potong dan dihanyutkan ke laut lepas, sedangkan
yang
lain-lainnya di simpan dan di pelihara kembali, karena pesta
tabut ini akan
berulang setiap tahunya. Dan disaat pembuangan ke
laut diadakan
tata cara yang baik sambil mengingatkan dan menge
nang
sejarah Husein dan berduka atas kepergiannya. Mungkin ada
kata-kata yang
menusuk dan menggugah hati untuk mengingat kembali
bahwa Islam
ini pernah tercabik-cabik, hanya oleh
karena persoa
lan kecil dan
sepele dan juga karena terjadinya salah pengertian,
dan
saling curiga. Kita
peringati agar peristiwa itu tidak
terulang
lagi. Supaya kita bersatu padu jangan sampai terpecah.
Kita rasakan
akibat terpecah menimbulkan kemunduran dan kerancuan
dalam
agama kita. Untuk itu saya teringat akan sebuah
Firman
Tuhan dalam
Al=Qur'an dalam surat Al hujarat ayat 11:
"Hai Orang-orang beriman
Janganlah suatu kaum meng olok-
olokkan kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang di olok-
olokkan)
lebih baik dari mereka (Yang meng olok-olokan)
dan
jangan pula
wanita-wanita (meng olok-olok an) wanita lain (kare
na) boleh jadi
wanita (yang di olok-olokan) lebih baik dari pada
yang
mengolok-olokkan, dan janganlah kamu panggil
memanggil
dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
ialah
(panggilan)
yang buruk sesudah (mereka) beriman dan barang siapa
yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim"
P a d a n g 29
Juni 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar