Kamis, 21 November 2013

TELEPON UMUM



Oleh : Dr.H.K.Suheimi


  Saya  dengar  nada panjang di telepon umum  itu,  lalu  saya

masukkan  uang  seratus, lalu saya putar nomor  yang  diinginkan,

tapi  ndak  pernah  ke sampaian. Karena  tidak  nyambung,  gagang

telepon itu saya tarok kembali di tempatnta, biasanya uang  sera­

tus  itu jatuh dan dapat di gunakan kembali, tetapi sesudah  bebe

rapa kali tempat gagang telepon itu di tarik dan diangkat,  namun

tetap  saja  tidak membantu keluarnya uang. Karena  nada  panjang

masih berbunyi, saya masukkan seratus lagi, demikian juga halnya,

saya  tambah seratus lagi, sami mawon, saya tak  dapat  berbicara

melalui  telepon umum, berita tak bisa saya kirimkan, saya  kesal

karena sudah berpanas-panas menuju tempat telepon umum itu,  tapi

ndak  berhasil,  uang habis, maksud tak sampai. Saya  raba  saku,

ternyata  uang  recehan  sudah habis, lalu saya  minta  tukar  ke

tukang warung didekat situ, bapak di warung itu berciloteh, tele­

pon umum ini sering rusak pak, sering ndak bisa di pakai.  Semen­

rara itu datang 3 pemuda lagi menuju kotak telepon, mereka berna­

sib sama seperti saya, uangnya habis, maksudnya tak sampai.  Tapi

dasar  anak-anak  muda, mereka marah-marah,  memukul-mukul  kotak

telepon  dan  menggoncang-goncangkan  serta  mengoyang-goyangkan.

Hatinya panas, karena uangnya masuk kekotak telepon tapi tak bisa

bicara.  Disumpahinya  telepon itu dan   disepaknya  telepon  itu

sambil  mengomel, telepon penipu, telepion pendusta. Si bapak  di

warung itu, berkata, sering menyaksikan kejadian seperti itu.


  Hari itu Sabtu 1 Mai 1993, saya turun Bus bintang Kejora  di

depan Indah Teater di Ulak Karang, karena disitu ada telepon umum

agar dapat saya memberi tahu sopir untuk menjemput saya di  depan 

bioskop  itu.  Tapi saya jadi kesal karena 2  buah  telepon  umum

disana,  keduanya rusak tak dapat di gunakan. Melihat saya  kesal

itu, seorang bapak yang berdiri dekat warung berceritra.  Telepon

umum  itu sebenarnya baik pak, cuma karena didalam kotak  telepon

itu  ada uang, banyak anak-anak yang berkeliaran disini  berusaha

mengambil uang itu, ada yang dengan memukul-mukul, ada pula  yang

menyepak-nyepak dan mengguncang-guncang, agar uang yang terkumpul

di  dalam  kotak itu berguguran. Pak dokter kata sang  bapak,  di

bioskop ini ada permainan dindong yang menggunakan uang  seratus,

jadi kalau mereka kehabisan uang, sedangkan candu bermain  sedang

memuncak,  maka  mereka mencari uang ke kotak telepon  umum  ini.

Saya terkejut mendengar itu. Kadang-kadang, kata bapak itu mengu­

las   ceritranya;  lobang tempat memasukkan uang seratus  itu  di

ganjalnya  dengan  kertas, sehingga uang yang  di  masukkan  itu,

tidak  turun  kebawah  tapi menyimpang  ketempat  lain.  Kemudian

dengan  menyepak  dan mengentakkan telepon itu dari  bawah,  maka

uang  dari kotak telepon itu terlompat keluar. Sekali  sepak  dan

sekali  dongkak itu, kadang-kadang mereka bisa mendapat uang  dua

ribu  rupiah.  Saya makin terkejut lagi, betapa  mudahnya  mereka

mendapatkan  uang  dari telepon-telepon yang  diduga  rusak  itu.

Permainan  didong  itu telah banyak meracuni anak-anak,  kata  si

bapak  lagi, berjam-jam mereka asyik dengan permainan  itu,  lupa

kerja dan lupa sekolah. Yang paling menakutkan lagi, sifat mereka

yang  menghalalkan segala cara, sehingga untuk  mendapatkan  uang

seratus-seratus mereka merusak telepon umum.

  Saya termangu-mangu di buatnya, patutlah dan rupanya  inilah
 
pangkal  bala, rusaknya telepon umum. Memang banyak telepon  umum

yang saya cobakan dan tidak sedikit diantaranya yang rusak, macet

tak  nyambung, dan uang masuk tapi tak bisa keluar  lagi  seperti

telepon  umum didepan Indah Teater itu. Ini semua  adalah  karena

telepon  umum  itu memakai dan menggunanakan uang.  Padahal  kita

tahu, semua tahu, burung-burungpun tahu bahwa dimana ada uang  di

sana  terjadi kekacauan. Mata jadi hijau bila melihat  uang,  dan

jika  seseorang mengetahui disatu tempat tersimpan uang dia  jadi

gelap  mata.  Orang-orang yang gelap mata  ini  sering  bertindak

secara  brutal. Tidak peduli telepon itu dari besi, tidak  peduli

bahwa telepon umum itu sangat di butuhkan oleh umum, oleh masyar­

akat  banyak untuk komunikasi yang ampuh, tapi semua itu  dirusak

oleh  tangan-tangan  yang di gerakkan oleh fikiran  sempit,  yang

cuma memikirkan keuntungan sesaat belaka.

  Banyak pula telepon umum yang saya lihat dengan  memperguna­

kan kartu atau telepon card. Ditempat ini jarang teleponnya  yang

rusak,  maka saya lebih senang mempergunakan telepon card,  disam

ping mudah dan gampang, juga lebih murah, mungkin untuk berbicara

lokal dalam kota tak akan menghabiskan uang seratus, karena  uang

seratus  itu dapat berbicara untuk jangka waktu 6  menit,  jarang

sekali kita berbicara lewat telepon sampai 6 menit. Maka  telepon

card saya sudah lama dan seperti tak mau habis-habisnya,  padahal

sering menelepon ke Jakarta dan interlokal kekota-kota lainnya.

  Saya kira telepon card yang pakai kartu ini, tidak mau orang

merusaknya, karena untuk apa dirusak untuk apa di sepak dan untuk

apa  di  goncang-goncang,  karena didalamnya tak  ada  uang  sama

sekali, tidak ada recehan dan tidak ada ratusan. Kalau di  tempat

di  mana  tidak ada uang, tempat itu akan aman dan  jarang  rusak
 
serta  tak  akan di ganggu orang. Kalau semua  orang  tahu  bahwa

untuk  telepon umum harus pakai kartu, maka semua  orang  agaknya

akan  berusaha  memiliki kartu itu, lebih mudah  menyimpan  kartu

dari pada menyimpan uang recehan yang terasa berat dan mudah  hi­

lang, sedang nilainya tidak seberapa. Dan betapa susahnya mencari

uang  recehan  seratus di tempat telepon umum, tukar  sana  tukar

sini, tak ada yang mau karena semua orang sibuk dan tak acuh.

  Kepada anda yang pernah merusak telepon umum, melalui  tuli­

san  ini ingin saya panggil, ketahuilah, telepon umum itu  adalah

untuk kepentingan umum, siapa tahu, adik, kakak, saudara dan  ibu

bapakmu pada satu saat sangat membutuhkan telepon itu. Uang  yang

dapat anda curi dari telepon umum itu, tidak sebanding dan sangat

kecil  di  bandingkan dengan harga telepon itu dan  sangat  tidak

sebanding dengan kebutuhan dan keperluan orang banyak akan  tele­

pon umum itu. Bagi anda yang suka membuat kerusakkan saya  pilih­

kan satu Firman suci Tuhan dalam Al-Qur'an surat Al_Baqarah  ayat

11-12 :"Dan bila dikatakan kepada meraka "Janganlah kamu  membuat

kerusakkan  di  muka bumi". Mereka menjawab  :"Sesungguhnya  kami

orang-orang yang mengadakan perbaikkan.

  Ingatlah  sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang  keru­

sakkan, tetapi mereka tak sadar".







P a d a n g  3 Mai 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar