Oleh dr.H.K.Suheimi
Prof.Sulaiman
adalah teladanan kedisiplinan, gagah dan perkasa. Sulit menemukan pemimpin
seperti beliau. Dipimpinnya sekaligus RS M Djamil dan Fakultas Kedokteran
Unand. Beliau menjadi dekan FKUA dan merangkap direktur RS M Djamil.
Suatu hari ditahun 1976 saya
masuk Fakultas Kedokteran Unand, ada posma, pada upacara pembukaan posma ini
beliau pakai snel jas putih dan panjang dengan lengan panjang. Begitu
anggun dan gagahnya beliau saat itu saya
terkesima, oh gagahnya pak dekan dan direktur ini, celoteh saya dalam hati. Beliau
membuka acara posma, semua kami terdiam, ruangan menjadi hening dengan jelas
dan berwibawa beliau berpidato satu-satu. Tapi ketika baru saja beliau
meninggalkan ruang dan kami di serahkan pada senior-senior. Seketika terjadi
teriakan yang histeris, kami di serbu, kata-kata yang selama ini tak pernah
kami dengar berhamburan, telinga kami jadi pekak, semua senior itu masuk barisan
membentak dan menghardik kami di panggkal telinga. Kami disuruh menekur tak
boleh melihat. Ketika disuruh mencium bumi, saat itulah membayang wajah Prof.
Sulaiman. Oh andaikan beliau ada diruangan ini tentu kami akan di selamatkannya.
Mengapa kami ditinggalkan Prof? Senior-senior terlalu jahat. Kami dibawa
menghadapi perubahan suasana yang mencekam. Dihati berdo’a kiranya Prof.Sulaiman
datang kembali. Itulah perkenalan pertama saya bertemu dan menatap wajah
Prof.Sulaiman . Saya rindukan kehadirannya dan saya harapkan kedatangannya.
Dimalam
inaugurasi, kebetulan saya jadi king. Dalam acara balas dendam dan terima kasih
menjadi hal yang asyik. Dan ketika saya minta prof.sulaiman menari, maka
beliaupun ikut menari bersama kami mahasiswa yang belum ada apa-apanya. Sekali
lagi salam hormat dan takzim pada beliau.
Dihari Idul Adha kami dikumpulkan
boleh bersama-sama Prof.Sulaiman melaksanakan shalat id. Berkumpul ditempat
kediaman beliau di RS M DJAMIL berjalan bersama-sama mengumandangkan takbir
menuju lapangan imam bonjol. Dan beliau membiarkan dan memberi kesempatan pada
saya yang masih ingusan mengumandangkan takbir dan diikuti bersama-sama.
Semakinlah kekaguman dan hormat saya pada beliau.
Sesudah itu beliau pindah ke Bandung. Walaupun beliau
jauh namun terasa dekat di hati
Dari tahun 1966 samapai 1982 saya
tak pernah bertemu dengan beliau. Pada 1982 ada rapat PKMI, dan beliau datang.
Pada satu kesempatan Prof.Sulaiman : ”Kalau kami mau, kamu boleh melanjutkan
pendidikan ke Bandung, karena Padang belum diakui sebagai tempat pendidikan
keahlian”.
Oh bagaikan petir di saing
bolong, pucuk dicinta ulam tiba. “Terima kasih banyak prof. Kesempatan seperti
inilah yang sangat saya dambakan”. Betapa tidak, setelah sekian tahun jadi
bebek, dan sering sendirian mengatasi pasien di kamar bersalin dan sectio,
namun tak ada pengakuan, selalu saja dianggap kelas nol. Entah akan sampai
berapa tahun lagi. Nah disaat-saat seperti itulah Prof mengajak saya
melanjutkan pendidikan di Bandung.
Kalaulah di tahun 82 itu Prof tak datang ke Padang, entah bagaimanalah nasib ini. Untuk
kesekian kalinya Prof.Sulaiman saya anggap sebagai penyelamat.
Di Bandunglah
baru saya rasakan suasana dan alam
pendidikan. Selalu saya lihat beliau datang tepat jam 7 pagi, menerima laporan
kami yang jaga malam. Dan pulangnya selalu yang terakhir, itu yang saya alami
selama 2 tahun di Bandung.
Satu hari Prof.Sulaiman jatuh
sakit dan dirawat badannya panas dan sekali-sekali menggigil, terasa sakit di
sekujur tubuh. Waktu bezuk saya pijit-pijit kakinya dan urut punggungnya,
rupanya beliau merasa senang. Lalu disuruh pijit kepalanya saya takut, tapi
saya tak berani menolak. Rupanya beliau senang di pijit. Dalam pijitan dan
usapan itu beliau tertidur. Rutin setiap hari saya datang untuk memijit.
Rumah saya dekat dari Hasan
Sadikin tempat beliau di rawat. Saya tinggal di jalan Kesehatan. Kalau beliau
tak bisa tidur saya di panggil. Dan itu merupakan penghormatan bagi saya dapat
dekat dengan Prof dan dapat sedikit meringankan sakitnya.
Si Ibu orangnya baik sekali.
Setiap kali saya pulang ada-ada saja buah-buahan yang saya bawa pulang. Tentu ini disambut
gembira oleh anak-anak saya. Sehingga kalau saya di rumah anak-anak pada
bertanya. “Papa ndak pergi memijit Prof.Sulaiman?”
Hati saya semakin dekat dengan
beliau. Kalau ada acara pertemuan ilmiah beliau selalu hadir, dan masuk ruangan
sidang lebih awal, duduk di kursi paling depan dan pulangnya paling akhir.
Sifat beliau itulah yang sampai sekarang tak bisa saya tiru. Maafkan kami Prof.
Beliau sering
ke Padang, membina
senter padang
agar bisa diakui jadi pusat pendidikan. Beliau disiplin, tepat waktu, namun juga
pintar membuat lelucon. Satu ketika beliau melucu. Tentang “Kuda ketawa”. Di Thailand, raja melaksanakan sayembara,
siapa yang bisa membuat kuda tertawa, akan dapat hadiah 1000 bath. Setelah
semua pawang dan keahliannya mencoba, ternyata kuda tak kunjung tertawa.
Akhirnya datang Bang Iming. Bang Iming membawa kuda sejenak, tiba-tiba kuda terkekeh-kekeh
tertawa dan bisa menahan gelinya. Bang Iming dapat hadiah 1000 bath. Namun raja
bertanya, apa rahasianya. “Kalau raja
ingin tahu” kata Bang Iming, tambah 1000 bath lagi. Baik kata raja. Saya hanya
berbisik ketelinga kuda itu. ”Punyaku lebih besar dari punyamu”. Kudapun
terkekeh mana mungkin ada yang bisa mengalahkan punyanya. Sedunia orang tahu
bahwa punya kuda sangat besarnya tak mungkin ada yang bisa mengalahkannya, maka
terkekehlah kuda itu tertawa terbahak-bahak.
Setelah bang Iming dapat tambahan
1000 bath lagi. Lalu raja mengumumkan lagi. Siapa diantara kamu yang bisa
membuat kuda menangis. Semua orang pun mencoba tapi tak satupun yang berhasil.
Walaupun diperbagaikan kuda tetap tak menangis. Akhir bang Iming membawa kuda
kebelakang, tiba-tiba kuda itupun menangis terisak dan tersedu-sedu. Bang Iming
pun menang dia berhak dapat 1000 bath. Tapi raja penasaran, kenapa kuda bisa
menangis sampai tersedu-sedu demikian.
Nah bang Iming minta 1000 bath
lagi, rajapun setuju. “Waktu kuda itu saya bawa kebelakang” kata bang Iming.
Saya buka celana, dan saya perlihatkan kepada kuda bahwa punyaku jauh lebih
besar dari punya kuda, kuda sangat terkejut melihat kenyataan itu, lalu dia
menangis tersedu.
Prof.Sulaiman pun terkekeh
terbahak-bahak, dadanya berguncang mukanya merah, hari itu beliau gembira
sekali.
Dikali yang lain
Prof.Sulaiman menghadiri kongres di Palembang.
Selesai upacara pembukaan larut malam beliau
pulang bersama ibu, entah karena kecapaian, beliau tak melihat anak
tangga. Tiba-tiba beliau terjatuh, kebetulan saya tepat berada di belakang
belia. Segera saya rangkul, dan kakinya sedikit lebam. Saya antar beliau ke kamar.
Sebagaimana biasa di kamar beliau minta di pijitan. Saya tahu jatuh pada orang tua
itu menimbulkan rasa nyeri dan sakit. Tapi keluhan itulah yang tak pernah
keluar dari mulut Prof.Sulaiman .
Dalam mengikuti sepanjang kehidupan beliau tak pernah mengeluh. Walaupun itu sakit dan pahit, tapi
tak pernah terbayang dari raut wajahnya..
Prof.Sulaiman izinkan aku
memanggil dengan lidahku ini, menyerumu
maafkan kami engkau telah saksikan bahwa kami selalu berusaha mengenal
dirimu dan meneladanimu tapi inilah yang tak pernah kami bisa. Sekali lagi
maafkan kami Prof…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar