Rabu, 13 November 2013

KENANGAN BERSAMA PROF SULAIMAN SASTRAWINATA


Oleh dr.H.K.Suheimi

Prof.Sulaiman adalah teladanan kedisiplinan, gagah dan perkasa. Sulit menemukan pemimpin seperti beliau. Dipimpinnya sekaligus RS M Djamil dan Fakultas Kedokteran Unand. Beliau menjadi dekan FKUA dan merangkap direktur RS M Djamil.
Suatu hari ditahun 1976 saya masuk Fakultas Kedokteran Unand, ada posma, pada upacara pembukaan posma ini beliau pakai snel jas putih dan panjang dengan lengan panjang. Begitu anggun  dan gagahnya beliau saat itu saya terkesima, oh gagahnya pak dekan dan direktur ini, celoteh saya dalam hati. Beliau membuka acara posma, semua kami terdiam, ruangan menjadi hening dengan jelas dan berwibawa beliau berpidato satu-satu. Tapi ketika baru saja beliau meninggalkan ruang dan kami di serahkan pada senior-senior. Seketika terjadi teriakan yang histeris, kami di serbu, kata-kata yang selama ini tak pernah kami dengar berhamburan, telinga kami jadi pekak, semua senior itu masuk barisan membentak dan menghardik kami di panggkal telinga. Kami disuruh menekur tak boleh melihat. Ketika disuruh mencium bumi, saat itulah membayang wajah Prof. Sulaiman. Oh andaikan beliau ada diruangan ini tentu kami akan di selamatkannya. Mengapa kami ditinggalkan Prof? Senior-senior terlalu jahat. Kami dibawa menghadapi perubahan suasana yang mencekam. Dihati berdo’a kiranya Prof.Sulaiman datang kembali. Itulah perkenalan pertama saya bertemu dan menatap wajah Prof.Sulaiman . Saya rindukan kehadirannya dan saya harapkan kedatangannya.

Dimalam inaugurasi, kebetulan saya jadi king. Dalam acara balas dendam dan terima kasih menjadi hal yang asyik. Dan ketika saya minta prof.sulaiman menari, maka beliaupun ikut menari bersama kami mahasiswa yang belum ada apa-apanya. Sekali lagi salam hormat dan takzim pada beliau.
Dihari Idul Adha kami dikumpulkan boleh bersama-sama Prof.Sulaiman melaksanakan shalat id. Berkumpul ditempat kediaman beliau di RS M DJAMIL berjalan bersama-sama mengumandangkan takbir menuju lapangan imam bonjol. Dan beliau membiarkan dan memberi kesempatan pada saya yang masih ingusan mengumandangkan takbir dan diikuti bersama-sama. Semakinlah kekaguman dan hormat saya pada beliau.
Sesudah itu beliau pindah ke Bandung. Walaupun beliau jauh namun terasa dekat di hati
Dari tahun 1966 samapai 1982 saya tak pernah bertemu dengan beliau. Pada 1982 ada rapat PKMI, dan beliau datang. Pada satu kesempatan Prof.Sulaiman : ”Kalau kami mau, kamu boleh melanjutkan pendidikan ke Bandung, karena Padang belum diakui sebagai tempat pendidikan keahlian”.
Oh bagaikan petir di saing bolong, pucuk dicinta ulam tiba. “Terima kasih banyak prof. Kesempatan seperti inilah yang sangat saya dambakan”. Betapa tidak, setelah sekian tahun jadi bebek, dan sering sendirian mengatasi pasien di kamar bersalin dan sectio, namun tak ada pengakuan, selalu saja dianggap kelas nol. Entah akan sampai berapa tahun lagi. Nah disaat-saat seperti itulah Prof mengajak saya melanjutkan pendidikan di Bandung. Kalaulah di tahun 82 itu Prof tak datang ke Padang, entah bagaimanalah nasib ini. Untuk kesekian kalinya Prof.Sulaiman saya anggap sebagai penyelamat.


Di Bandunglah baru saya rasakan  suasana dan alam pendidikan. Selalu saya lihat beliau datang tepat jam 7 pagi, menerima laporan kami yang jaga malam. Dan pulangnya selalu yang terakhir, itu yang saya alami selama 2 tahun di Bandung.
Satu hari Prof.Sulaiman jatuh sakit dan dirawat badannya panas dan sekali-sekali menggigil, terasa sakit di sekujur tubuh. Waktu bezuk saya pijit-pijit kakinya dan urut punggungnya, rupanya beliau merasa senang. Lalu disuruh pijit kepalanya saya takut, tapi saya tak berani menolak. Rupanya beliau senang di pijit. Dalam pijitan dan usapan itu beliau tertidur. Rutin setiap hari saya datang untuk memijit.
Rumah saya dekat dari Hasan Sadikin tempat beliau di rawat. Saya tinggal di jalan Kesehatan. Kalau beliau tak bisa tidur saya di panggil. Dan itu merupakan penghormatan bagi saya dapat dekat dengan Prof dan dapat sedikit meringankan sakitnya.
Si Ibu orangnya baik sekali. Setiap kali saya pulang ada-ada saja buah-buahan  yang saya bawa pulang. Tentu ini disambut gembira oleh anak-anak saya. Sehingga kalau saya di rumah anak-anak pada bertanya. “Papa ndak pergi memijit Prof.Sulaiman?”
Hati saya semakin dekat dengan beliau. Kalau ada acara pertemuan ilmiah beliau selalu hadir, dan masuk ruangan sidang lebih awal, duduk di kursi paling depan dan pulangnya paling akhir. Sifat beliau itulah yang sampai sekarang tak bisa saya tiru. Maafkan kami Prof.

Beliau sering ke Padang, membina senter padang agar bisa diakui jadi pusat pendidikan. Beliau disiplin, tepat waktu, namun juga pintar membuat lelucon. Satu ketika beliau melucu. Tentang “Kuda ketawa”.  Di Thailand, raja melaksanakan sayembara, siapa yang bisa membuat kuda tertawa, akan dapat hadiah 1000 bath. Setelah semua pawang dan keahliannya mencoba, ternyata kuda tak kunjung tertawa. Akhirnya datang Bang Iming. Bang Iming membawa kuda sejenak, tiba-tiba kuda terkekeh-kekeh tertawa dan bisa menahan gelinya. Bang Iming dapat hadiah 1000 bath. Namun raja bertanya, apa  rahasianya. “Kalau raja ingin tahu” kata Bang Iming, tambah 1000 bath lagi. Baik kata raja. Saya hanya berbisik ketelinga kuda itu. ”Punyaku lebih besar dari punyamu”. Kudapun terkekeh mana mungkin ada yang bisa mengalahkan punyanya. Sedunia orang tahu bahwa punya kuda sangat besarnya tak mungkin ada yang bisa mengalahkannya, maka terkekehlah kuda itu tertawa terbahak-bahak.
Setelah bang Iming dapat tambahan 1000 bath lagi. Lalu raja mengumumkan lagi. Siapa diantara kamu yang bisa membuat kuda menangis. Semua orang pun mencoba tapi tak satupun yang berhasil. Walaupun diperbagaikan kuda tetap tak menangis. Akhir bang Iming membawa kuda kebelakang, tiba-tiba kuda itupun menangis terisak dan tersedu-sedu. Bang Iming pun menang dia berhak dapat 1000 bath. Tapi raja penasaran, kenapa kuda bisa menangis sampai tersedu-sedu demikian.
Nah bang Iming minta 1000 bath lagi, rajapun setuju. “Waktu kuda itu saya bawa kebelakang” kata bang Iming. Saya buka celana, dan saya perlihatkan kepada kuda bahwa punyaku jauh lebih besar dari punya kuda, kuda sangat terkejut melihat kenyataan itu, lalu dia menangis tersedu.
Prof.Sulaiman pun terkekeh terbahak-bahak, dadanya berguncang mukanya merah, hari itu beliau gembira sekali.

Dikali yang lain Prof.Sulaiman menghadiri kongres di Palembang. Selesai upacara pembukaan larut malam beliau  pulang bersama ibu, entah karena kecapaian, beliau tak melihat anak tangga. Tiba-tiba beliau terjatuh, kebetulan saya tepat berada di belakang belia. Segera saya rangkul, dan kakinya sedikit lebam. Saya antar beliau ke kamar. Sebagaimana biasa di kamar beliau minta di pijitan. Saya tahu jatuh pada orang tua itu menimbulkan rasa nyeri dan sakit. Tapi keluhan itulah yang tak pernah keluar dari mulut Prof.Sulaiman .
Dalam mengikuti  sepanjang kehidupan beliau tak pernah  mengeluh. Walaupun itu sakit dan pahit, tapi tak pernah terbayang dari raut wajahnya..

      Prof.Sulaiman izinkan aku memanggil dengan lidahku ini, menyerumu  maafkan kami engkau telah saksikan bahwa kami selalu berusaha mengenal dirimu dan meneladanimu tapi inilah yang tak pernah kami bisa. Sekali lagi maafkan kami Prof…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar