Jumat, 15 November 2013

SUARA HATI


Oleh:dr.H.K.Suheimi
 
Seringkali suara hati kita turut berbicara memberikan informasi yang maha penting dalam menentukan sebuah prioritas. Tetapi seringkali suara hati itu diabaikan oleh kepentingan dan nafsu sesaat atau kepentingan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek, yang justru akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Atau menurut KH. Habib Andan adalah mengambil jalan pintas yang akan mengakibatkan kerusakan di muka bumi.
Kita sering mengangguk-angguk sebagai tanda pengakuan, disadari atau tanpa disadari. Itulah makna dan bukti dari pengakuan manusia, sesuai dengan perjanjian jiwa antara manusia dengan Tuhan, sebelum manusia dilahirkan. Ketika itu jiwa manusia menjawab dan mengakui, “Betul Engkau Tuhan kami.” Jiwa manusia itu mengangguk.
“Hati mengaktifkan nilia-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat, diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani.”
Pada awalnya memberikan pencerahan pikiran dan hati, sehingga seakan-akan kiblat dan prinsip telah berpindah, padahal sebenarnya, apa yang mereka cari saat itu, sangat dekat dengan dirinya sendiri. Sesuatu yang tak terjamah, namun acapkali telah mereka lakukan (ritualnya) dan telah mereka kenal sejak lahir. Suara-suara hati ilahiyah yang fitrah sebagai perwujudan kecerdasan emosi Sang Pencipta yang tak pernah disadari walau sebenarnya berada sedekat urat nadinya. Untuk menjelaskan hal tersebut saya akan menceritakan sebuah perumpamaan yang unik berikut ini. Ada dua ekor ikan yang hidup disebuah kolam yang jernih. Tiba-tiba salah seekor ikan mendengar percakapan dua orang manusia yang berada di pinggir kolam. Mereka membicarakan tentang “air” yang merupakan sumber segala kehidupan. Salah seekor ikan tertarik dengan cerita “air” tersebut kemudian menghampiri ikan lainnya dan mengajukan sebuah pertanyaan: “Saya ingin mencari benda yang bernama air, yang merupakan sumber dari segala kehidupan itu.” Kisah ini bisa menggambarkan bagaimana manusia mencari pengetahuan untuk membimbing keberhasilan, padahal sebenarnya dia memilikinya , yaitu suara hati nuraninya sendiri.
Hati nurani akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat. Artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah radar hati sebagai pembimbingnya.
Kebenaran Islam senantiasa selaras dengan suara hati mausia. Dengan demikian, seluruh ajaran Islam merupakan tuntutan suara hati manusi. Oleh karena itu, memegang teguh kata hati nurani
dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran bawah sadar atau yang lebih dikenal dengan suara hati yang terletak pada God Spot.
Tidakah mereka melakukan perjalanan di muka bumi, seinga mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka merasa, dan mempunyaitelinga yang dengan itu mereka mendengar ? sungguh,bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada dalam (rongga) dadanya.
Q.S. 22 Surat Al Fatihah Hajj (Haji) Ayat 46
Pergunakanlah suara hati anda yang terdalam sebagai sumber kebenarana, yang merupakan karunia Tuha
God-Spot atau fitrah, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas dari belenggu
Kemampuan mengendalikan hati dan pikiran. Meskipun secara fisik ia terbelenggu, namun ia mampu berpikir merdeka. Itulah yang disebut kemerdekaan yang sesungguhnya.
Masih ingatlah anda, cerita tentang Bilal yang ditindih batu besar ditengah padag pasir yang panas, dipaksa agar meninggalkan agamanya ? namun dia tetap bertahan dan hanya berucap: “Ahad … Ahad … Ahad. “ Orang Quraisy itu tidak pernah bisa merampas kemerdeakan hati Bilal, meski Bilal adalah budaknya yang tidak merdeka secara fisik, tetapi Bilal tetap memegang teguh prinsip, mempertahankan keyakinan, apa pun resiko yang akan dihadapinya, termsuk nyawa sekalipun. Bilal melalui kekuatan prinsipnya, mampu mengeluarkan dan memisahkan antara fisik (tubuhnya) yang terbatas dan terbelenggu, dengan hatinya yang bebas merdeka. Batu besar itu memang berhasil menghimpit tubuh kasarnya. Tetapi batu itu tidak mampu menekan jiwanya yang bebas. Bahkan bilal tidak pernah mengizinkan pikirannya sendiri untuk merasa tertekan. Bilal adalah raja atas pikiran dan hatinya sendiri. Ia telah menguasai batinnya. Ia mampu keluar dari dirinya sendiri melihat jasadnya yang dihimpit batu. Inilah makan kata “ahad”, satu prinsip, tidak ada yang lain, bahkan tidak pula untuk jasadnya sendiri.
kita memiliki suatu kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita.
Jalan fitrah adalah suatu tindakan yang dibimbing oleh suara hati. Suara hati ini berasal dari God-Spot.
adaya suara hati manusia. Suara hati itu adalah suara Tuhan yang terekam di dalam jiwa manusia. Karena itu bila manusia hendak berbuat tidak baik, pasti akan dilarang oleh suara hati nuraninya. Sebab Tuhan tidak mau kalau manusia berbuat tidak baik. Kalau manusia tetap mengerjakan, perbuatan yang tidak baik itu, maka suara hatinya akan bernasehat. Dan kalau sudah selesai pasti akan menyesal. Max Scheler mengatakan penyesalan adalah ‘tanda kembali’ kepada Tuhan.Namun ada kalanya suara hati itu tertutup, buta, manusia sering mengabaikan pengakuan ini, yang justru mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam kejahatan, kecurangan, kekerasan, kerusakan, kehancuran (non-fitrah) dan lain hal yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan, atau tidak efektif, serta tidak maksimalnya suatu usaha.
serta tidak memiliki radar hati sebagai pembimbing. Suara hati sebagai pemberi informasi penting. tetapi hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketenteraman batin, ada sesuatu yang hilang.
Prinsip-prinsip yang tidak fitrah umumnya akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah ataupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati dan mengabaikan hati nurani seperti pada contoh di atas, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
Sama sekali bukan! Tetapi hati mereka telah dikuasai oleh apa yang mereka lakukan.
Q.S. 83 Surat Al Muthaffifin (Orang-orang Curang) Ayat 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar