Oleh:dr.H.K.Suheimi
Seringkali suara
hati kita turut berbicara memberikan informasi yang maha penting dalam
menentukan sebuah prioritas. Tetapi seringkali suara hati itu diabaikan oleh
kepentingan dan nafsu sesaat atau kepentingan untuk memperoleh keuntungan
jangka pendek, yang justru akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Atau
menurut KH. Habib Andan adalah mengambil jalan pintas yang akan mengakibatkan
kerusakan di muka bumi.
Kita sering
mengangguk-angguk sebagai tanda pengakuan, disadari atau tanpa disadari. Itulah
makna dan bukti dari pengakuan manusia, sesuai dengan perjanjian jiwa antara
manusia dengan Tuhan, sebelum manusia dilahirkan. Ketika itu jiwa manusia
menjawab dan mengakui, “Betul Engkau Tuhan kami.” Jiwa manusia itu mengangguk.
“Hati
mengaktifkan nilia-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang
kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau
tidak dapat, diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan
semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan
mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan
melayani.”
Pada awalnya
memberikan pencerahan pikiran dan hati, sehingga seakan-akan kiblat dan prinsip
telah berpindah, padahal sebenarnya, apa yang mereka cari saat itu, sangat
dekat dengan dirinya sendiri. Sesuatu yang tak terjamah, namun acapkali telah
mereka lakukan (ritualnya) dan telah mereka kenal sejak lahir. Suara-suara hati
ilahiyah yang fitrah sebagai perwujudan kecerdasan emosi Sang Pencipta yang tak
pernah disadari walau sebenarnya berada sedekat urat nadinya. Untuk menjelaskan
hal tersebut saya akan menceritakan sebuah perumpamaan yang unik berikut ini. Ada dua ekor ikan yang
hidup disebuah kolam yang jernih. Tiba-tiba salah seekor ikan mendengar
percakapan dua orang manusia yang berada di pinggir kolam. Mereka membicarakan
tentang “air” yang merupakan sumber segala kehidupan. Salah seekor ikan
tertarik dengan cerita “air” tersebut kemudian menghampiri ikan lainnya dan
mengajukan sebuah pertanyaan: “Saya ingin mencari benda yang bernama air, yang
merupakan sumber dari segala kehidupan itu.” Kisah ini bisa menggambarkan
bagaimana manusia mencari pengetahuan untuk membimbing keberhasilan, padahal
sebenarnya dia memilikinya , yaitu suara hati nuraninya sendiri.
Hati nurani akan
menjadi pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus
diperbuat. Artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah radar hati
sebagai pembimbingnya.
Kebenaran Islam
senantiasa selaras dengan suara hati mausia. Dengan demikian, seluruh ajaran
Islam merupakan tuntutan suara hati manusi. Oleh karena itu, memegang teguh
kata hati nurani
dengan
memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran bawah sadar atau yang lebih dikenal
dengan suara hati yang terletak pada God Spot.
Tidakah mereka
melakukan perjalanan di muka bumi, seinga mereka mempunyai hati yang dengan itu
mereka merasa, dan mempunyaitelinga yang dengan itu mereka mendengar ?
sungguh,bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada
dalam (rongga) dadanya.
Q.S. 22 Surat Al Fatihah Hajj
(Haji) Ayat 46
Pergunakanlah
suara hati anda yang terdalam sebagai sumber kebenarana, yang merupakan karunia
Tuha
God-Spot atau
fitrah, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang
bersifat merdeka serta bebas dari belenggu
Kemampuan
mengendalikan hati dan pikiran. Meskipun secara fisik ia terbelenggu, namun ia
mampu berpikir merdeka. Itulah yang disebut kemerdekaan yang sesungguhnya.
Masih ingatlah
anda, cerita tentang Bilal yang ditindih batu besar ditengah padag pasir yang
panas, dipaksa agar meninggalkan agamanya ? namun dia tetap bertahan dan hanya
berucap: “Ahad … Ahad … Ahad. “ Orang Quraisy itu tidak pernah bisa merampas
kemerdeakan hati Bilal, meski Bilal adalah budaknya yang tidak merdeka secara
fisik, tetapi Bilal tetap memegang teguh prinsip, mempertahankan keyakinan, apa
pun resiko yang akan dihadapinya, termsuk nyawa sekalipun. Bilal melalui
kekuatan prinsipnya, mampu mengeluarkan dan memisahkan antara fisik (tubuhnya)
yang terbatas dan terbelenggu, dengan hatinya yang bebas merdeka. Batu besar
itu memang berhasil menghimpit tubuh kasarnya. Tetapi batu itu tidak mampu
menekan jiwanya yang bebas. Bahkan bilal tidak pernah mengizinkan pikirannya
sendiri untuk merasa tertekan. Bilal adalah raja atas pikiran dan hatinya
sendiri. Ia telah menguasai batinnya. Ia mampu keluar dari dirinya sendiri
melihat jasadnya yang dihimpit batu. Inilah makan kata “ahad”, satu
prinsip, tidak ada yang lain, bahkan tidak pula untuk jasadnya sendiri.
kita memiliki
suatu kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas
diri kita.
Jalan fitrah
adalah suatu tindakan yang dibimbing oleh suara hati. Suara hati ini berasal
dari God-Spot.
adaya suara hati manusia. Suara hati itu
adalah suara Tuhan yang terekam di dalam jiwa manusia. Karena itu bila manusia
hendak berbuat tidak baik, pasti akan dilarang oleh suara hati nuraninya. Sebab
Tuhan tidak mau kalau manusia berbuat tidak baik. Kalau manusia tetap
mengerjakan, perbuatan yang tidak baik itu, maka suara hatinya akan bernasehat.
Dan kalau sudah selesai pasti akan menyesal. Max Scheler mengatakan
penyesalan adalah ‘tanda kembali’ kepada Tuhan.Namun ada kalanya suara hati itu
tertutup, buta, manusia sering mengabaikan pengakuan ini, yang justru
mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam kejahatan, kecurangan, kekerasan,
kerusakan, kehancuran (non-fitrah) dan lain hal yang pada akhirnya
mengakibatkan kegagalan, atau tidak efektif, serta tidak maksimalnya suatu
usaha.
serta tidak
memiliki radar hati sebagai pembimbing. Suara hati sebagai pemberi informasi
penting. tetapi hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketenteraman batin, ada
sesuatu yang hilang.
Prinsip-prinsip yang tidak fitrah umumnya
akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah ataupun kegagalan
batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara
hati dan mengabaikan hati nurani seperti pada contoh di atas, terbukti hanya
mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
Sama sekali bukan! Tetapi hati mereka telah
dikuasai oleh apa yang mereka lakukan.
Q.S. 83 Surat Al Muthaffifin (Orang-orang
Curang) Ayat 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar