Rabu, 20 November 2013

NYANYIAN DI TAIPEI


 Oleh : Dr.H.K.Suheimi

 Hari ini 2 oktober kami sampai di Taipei, jam menujukkan  pk

10.28  malam  waktu setempat, rupanya waktu  malam  terlalu  lama

sudah  12 jam kami berjalan, dan seharusnya kalu berangakt  senja

hari,  seharusnya  sekarang sudah pagi, tetapi sesampai  kami  di

taipei hari baru menunjukan jam 10.28. Berarti setelah terbang 12

jam seakan-akan baru di hitung 4 jam.

  Untung  toko  sudah pada tutup, kalau  tidak  pasti  ibu-ibu

sudah  menyelonong  kesana  sini beli itu dan  ini,  maklum  hari

terakhir,  uang dollar masih bersisa. Kalau ibu-ibu  pergi  shop­

ping, pastilah bapanya ikut-ikutan, minimal sebagai pengikut yang

setia.  

Salah  seorang teman berciloteh "untung toko tutup sehingga  kita

bisa  duduk santai menunggu dan beristirahat, kalau  tidak  pasti

kita mundar mandir masuk keluar toko". Lalu saya teringat, selama

20  hari dalam perjalanan ini memang ibu-ibu sangat  senang  bila

ada  acara  shopping, bila ada acara masuk keluar  toko.  Kadang-

kadang kalau sampai di suatu tempat rekreasi atau di suatu  taman

yang pantas dan perlu di lihat, tapi kalau di tempat itu ada toko

yang  buka, maka dapat di pastikan waktu lebih banyak di  gunakan

di  dalam toko katimbang di tempat-tempat yang menarik  untuk  di

lihat  dan  di  nikmati. Begitulah selalu.  

  Beberapa  bapak  yang  sempat saya  tanya  :"Pekerjaan  yang

paling berat itu adalah mengiringi para ibu pergi shopping,  baik

di Indonesia apalagi di luar negeri".  "Biarlah saya  mengerjakan

2  sectio atau histerektomi dari pada harus keluar  masuk  toko",

pengakuan  seorang  bapak.  Tapi beda  dengan  ibu-ibu,  walaupun

matanya sudah mengatuk dan tertidur di Bus, tapi bila Bus berhen­

ti  dan  di katakan shopping, maka keletihan  hilang,  mata  yang

tadinya sayu karena menahan kantuk akan bersinar ceria, cemerlang

dan berbinar-binar, mereka bisa berjalan dari pagi sampai  petang

asal keluar masuk toko. Tapi memang mereka pandai berbelanja  dan

tahu  memilih. Setelah belanja masing-masing memperlihatkan  pada

temannya apa yang telah di perdapat dan di peroleh dengan  komen­

tar  yang  bermacam-macam :"Yang ini lho, tak ada  di  Indonesia;

Yang ini lho sudah payah saya mencari baru dsini di temukan,  dan

yang  ini  bagus sekali, disini bagus disana  bagus,  dimana-mana

barangnya bagus, semua buatan luar negeri, bermutu tinggi. Dengan

segala merk yang saya betul-betul tidak tahu. Kalaulah saya  yang

dilepas keluar masuk toko, paling-paling saya binggung dan  pasti

tak  akan  menemukan apa yang di cari dan mungkin  tak  akan  ada

oleh-oleh  yang terbawa pulang. Untunglah ibu-ibu pergi  bersama,

saling  memberi tahu dan saling menemukan mana yang  terbaik  dan

mana  yang langka d Indonesia dan mana yang sedang lagi "In"  dan

lagi mode. Tapi tak seorangpun yang memberi komentar "Barang  ini

murah".  Karena memang berbelanja di Canada atau  Amerika  dengan

  memakai  Dollar  dan kena pajak, kalau di Kurskan ke  dalam  mata

uang  Indonesia  , maka harganya akan tinggi. Tapi  untunglah  ma  

sing-masing ibu-ibu punya credit Card, cukup dengan mengesek atau

mensterika  credit  card, maka semuanya dapat  di  ambil.  Dengan

credit  Card itu lebih meringankan beban suami.  Dengan  demikian

pengetahuan  ibu-ibu  bertambah  dan  belanjaannyapun  meningkat,

sehingga koper besar yang di bawa dari Indonesi masih kempis maka

sampai  di Canada dan Amerika menjadi bunting tua , hamil  Aterm,

ada  koper  itu  yang sudah beranak pinak,  bahkan  adapula  yang

bercucu. Makin hari koper rombongan itu makin bertambah, sehingga

semua  over weight, semua kelebihan muatan dan kelebihan  timban­

gan.  Saya beruntung karena istri saya tahu memilih dan  mengerti

mana yang perlu, dan sayapun banyak tahu sekarang  bermacam-macam

merk dan bermacam-macam harga.

  Kata seorang teman membelinya payah, membawanya repot,  tapi

yang  lebih  letih adalah mengiringi ibu-ibu masuk  keluar  toko.

"Tapi  jangan coba-coba perlihatkan bahwa kita letih,  kita  cape

dan kita bosan, bisa bermacam-macam nanti akibatnya.

  Kembali kenangan saya menerawang ke Singapura, 3 tahun  yang

silam juga ada kongres semacam ini, dan juga ada acara  shopping.

Maka teman saya dr Karjani bersama keluarga juga pergi  shopping.

Sebenarnya  sudah cukap banyak belanja di hari itu,  sehingga  dr

Karjani  keletihan; lalu membiarkan istri belanja di  dalam  toko

dan  beliau  menunggu sambil duduk-duduk di luar toko.  Si  istri

dapat  memilih  sehelai pakain bagus, tapi untuk  membeli  beliau

bertanya  dulu  pada  pak Karjani yang duduk di  luar  toko.  Apa

lacur,  karena  pakaian itu di bawa melewati pintu  keluar,  maka

secara  otomatis alarm di toko itupun berbunyi, polisipun  segera

 tiba,  dan istri dr Karjani di tuduh mencuri baju.  Peraturan  di

jalankan, sang istri di tangkap polisi, tidak ada ampun dan tidak

ada  maaf, harus dibawa di interogasi dan mendekam lebih dulu  di

kantor  polisi, walaupun di katakan bahwa tujuannya membawa  baju

keluar untuk di perlihatkan pada sang suami, tapi polisi singapu­

ra tetap menjalankan peraturan, walaupun sudah dikatakan,  bahawa

kami  dr  Kandungan yang sedang mengikuti kongres,  polisi  tetap

geleng-geleng kepala. Apalah arti baju sehelai, mungkin toko  dan

isinya itupun bisa di beli, tapi nasib menimpa di katakan  penco­

pet di toko singapura. Kebetulan hari itu rombongan harus berang­

kat  pulang  ke  Jakarta, kecuali saya yang  minta  undur  sehari

karena  menunggu pesawat pulang langsung ke Padang. Maka di  hari

Dr  Karjani  di Tahan oleh Polisi,  barang-barannya  terpaksa  di

titipkan  di kamar saya. Oh Bukan barang-barang dr Karjani  saja,

tapi  juga 3 buah koper besar-besar kepunyaan dr Razartwin,  juga

saya tampung untuk di kirimkan Ke Jakarta sedangkan dr  Razartwin

harus  ke Medan.

  Lamunan  saya  terhenti ketika di Bandara Chiang  Kaisek  di

Taipei itu mengalun petikkan gitar yang sangat merdunya,  rupanya

dr Heu yang dari surabaya mengeluarkan gitar yang baru di belinya

di  Montreal.  Alunan  suara gitarnya  sangat  merdu,  acustiknya

sangat  bagus, betapa tidak baru saja di beli dr Heru  seharga  2

Juta  rupiah.  Mahal tapi bagus, di Indonesia belum  masuk  Gitar

yang  seperti  ini kata dr Heru. Dr Herupun  ahli  dalam  memmtik

senar-senar gitar dan mengalunlah lagu demi lagu di malam itu  di

Bandara Chiang Kaisek Taipei.

  Petikan-petikan suara gitar di malam itu mengalun di  lapan­gan  

udara Taipei. Diawali dengan lagu Panjang umurnya karena  di

malam  itu 2 oktober 1994 Hasnah Siregar berulang  tahun,  dengan

cara yang sederhana tapi gembira semua kami membuka mulut,  semua

kami  melantunkan  senandung lagu, lalu beruntun  di  ikuti  oleh

lagu-lagu  yang lain, ternyata banyak permitaan  untuk  lagu-lagu

minang.  Mengalunlah malam itu lagu , Bareh solok,  Kamiri,  ayam

den lapeh , usah di kana juo. Mungki karena lagu minang itu mudah

di mengerti dan enak di dendangkan dan dokter Herupun pas memetik

senar gitar dan iramanya,, jadilah di malam itu lagu-lagu  minang

bergema  dan berirama. Petugas di Airportpun senang, baru  sekali

ini  air  port di gunakan untung bersuka ria  berdendang  gembira

pakai  gitar  segala, sehingga waktu 2 jam  menunggu  di  rasakan

sangat  cepat berlalu, namun kemesraan ini terus dan  akan  tetap

berlanjut.  Ndak tahulah rombongan kali ini dibawa  melucu  semua

bisa  di  bawa bercanda semua ketawa, dan diajak  bergitar  semua

bisa,  sesuai irama dan semua pintar bergaya dan bersuara.  Malam

di  Taipei  bisa di nikmati bersama karena malam  itu  toko  pada

tutup. Coba kalau toko buka, tentu semua ibu-ibu akan masuk toko.

Untunglah  di  malam itu tak satupun orang  berjualan  tidak  ada

sale-sale  sehingga  semua kita bisa berkumpul   dan  semua  bisa

berdendang.

  Saya  pinjam gitar dr Heru dan saya petik  melodi  lagu-lagu

Amerika latin dan lagu-lagu spanyol yang di ajarkan oleh Almarhum

ayah  saya. Ayah saya H Karimuddin adalah salah  seorang  anggota

Symphoni  sebuah  Orkes di kota Padang beliau sering  Muhibah  ke

Malaysia  dan ke tempat-tempat lain. Jiwa seninya  tidak  menurun

kepada  saya, Biolanya yang berkepala manusia dengan  suara  yang

halus,  saya  titipkan di sanggar Asri, karena  saya  tak  begitu

pandai  memainkannya. Cuma beberapa lagu saya pernah di  ajarkan,

dan  ternyata  lagu yang diajarkan beliau itu  saya  petikkan  di

Taipei, dan bisa diikuti oleh banyak orang yang baru kembali dari

Montreal dan di Monteral sendiri, memang lagu-lagu Ameerika latin

dan spanyol yang banyak bergema. Padahal saya tidak pandai bergi­

tar, tapi kawan-kawan mengira saya bisa karena lagu-lagu  spanyol

bisa  saya  melodikan di tengah malam di Taipei. Dan  saya  petik

juga  melalui  Gitar  sebuah kagu kesayangan  :"Jangan  di  tanya

kemana  Ku  pergi".  Melodi ini diiringi bersama  oleh  suara  dr

Biran,Ucke, Heru dan teman-teman lain.

  Memang sebetulnya saya tidak pandai bernyanyi apalagi bergi­

tar, sehingga saya sering di olok-olok oleh Hasnah, :"Si  Suheimi

kalau  orang  berlagu  Inggeris dia diam saja,  tapi  kalau  lagu

Indonesia, mulailah mulutya terbuka, dan kalau lagu minang  baru­

lah dia beruara lantang". Lantas saya jawab :"Jangankan lagu-lagu

bahasa  Inggeris, lagu-lagu Barat, lagu Indonesia sajapun  banyak

saya yang ndak tahu, dan lagu minang yang saya dendangkan  adalah

lagu  yang  baru saya hafal, karena pesan dr muki  hafalkan  lagu

daerah  masing-masing  yang bisa di  dendangkan  bersama.  Memang

dalam tarik suara dan memainkan alat-alat musik saya jauh keting­

galan di bandingkan dengan dr Heru dan Dr Ucke.

  Kegembiraan  kami  terhenti ketika  datang  pengumuman  dari

petugas, semua penumpang tujuan Singapura di persilahlan  menaiki

pesawat Eva Air, dengan rasa berat kami tinggalkan Bandara Chiang

Kaisek  di  Taipei dengan segala kenangan  dan  kegembiraan,  dan

kamipun di salami oleh petugas, di remasnya tangan kami erat-erat

dan  dari  mulutnya terucap kata-kata :"Kamsia".  Diruang  tunggu

dalam masa penantian tak terasa lama karena setiap detik waktunya

kami  manfaatkan  dengan sebaik-baiknya dalam acara  bersama  dan

kebersamaan.  seakan-akan  di malam itu  adalah  merupakan  malam

terakhir  kami  bersama, malam terakhir kami berdendang  ria  dan

malam  terakhir bersenda ria. Esok kami akan sampai  di  Indonsia

dengan  tugas  masing-masing, saya ucapkan :"  Bapisah,  bukannyo

bacarai". Tak ada pertemuan yang tidak di akhiri dengan  perpisa­

han.  Kami  langkahkan kaki menuju pintu pesawat yang  malam  itu

juga  membawa kami terbang ke Singapura. Dan setiap ke  gembiraan

saya  teringat akan sebuah firman suci-Nya dalam Al-Qur'an  surat

At  Taubah ayat 111 :  "Sesungguhnya Allah telah membeli dari  ma

sing-masing mukmin diri dan harta mereka degan memberikan  syorga

untuk  mereka.  Mereka berperang pada jalan Allah ,  lalu  mereka

membunuh   atau  terbunuh  (itu telah menjadi) janji  yang  benar

dari  Allah  di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an.  Dan  siapakah

yang  lebih  menepati  janjinya (selain) dari  pada  Allah?  Maka

bergembiralah  dengan jual beli yang telah kami lakukan itu,  dan

itulah kemenangan yang benar".



Taipei  2 Oktober 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar