Oleh :Dr.H.K.suheimi
Ringgo adalah anjing kesayangan kami, mulai
dari anak-anak
sampai ke nenek-nenek sayang padanya, karena
bulunya yang panjang
dan lebat, lebat dan berkilat. Larinya
cepat, kata anak-anak
bagaikan kilat, lebih-lebih kalau dia
melompat, setiap makanan
yang lemparkan langsung di sikat. Ringgo adalah
hasil perkawinan
antara anjing Peking si putih dengan
pejantannya anjing dokter
Yusril si victor. Nama anjingpun sekarang
banyak yang canggih-
canggih, ada oscar, bravo, victor, hugo dan rambo
serta berbagai-
bagai nama di peruntukkan baginya,
begitu pula anak-anak saya
memberi nama Ringgo untuk anjing kesayangannya,
memang tidak ada
aturan dalam memberi nama-nama
untuk anjing. Mungkin karena
keturunan anjing peking, maka si Ringgo ini
kakinya pendek dan
bulunya tebal, alis matanyapun
demikian. Dia bertumbuh dan
berkembang demikian cepat karena mulai dari
pembantu sampai semua
yang ada diatas rumah memberinya makan, mulai dari
sisa susu bayi
yang berlebih sampai kepada makanan pasien yang tak habis se
muanya disantap dengan lahap oleh si Ringgo.
Mungkin karena nafsu
makannya kuat, maka semua yang nampak
disapu habisnya sampai
licin tandas. Semua penghuni rumah
betul-betul memanjakannya,
tampaknya m anjanya itu terlalu berlebih-lebihan,
sehingga kalau
nampak si Ringgo bergaul dan bermain dengan anjing
kampung, lalu
anjing kampung di usir dan si Ringgopun
disuruh pulang, sampai-
sampai keluar pagarpun si Ringgo tak
dibenarkan. Selalu dia di
cekal (cegah tangkal) jangan sampai keluar
pekarangan. Sebetulnya
si Ringgo juga kepingin bermain dengan
tetangga sebelah, tapi
selalu di halangi, dan sering si Ringgo
menyalak-nyaak dan men
dongkakkan kepalanya, walaupun dia terikat oleh
rantai.
Tampaknya perhatian yang penuh dan rasa
sayang yang berle
bih-lebihan ini juga tak baik baginya,
sehingga si Ringgo tidak
begitu kenal dengan lingkungannya dan tidak
begitu awas menjaga
keselamatan dirinya, sampai terjadilah bencana
itu.
Disuatu subuh, Ringgo terlepas, dia
melompati pagar lalu
lari ke jalan, tiba-tiba terdengar suara rem dari
truk fuso yang
sedang berlari kencang. Tabrakkan tak dapat di
hindarkan. Ringgo
tergilas, kepalanya pecah, benaknya
berceceran dijalan, darah
berserakkan. Sebentar dia menggelepar kemudian
diam untuk selama-
lamanya. Subuh itu nyawanya pergi
keketiadaan, dia telah tiada,
dia telah pergi untuk selama-lamanya dan tak
akan kembali lagi.
Kami terkejut, tak di sangka-sangka dan tak di
nyana, anjing yang
lincah dan manja, anjing kesayangan seluruh
keluarga, anjing yang
selalu mendatangkan suka dan ceria karena ke
tangkasan dan kecer
iaannya. Sekarang ajing itu telah pergi, dia
telah tiada, yang
tinggal bangkainya hancur dan sebentar lagi akan
membusuk. Dengan
rasa duka yang dalam Ringgo kami
kuburkan di belakang rumah
sambil menancapkan patahan bunga puding diatasnya,
sebagai tanda.
Beberapa minggu kemudian bunga puding
itupun kembali berdaun
dengan rimbun dan nampak lebih semarak, dan apa
yang di tanam di
dekat batang puding itupun tumbuh dan berkembang
subur.
Menyaksikan tanah tempat tumbuhnya bunga yang
mekar dan ber
bauharum itu, saya coba
merenung. Beberapa minggu yang lalu
kedalam tanah itu saya kuburkan
bangkai anjing yang berdarah-
darah, remuk kepalanya dan pasti
dia membusuk. Bangkai yang
dimasukkan kedalam tanah serta semua yang
busuk-busuk di kuburkan
serta semua sampah-sampah ditimbunkan ke dalam
tanah, namun tanah
yang menerima itu tak pernah marah,
tak pernah gusar dan tak
pernah mengomel, semua di terimanya dengan pasrah,
bahkan ditem
pat mana bangkai itu masuk, disana pula tumbuh
bunga. Ditempat
mana sampah dan segala yang busuk-busuk di
tanamkan, disana pula
tumbuh pohon nan rindang. Tanah selalu
membalas keburukkan dan
kebusukkan dengan menerbitkan dan
menumbuhkan pohon-pohon dan
buah-buahan berharga diatasnya. Demikian mulianya
bumi dan tanah
yang selalu membalas kebusukkan dan ke burukkan
dengan kebaikkan
dan keharuman. Dari tanah tumbuh segala yang baik,
yang harum dan
yang bermanfaat. Dirobahnya segala
yang tidak perlu dan tidak
bermanfaat menjadi barang yang berguna dan
bernilai tinggi.
Perhatikan jugalah tatkala cuaca jelek, guruh, petir, hali
lintar seakan-akan marah. Semua kemarahan itu
dengan mudah dita
war oleh tanah, kelebihan muatan
listrik yang ada dalam awan,
guruh dan kilat yang sambar menyambar dengan
sekejap dapat dire
dakan oleh bumi. Untuk menjinakkan semua itu cukup
dengan membe
namkan seutas kawat ke Bumi, Bumi akan
meredam semua kemarahan
itu.
Mengapa Bumi dapat menenangkan dan meredam serta
menetrali
sir semua gejolak dan kemarahan? Agaknya
karena Bumi itu sabar,
mau menerima dan mendengarkan, karena Bumi tidak
pemarah, karena
Bumi dan tanah itu tempatnya paling di bawah
dan paling rendah,
walaupun dia di injak-injak di cangkul dan di
rusak, selalu saja
dia membalas dengan kebaikkan. Karena kesediaannya
menjadi orang
di bawah, bersedia sebagai tempat luapan
kemarahan, menanggung
yang buruk-buruk lalu menggantinya degan
sesuatu yang baik dan
berguna. Sering kita lihat orang yang di
bawah menjadi bulan-
bulan, sebagai tempat tumpuan
dan pelepas luapan emosi dari
orang-orang yang berada
diatasnya. Tapi sesungguhnya dia di
butuhkan oleh atasan sebagai penyalur
untuk menetralkan serta
meredam emosi yang sedang meledak bergejolak. Dia
dibutuhkan dan
dia diperlukan sekalipun dia sering
dimarahi dan ditumpukkan
semua yang buruk-buruk padanya. Dia
bagaikan tanah dan bumi.
Karena dia sabar, tawakal dan
pasrah. Sabar itu pahit, tapi
buahnya manis, sabar untuk sesaat, kesenangan untuk
selamanya.
Dan saya teringat akan petuah guru saya.
Sabarlah, sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan
bersdabar serta memaaf
kan jauh lebih baik daripada
membalas. Untuk semua itu saya
teringat akan sebuah firman suci_Nya dalam
Al-Qur'an surat Asy
Syuura ayat 39-40: Dan bagi orang-orang yang
apabila mereka di
perlakukan dengan zalim mereka membela diri.
Dan balasan satu kejahatan adalah
kejahatan yang serupa, maka
barang siapa memaafkan dan berbuat dan
berbuat baik, maka paha
lanya
atas Allah, sesungguhnya dia tidak menyukai
orang-orang
yang zalim".
Surat Al_Baqarah ayat 155 :"Dan sungguh
akan kami berikan
cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan.Dan berikanlah berita
gembira kepada
orang-orang yang sabar".
B. Tinggi
25 Januari 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar