Jumat, 15 November 2013

RINGGO



Oleh :Dr.H.K.suheimi

Ringgo  adalah anjing kesayangan kami, mulai dari  anak-anak

sampai ke nenek-nenek sayang padanya, karena bulunya yang panjang

dan  lebat,  lebat dan berkilat. Larinya  cepat,  kata  anak-anak

bagaikan  kilat, lebih-lebih kalau dia melompat,  setiap  makanan

yang lemparkan langsung di sikat. Ringgo adalah hasil  perkawinan

antara  anjing Peking si putih dengan pejantannya  anjing  dokter

Yusril  si victor. Nama anjingpun sekarang banyak  yang  canggih-

canggih, ada oscar, bravo, victor, hugo dan rambo serta berbagai-

bagai  nama  di peruntukkan baginya, begitu pula  anak-anak  saya

memberi nama Ringgo untuk anjing kesayangannya, memang  tidak ada

aturan  dalam  memberi  nama-nama untuk  anjing.  Mungkin  karena

keturunan  anjing peking, maka si Ringgo ini kakinya  pendek  dan

bulunya  tebal,  alis  matanyapun  demikian.  Dia  bertumbuh  dan

berkembang demikian cepat karena mulai dari pembantu sampai semua

yang ada diatas rumah memberinya makan, mulai dari sisa susu bayi

yang  berlebih sampai kepada  makanan pasien yang tak  habis  se­

muanya disantap dengan lahap oleh si Ringgo. Mungkin karena nafsu

makannya  kuat,  maka semua yang nampak  disapu  habisnya  sampai

licin  tandas.  Semua penghuni rumah  betul-betul  memanjakannya,

tampaknya m anjanya itu terlalu berlebih-lebihan, sehingga  kalau

nampak si Ringgo bergaul dan bermain dengan anjing kampung,  lalu

anjing  kampung di usir dan si Ringgopun disuruh pulang,  sampai-

sampai  keluar pagarpun si Ringgo tak dibenarkan. Selalu  dia  di

cekal (cegah tangkal) jangan sampai keluar pekarangan. Sebetulnya

si  Ringgo  juga kepingin bermain dengan tetangga  sebelah,  tapi

selalu  di halangi, dan sering si Ringgo menyalak-nyaak dan  men­

dongkakkan kepalanya, walaupun dia terikat oleh rantai.

Tampaknya  perhatian yang penuh dan rasa sayang yang  berle­

bih-lebihan  ini juga tak baik baginya, sehingga si Ringgo  tidak

begitu  kenal dengan lingkungannya dan tidak begitu awas  menjaga

keselamatan dirinya, sampai terjadilah bencana itu.

Disuatu  subuh,  Ringgo terlepas, dia melompati  pagar  lalu 

lari ke jalan, tiba-tiba terdengar suara rem dari truk fuso  yang

sedang berlari kencang. Tabrakkan tak dapat di hindarkan.  Ringgo

tergilas,  kepalanya  pecah, benaknya berceceran  dijalan,  darah

berserakkan. Sebentar dia menggelepar kemudian diam untuk selama-

lamanya.  Subuh itu nyawanya pergi keketiadaan, dia telah  tiada,

dia  telah pergi untuk selama-lamanya dan tak akan kembali  lagi.

Kami terkejut, tak di sangka-sangka dan tak di nyana, anjing yang

lincah dan manja, anjing kesayangan seluruh keluarga, anjing yang

selalu mendatangkan suka dan ceria karena ke tangkasan dan kecer­

iaannya.  Sekarang ajing itu telah pergi, dia telah  tiada,  yang

tinggal bangkainya hancur dan sebentar lagi akan membusuk. Dengan

rasa  duka  yang  dalam Ringgo kami kuburkan  di  belakang  rumah

sambil menancapkan patahan bunga puding diatasnya, sebagai tanda.


Beberapa  minggu  kemudian bunga puding  itupun  kembali  berdaun

dengan rimbun dan nampak lebih semarak, dan apa yang di tanam  di 

dekat batang puding itupun tumbuh dan berkembang subur.

Menyaksikan tanah tempat tumbuhnya bunga yang mekar dan  ber 

bauharum  itu,  saya  coba merenung. Beberapa  minggu  yang  lalu

kedalam  tanah  itu saya kuburkan bangkai anjing  yang  berdarah-

darah,  remuk  kepalanya  dan pasti dia  membusuk.  Bangkai  yang

dimasukkan kedalam tanah serta semua yang busuk-busuk di kuburkan

serta semua sampah-sampah ditimbunkan ke dalam tanah, namun tanah

yang  menerima  itu tak pernah marah, tak pernah  gusar  dan  tak

pernah mengomel, semua di terimanya dengan pasrah, bahkan  ditem­

pat  mana bangkai itu masuk, disana pula tumbuh  bunga.  Ditempat

mana sampah dan segala yang busuk-busuk di tanamkan, disana  pula

tumbuh  pohon nan rindang. Tanah selalu membalas  keburukkan  dan

kebusukkan  dengan  menerbitkan dan menumbuhkan  pohon-pohon  dan

buah-buahan berharga diatasnya. Demikian mulianya bumi dan  tanah

yang selalu membalas kebusukkan dan ke burukkan dengan  kebaikkan

dan keharuman. Dari tanah tumbuh segala yang baik, yang harum dan

yang  bermanfaat.  Dirobahnya segala yang tidak perlu  dan  tidak

bermanfaat menjadi barang yang berguna dan bernilai tinggi. 

Perhatikan jugalah tatkala cuaca jelek,  guruh, petir, hali­

lintar seakan-akan marah. Semua kemarahan itu dengan mudah  dita­

war  oleh  tanah, kelebihan muatan listrik yang ada  dalam  awan,

guruh dan kilat yang sambar menyambar dengan sekejap dapat  dire­

dakan oleh bumi. Untuk menjinakkan semua itu cukup dengan  membe­

namkan  seutas kawat ke Bumi, Bumi akan meredam  semua  kemarahan

itu.

Mengapa Bumi dapat menenangkan dan meredam serta  menetrali­

sir  semua gejolak dan kemarahan? Agaknya karena Bumi itu  sabar,

mau menerima dan mendengarkan, karena Bumi tidak pemarah,  karena

Bumi  dan tanah itu tempatnya paling di bawah dan paling  rendah,

walaupun dia di injak-injak di cangkul dan di rusak, selalu  saja

dia membalas dengan kebaikkan. Karena kesediaannya menjadi  orang

di  bawah, bersedia sebagai tempat luapan  kemarahan,  menanggung

yang  buruk-buruk lalu menggantinya degan sesuatu yang  baik  dan

berguna.  Sering kita lihat orang yang di bawah   menjadi  bulan-

bulan,  sebagai  tempat  tumpuan dan pelepas  luapan  emosi  dari

orang-orang  yang  berada  diatasnya. Tapi  sesungguhnya  dia  di

butuhkan  oleh  atasan sebagai penyalur untuk  menetralkan  serta

meredam emosi yang sedang meledak bergejolak. Dia dibutuhkan  dan

dia  diperlukan  sekalipun dia sering  dimarahi  dan  ditumpukkan

semua  yang  buruk-buruk padanya. Dia bagaikan  tanah  dan  bumi.

Karena  dia  sabar,  tawakal dan pasrah. Sabar  itu  pahit,  tapi

buahnya  manis,  sabar untuk sesaat, kesenangan untuk  selamanya.

Dan  saya teringat akan petuah guru saya. Sabarlah,  sesungguhnya

Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan bersdabar serta memaaf­

kan  jauh  lebih  baik daripada membalas. Untuk  semua  itu  saya

teringat  akan sebuah firman suci_Nya dalam Al-Qur'an  surat  Asy

Syuura  ayat 39-40: Dan bagi orang-orang yang apabila  mereka  di

perlakukan dengan zalim mereka membela diri.

Dan  balasan  satu kejahatan adalah kejahatan yang  serupa,  maka

barang  siapa memaafkan dan berbuat dan berbuat baik, maka  paha­

lanya   atas Allah, sesungguhnya dia tidak  menyukai  orang-orang

yang zalim".

Surat  Al_Baqarah ayat 155 :"Dan sungguh akan  kami  berikan 

cobaan  kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,  kekurangan

harta, jiwa dan buah-buahan.Dan berikanlah berita gembira  kepada

orang-orang yang sabar".

B. Tinggi  25 Januari 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar