Oleh : Dr. H.K.Suheimi
Sayur yang berulat tidak laku,
kalaupun di beli harganya
murah.
Kadang-kadang sayur berulat ini hanya di berikan
pada
binatang.
Sering sayur berulat ini jadi sampah dan di campakkan.
Orang akan
memilih sayur yang mulus, yang subur dan yang besar-
besar. Lalu
timbul pernyataan; "Sayur berulat harus disingkirkan
dan tidak baik
untuk di makan". Pernyataan ini mengundang pertan
yaan,
apakah memang demikian?.
Waktu saya dengar kuliah subuh dari pakar dan
ketua konsumsi
makanan
seluruh Indonesia dan juga ahli gizi. ternyata beliau
berpendapat
lain. Kalau
boleh, kata beliau dalam acara Hikmah
Fajar melalui
RCTI. "Saya akan
menganjurkan, pilihlah sayur yang
ada
ulatnya, atau tampak daunnya robek bekas di makan
ulat".
Mula-mula saya
kaget akan pernyataan itu, karena selama ini saya
selalu
memusuhi ulat dan jijik melihat ulat dan
berpandangan
jelek
terhadap ulat. Tapi di
pagi ini ketika saya mendapat per
nyataan
dan anjuran dari pakar gizi Dengan alasan, pada sayur
yang ada
ulatnya berarti disayur itu ulat bisa hidup, dan ulat
yang
mamakan sayur itu tidak mati atau tidak sakit. Jadi
ulat
dapat
dijadikan sebagai ukuran, bahwa sayur atau buah=buahan itu
baik dan
layak untuk di makan. Karena pada sayuran yang mulus,
yang
rancak dan kelihatan besar-besar dan gemuk, ulat tak
mau
mampir
dan memakan sayur itu mungkin karena sayur itu terlalu
banyak
di sirami peptisida. Dan sayur yang mengandung peptisida
tak akan di
sentuh oleh ulat.
Ulat dengan nalurinya menjauh dan menghindar
dari peptisida.
Siapa
tahu sayur yang demikian mengandung kadar peptisida yang
tingi. Dan
kita tahu peptisida adalah racun, akan meracuni semua
organ tubuh
dan merupakan zat carsino genik atau merangsang
terjadinya
penyakit kanker. Semua orang ingin menghindar dari
kanker
dan menghindar dari keracunan dan menjauh dari kemungki
nan-kemungkinan
itu dengan menjauhi diri dari makanan yang berma
cam-macam.
Secara alamiah
ulat jadi petunjuk bahwa sayur atau buah aman
untuk
dimakan, dengan melihat ulat memakan dan hidup diatasnya.
Pada
sayur yang begini tugas kita hanya menyingkirkan ulat dan
mengambil
daunnya yang masih baik. Karena di lapisan dalamya akan
ada daun-daun
yang lebih segar dan baik. Mendengar penuturan yang
demikian, saya
jadi termenung dan tercenung. Ulat yang selama ini
saya benci dan saya jijik, rupanya perlu dan di butuhkan.
saya benci dan saya jijik, rupanya perlu dan di butuhkan.
jadi tolok ukur dalam kita memilih
sayuran dan makanan.
Karena dizaman
sekarang ini kita sukar dan sulit sekali
memilih
makan segar
sehat dan menyehatkan. Makanan kita sudah banyak yang
terkontaminasi,
makanan kita sudah banyak yang tercemar.
Kalau dulu sayur-sauran di tanam jauh di
puncak gunung, tapi
kini
sayur dan tanaman banyak ditanam orang di pinggir jalanan.
Di pinggir
jalan banyak mobil bersileweran, dan setiap mobil yang
lewat
mengeluarkan zat beracun dan carbon monoksida.
Berarti
setiap
detik sayur di pinggir jalan itu di sirami oleh knalpot
mobil
yang lewat. Zat-zat kotor dan
beracun ini menempel pada
daun sayur. lantas daun ini pula yang di makan.
Jadi kalau dapat memilih , kata
pakar gizi itu. Pilihlah
sayuran
pegunungan, yang di tanam dengan pupuk alamiah
pupuk
kandang atau
dari sisa-sia dan tahi hewan hewan.
Maka di
toko-toko besar di luar negeri sayur dengan cap
alamiah ini lebih mahal dan jadi rebutan. Bentuknya tidak begitu
besar
dan warnanyapun sedikit pucat, namun dia alami. Seperti
kata istri
saya sewaktu membeli sayur kangkung. Lebih enak membe
li
kangkung yang batangnya kurus dan kecil dari pada
kangkung
yang
batang nya besar. Yang halus ini memang telah
terseleksi
oleh alamiah, sedangkan yang besar-besar itu telah
di beri tamba
han
macam-macam zat, atau semacam rekayasa. Jadi kalau
boleh
memilih, kata
istri saya, kita cari juga yang alamiah terseleksi,
biar
agak mahal sedikit. Sebagaimana ayam kampung dan telurnya,
walaupun
kecil dan lebih mahal, namun saya lebih suka, katanya
lagi. Back to natural.
Di pagi subuh ini saya merenung,
rupanya binatang-binatang
yang saya
jijik dan benci, ternyata bermanfaat dan menolong manu
sia untuk
mendeksi apakah makanan baik untuk manusia atau tidak.
Memang ilmu menggunakan dan minta
tolong pada binatang ini
sejak
dulu telah di kembangkan, dan orang banyak bertanya dan
berpedoman
pada binatang. Seperti di Rusia, orang menggunakan
lalat, lalat
mempunyai penciuman yang tajam untuk mendeksi bau di
udara. Lalat
ini di bawa ke dalam tambang-tambang, untuk mendeksi
apakah
di dalam tambang ada gas beracun. Lalatlah nanti
yang
memberikan
sinyal memalui elektrode yang di pasang di kepalanya,
bahwa
disatu tempat ada gas beracun yang tak di ketahui
oleh
manusia,
sehingga manusia terhindar dari menghirup gas beracun.
Orang Amerika bertanya kepada bubur
(ubur-ubur) laut yang
punya selaput
yang sangat tipis yang dapat meramalkan apakah satu
daerah akan
dilanda topan atau badai. Karena sealput membran yang
ada pada
lapisan ubur-ubur laut dapat mendeteksi perubahan atau
getaran
yang terjadi di permukaan laut. Sehingga manusia dapat
menghindar dan
menyelamatkan diri kalau jauh sebelumnya di keta
hui satu
daerah akan dilanda bencana.
Manusiapun mempergunakan belalang
untuk mengetahui dan
meramalkan
akan terjadi gempa di satu daerah. Karena sistem saraf
yang ada
dikaki belalang dapat mengetahui apakah ada peregerakan
yang
halus di bawah kulit bumi sana, sehingga dengan cara demi
kian dapat di
tentukan daerah tertentu akan di landa gempa.
Dengan melihat dan dengan
mengamati perangai binatang,
sering orang
tua, memberikan petuah akan gejala-gejala alam yang
terjadi. Kalau
ada ular yang masuk kampung atau ada binatang buas
turun dari
gunung, maka kata tetua, gunung akan meletus.
Begitulah alam
dan segenap isinya memberikan tanda-tanda dan
gejala,
tinggal kita mengamati tanda dan gejala itu. Cuma sering
kita lalai dan
terlupa akan peringatan=peringatan alam yang jauh
sebelumnya
telah melihatkan tanda-tanda dan gejala. Dianjurkan
kita membaca
dan belajar dari gejala alam, karena alam ini adalah
ayat_Nya,
dan alam tunduk pada sunnah_Nya. Perintah untuk kita
pelajarilah
Sunnatullah, dari sana kita akan mengerti dan tahu
serta akan
selamat di dunia atau di akhirat.
Dan pagi ini saya dapat
pengalaman berharga. Ulat yang
memakan sayur,
berarti sayur itu belum tercemar oleh racun pepti
sida. Ah
macam-macam saja, "nan alun diliek lah diliek, nan alun
di danga
lah tandanga. Alam takambang di jadikan guru". Memang
Tuhan
tidak sia-sia dalam menjadikan sesuatu untuk jadi iktibar
untuk di petik
pelajaran oleh manusia.
Adat kitapun menuntun yang bak kian; Pandai melihat
bukit di
balik
pandakian. Pandangan jauh ke depan. Jauh dapek di jalang
hampie
dapat disilau, babunyi dapek di caliek, badabua
ombak
dapek diliek
pasienyo.
Untuk semua itu saya teringat akan
sebuah Firman Suci_Nya
\dalam
Al_Qur'an surat Al Baqarah ayat 26
:
"
Sesungguhnya Allah tidak merasa malu memberi perumpamaan
apa
saja, seperti nyamuk atau yang lebih kecil lagi.
Adapun
orang-orang
beriman mengetahui bahwa itulah kebenaran dari Tuhan
mereka. adapun
orang yang kafir berkata "Apakah yang di kehendaki
Allah dari
perumpamaan ini?" Dengan perumpamaan ini banyak orang
yang di
sesatkan dan banyak pula orang yang di
beri_Nya hidayah;
dan Allah
tidak membiarkan kesesatan dengan ini, melainkan orang-
orang yang
fasik(durhaka)
P a d a n
g 25 Januari 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar