Jumat, 15 November 2013

S E H A T



Oleh: Dr.H.K.Suheimi

  Seseorang  dikatakan sehat adalah apabila dia sehat fisik  ,
sehat  mental, sehat sosial dan hidup produktif serta  menghasil­
kan.  Semua  makhluk  hidup yang sehat  selalu  berproduksi,  dan
pertanda  bahwa dia hidup, dia menghasilkan sesuatu.  Perhatikan­
lah,  setiap kali kita bangun pagi  dan setiap kali kita  menatap
pohon kayu, apa yang diajarkannya? dan apa yang dapat kita  petik
dari pohon itu?. Ialah setiap pagi ada saja tunas baru dan  pucuk
yang  baru menyembul. Artinya setiap pagi pohon itu   memproduksi
dan  menghasilkan tunas baru. Itu pertanda dia hidup  dan  sehat,
sehingga dia selalu menghasilkan sesuatu. Tapi begitu  pada suatu
pagi  pohon  itu tidak lagi menghasilkan   tunas,  maka  seminggu
kemudian pohon itupun akan layu, daunnya berguguran, akhirnya dia
mati lalu tumbang.
  Bagi pohon yang tak lagi betunas ini, dan bagi manusia  yang
tak  produktif  dan tak menghasilkan ini; pepatah  minang  dengan
sangat  halus  menyindirnya. "Dari pada hidup  bercermin  bangkai
lebih  baik  mati berkalang tanah".
  Orang  yang hidup tapi tidak menghasilkan apa-apa,  bagaikan
bangkai,  sebetulnya dia sudah mati. Hidupnya sama  dengan  tidak 
nya. Masuknya tidak menggenapkan, keluarnya tidak  mengganjilkan.
Adanya  sama dengan tidaknya. Bak antimun bungkuk,  masuk  karung
ada, masuk hitungan tidak. Tidak diperhitungkan karena tidak  ada
nilainya,  tidak  berarti  karena tidak  menghasilkan  dan  tidak
produktif. Maka orang sehat adalah orang yang harus produktif dan
menghasilkan.  Orang  beragama selalu mengharapkan  agar  manusia
itu  sehat  walafiat. Sehat organ tubuhnya dan  sehat  rohaninya,
sehingga rohani itu bisa terbangun dan "bangunlah jiwanya bangun­
lah  badannya, untuk Indonesia Raya" syair lagu kebangsaan  kita.
Ada ungkapan yang sering di ulang-ulang "Didalam tubuh yang sehat
terdapat fikiran yang waras".
  Karena  orang  sehat itu harus produktif,  maka  dia  selalu
berhitung dalam setiap waktu yang di pakainya, apakah dia  merugi
atau beruntung. Karena orang yang rugi adalah orang yang waktunya
berlalu  tapi  imannya tidak bertambah. Orang  yang  rugi  adalah
orang yang waktunya berlalu tapi amalnya tidak bertambah .  Orang
yang  rugi adalah orang yang waktunya berlalu  tapi  kebenarannya
tak bertambah.  Orang yang rugi adalah orang yang waktunya berla­
lu tapi kesabarannya tak bertambah. Biarlah dia rugi uang, karena
uang  dapat  di cari dan kalau hilang bisa di  ganti.  Tapi  bila
waktu  yang  hilang,  dia akan berlalu dan tak  akan  mungkin  di
ganti. Maka dia akan meratap bila ada detik-detik waktunya berla­
lu tanpa arti.
  Waktu bagaikan pedang kata Saidina Ali. Dia memenggal umurmu
tanpa  terasa dan tanpa disadari. Tiba-tiba umur kita telah  ter­
penggal  50  %,  75 %. Tinggal sisa hidup yang  akan   dan  pasti 
menemui mati entah pabila dan entah kan dimana.
  Orang beruntung adalah orang-orang yang  beriman dan  orang-
orang  beramal saleh. Kalaulah Iman merupakan garis  tegak  lurus
atau  vertikal atau hablumminallah, dan amal saleh,  ialah  kerja
yang  bermanfaat, hubungannya langsung dengan manusia,  hablummi­
nannas merupakan garis yang mendatar atau horizontal. Maka  orang
yang  beriman  dan  beramal saleh sekali  gus  mendapatkan  garis
vertikal  dan  garis horizontal. Jika kedua  garis  vertikal  dan
horizontal ini di gabung akan terbentuklah tanda tambah.  Sehinga
orang yang beriman dan beramal saleh setiap detiknya akan  menda­
pat nilai tambah. Atau perbuatannya selalu positif. Karena setiap
detik dia dapat nilai tambah atau senantiasa dapat  insentif atau
dapat  pahala.  Maka  dialah orang yang beruntung  di  dunia  dan
akhirat. Detik-detik hidupnya berlalu dengan detik-detik amal dan
ibadah. Orang yang beruntung Firman Tuhan adalah orang-orang yang
selalu  membersihkan dirinya dan dan selalu ingat  akan  Tuhannya
dan  mendirikan  Shalat. Karena setiap manusia  senantiasa  dalam
keadaan resah dan gelisah, kecuali mereka yang shalat. Dan  dalam
shalat  itu  sendiri mulai dari tata cara  beruduk  sampai  denga
semua gerakkannya adalah menunjang untuk kesehatan bagi si  pela­
kunya.  Karena  itu  dalam kitab suci, ajaran  agar  kita  saling
berpesan untuk tabah dan sabar di kaitkan dengan peringatan waktu
yang dipakai.
  Karena  itu, sepanjang ajaran Al_Qur'an, jaminan  keunggulan
dan  superioritas,  termasuk kemenangan dan kesuksesan,  akan  di
karuniakan   Allah  kepada  mereka  yang  beriman   dan   berilmu
(Q,58:11).  Beriman berarti mempunyai orientasi  Ketuhanan  dalam
hidupnya, dengan menjadikan perkenan Tuhan sebagai tujuan  segala
kegiatannya.  Dan berilmu, berarti mengerti ajaran secara  benar,
dan  memahami lingkunagn hidup dimana ia berkiprah  sebagai  ilmu
yang di karuniakan Tuhan.

 Iman saja memang cukup untuk membuat orang berkiblat kepada
kebaikkan dan mempunyai "Iktikad baik". Tapi Iman tidak melengka­
pinya dengan kecakapan dalam bagaimana melaksanakan semuanya ini.
Jadi  tidak  menjamin kesuksesan. Sebaliknya ilmu  saja,  mungkin
membuat  orang cakap berbuat nyata. Namun, tanpa bimbingan  iman,
justru  ilmunya  itu mambuatnya celaka, lebih  celaka  dari  pada
orang yang tidak berilmu. Iman akan mendorong kita  untuk berbuat
guna mendapatka Ridha Allah , dan ilmu akan melengkapi kita  kita
denga  kemampuan  menemukan cara yang paling  efektif  dan  tepat
dalam  pelaksanaan dorongan untuk berbuat baik itu . Dengan  kata
lain  iman mendidik kita untuk mempunyai komitmen  kepada  nilai-
nilai luhur  dan ilmu memberikan  kecakapan teknis  guna mereali­
sasikannya  . Ringkasnya iman dan ilmu  secara bersama akan  mem­
buat kita menjadi orang baik dan sekali gus tahu cara yang  tepat
mewujudkan kebaikkan kita itu. Maka dapat di mengert mengapa iman
dan ilmu  merupak jaminan keunggulan dan superioritas.
 
  Maka  nabi  bersabda,"Barang siapa bertambah  ilmunya  namun
tidak  bertambah  hidayahnya,  maka ia  tidak  bertambah  apa-apa
kecuali semakin jauh saja dari Allah".

  Barang  siapa  melakukan usaha penuh kesungguhan  itu,  maka
Allah  akan  menunjukkan  berbagai  (tidak  satu)  jalan   menuju
kepada_Nya (Q,29:69).

  Mereka   yang  berkata  "Tuhan kami  adalah  Allah  kemudian
bersikap   teguh  maka para Malaikat akan  turun  kepadanya   dan
berkata   janganlah  kau takut  dan jangan  pula  kawatir,  serta    
bergembiralah   dengan  surga yang dijanjikan   kepadamu  .  Kami
(Para  Malaikat)   adalah  teman-temanmu hidup di  dunia  dan  di
akhirat" (QS Fushilat/41:30)
 
  Psikolagi  mengatakan bahwa  rasa penuh percaya diri  adalah
pangkal kesehatan  jiwa . Ia juga  membuat penampilan yang simpa­
tik  dan toleran bersahabat dan damai , serta tak mudah  tersing­
gung   atau berprasangka  "Hai segala orang yang beriman  jagalah
dirimu sendiri . Orang ang sesat tidak  akan berpengaruh kepadamu
jika kamu memang dapat petunjuk (QS al Maidah /5:10)
 
  Dengan  kalimat Allahu akbar , kita menanamkan tekad  hendak
mengarungi   lautan  hidup  ini, seolah-olah   kita  juga  hendak
menyatakan ; Semua halangan, betapapun besarnya, dapat kita atasi 
denga  hidayah dan inayah Allah Maha Besar , inilah  antara  lain
makna janji Alllah  :" Barang siapa bertaqwa kepada allah ,  maka
Dia akan membuat baginya jalan keluar (dari setiap kesulitan) dan
memberinya rizki dari arah yang ia tidak duga-duga".

  Hidup  ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan  (Inna
lillah  wa  inna ilayhi raji'un) Sesungguhnya kita  berasal  dari
Tuhan  dan kita kembali kepada_Nya. Tuhan adalah asal dan  Tujuan
hidup.  Karena  itu manusia harus berbuat sesuatu  yang  bisa  di
pertanggung  jawabkan  di hadapan_Nya, baik di dunia  ini  maupun
khusunya kelak dalam pengadilan Illahi di akhirat.

  Tidak  ada  sedikitpun kegiatan  seseorang,  walaupun  hanya
seberat  atom,  yang tidak akan di  pertanggung  jawabkan  kepada
Tuhan.  Sebagai Khalifah ("wali penganti" atau "duta")  Allah  di
bumi, manusia berbuat dan bertindak selalu diawali dengan  menye­
but "Bismillah" "atas nama Allah" sebagai penegasan pada  dirinya
sendiri  dan penyadaran bahwa pekerjaan yang hendak  dilakukannya
itu  dipertanggung  jawabkan kepada Allah yang  telah  memberinya
"mandat"  sebagai  khalifah di bumi. Maka ia  harus  melaksanakan
pekerjaannya se tulus-tulusnya, sebaik-baiknya dan setepat-tepat­
bya  dengan  Ihasan  dan itqan. Dan  selesai  menyelesaikan  satu
pekerjaan dia berucap "Alhamdulillah"


Dibacakan pada seminar sehari Mahasiswa Akademi Kesehatan
P a d a n g  17 Desember 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar