Oleh: Dr.H.K.Suheimi
Seseorang dikatakan sehat adalah
apabila dia sehat fisik ,
sehat
mental, sehat sosial dan hidup produktif serta menghasil
kan.
Semua makhluk hidup yang sehat selalu
berproduksi, dan
pertanda
bahwa dia hidup, dia menghasilkan sesuatu. Perhatikan
lah,
setiap kali kita bangun pagi dan
setiap kali kita menatap
pohon kayu,
apa yang diajarkannya? dan apa yang dapat kita petik
dari pohon
itu?. Ialah setiap pagi ada saja tunas baru dan pucuk
yang
baru menyembul. Artinya setiap pagi pohon itu memproduksi
dan
menghasilkan tunas baru. Itu pertanda dia hidup dan sehat,
sehingga dia
selalu menghasilkan sesuatu. Tapi begitu
pada suatu
pagi
pohon itu tidak lagi menghasilkan
tunas, maka seminggu
kemudian pohon
itupun akan layu, daunnya berguguran, akhirnya dia
mati lalu
tumbang.
Bagi pohon yang tak lagi betunas ini, dan
bagi manusia yang
tak
produktif dan tak menghasilkan ini; pepatah minang
dengan
sangat
halus menyindirnya. "Dari pada hidup bercermin bangkai
lebih
baik mati berkalang tanah".
Orang yang hidup tapi tidak
menghasilkan apa-apa, bagaikan
bangkai,
sebetulnya dia sudah mati. Hidupnya sama dengan tidak
nya. Masuknya
tidak menggenapkan, keluarnya tidak mengganjilkan.
Adanya
sama dengan tidaknya. Bak antimun bungkuk, masuk karung
ada, masuk
hitungan tidak. Tidak diperhitungkan karena tidak ada
nilainya,
tidak berarti karena tidak menghasilkan dan
tidak
produktif.
Maka orang sehat adalah orang yang harus produktif dan
menghasilkan.
Orang beragama selalu mengharapkan
agar manusia
itu
sehat walafiat. Sehat organ tubuhnya dan sehat
rohaninya,
sehingga
rohani itu bisa terbangun dan "bangunlah jiwanya bangun
lah
badannya, untuk Indonesia Raya" syair lagu kebangsaan kita.
Ada ungkapan
yang sering di ulang-ulang "Didalam tubuh yang sehat
terdapat
fikiran yang waras".
Karena orang sehat itu harus
produktif, maka dia selalu
berhitung
dalam setiap waktu yang di pakainya, apakah dia merugi
atau
beruntung. Karena orang yang rugi adalah orang yang waktunya
berlalu
tapi imannya tidak bertambah. Orang yang rugi
adalah
orang yang
waktunya berlalu tapi amalnya tidak bertambah .
Orang
yang
rugi adalah orang yang waktunya berlalu tapi kebenarannya
tak
bertambah. Orang yang rugi adalah orang
yang waktunya berla
lu tapi
kesabarannya tak bertambah. Biarlah
dia rugi uang, karena
uang
dapat di cari dan kalau hilang bisa di ganti. Tapi bila
waktu
yang hilang, dia akan berlalu dan tak akan
mungkin di
ganti. Maka
dia akan meratap bila ada detik-detik waktunya berla
lu tanpa arti.
Waktu bagaikan pedang kata Saidina Ali. Dia
memenggal umurmu
tanpa
terasa dan tanpa disadari. Tiba-tiba umur kita telah ter
penggal
50 %, 75 %. Tinggal sisa hidup yang akan dan pasti
menemui mati
entah pabila dan entah kan dimana.
Orang beruntung adalah orang-orang yang beriman dan orang-
orang
beramal saleh. Kalaulah Iman merupakan garis tegak lurus
atau
vertikal atau hablumminallah, dan amal saleh, ialah kerja
yang
bermanfaat, hubungannya langsung dengan manusia, hablummi
nannas
merupakan garis yang mendatar atau horizontal. Maka orang
yang
beriman dan beramal saleh sekali gus mendapatkan
garis
vertikal
dan garis horizontal. Jika kedua garis vertikal
dan
horizontal ini
di gabung akan terbentuklah tanda tambah. Sehinga
orang yang
beriman dan beramal saleh setiap detiknya akan menda
pat nilai
tambah. Atau perbuatannya selalu positif. Karena setiap
detik dia
dapat nilai tambah atau senantiasa dapat
insentif atau
dapat
pahala. Maka dialah orang yang beruntung di dunia
dan
akhirat.
Detik-detik hidupnya berlalu dengan detik-detik amal dan
ibadah. Orang
yang beruntung Firman Tuhan adalah orang-orang yang
selalu
membersihkan dirinya dan dan selalu ingat akan Tuhannya
dan
mendirikan Shalat. Karena setiap manusia senantiasa
dalam
keadaan resah
dan gelisah, kecuali mereka yang shalat. Dan dalam
shalat
itu sendiri mulai dari tata cara beruduk sampai
denga
semua
gerakkannya adalah menunjang untuk kesehatan bagi si pela
kunya.
Karena itu dalam kitab suci, ajaran agar kita
saling
berpesan untuk
tabah dan sabar di kaitkan dengan peringatan waktu
yang dipakai.
Karena itu, sepanjang ajaran Al_Qur'an,
jaminan keunggulan
dan
superioritas, termasuk kemenangan dan kesuksesan, akan
di
karuniakan
Allah kepada mereka yang beriman
dan berilmu
(Q,58:11).
Beriman berarti mempunyai orientasi Ketuhanan dalam
hidupnya,
dengan menjadikan perkenan Tuhan sebagai tujuan segala
kegiatannya.
Dan berilmu, berarti mengerti ajaran secara benar,
dan
memahami lingkunagn hidup dimana ia berkiprah sebagai ilmu
yang di
karuniakan Tuhan.
Iman saja memang cukup untuk membuat orang berkiblat
kepada
kebaikkan dan
mempunyai "Iktikad baik". Tapi Iman tidak melengka
pinya dengan
kecakapan dalam bagaimana melaksanakan semuanya ini.
Jadi
tidak menjamin kesuksesan. Sebaliknya ilmu saja,
mungkin
membuat
orang cakap berbuat nyata. Namun, tanpa bimbingan iman,
justru
ilmunya itu mambuatnya celaka, lebih celaka dari
pada
orang yang
tidak berilmu. Iman akan mendorong kita
untuk berbuat
guna
mendapatka Ridha Allah , dan ilmu akan melengkapi kita kita
denga
kemampuan menemukan cara yang paling efektif dan
tepat
dalam
pelaksanaan dorongan untuk berbuat baik itu . Dengan kata
lain
iman mendidik kita untuk mempunyai komitmen kepada nilai-
nilai
luhur dan ilmu memberikan kecakapan teknis guna mereali
sasikannya
. Ringkasnya iman dan ilmu secara
bersama akan mem
buat kita
menjadi orang baik dan sekali gus tahu cara yang tepat
mewujudkan
kebaikkan kita itu. Maka dapat di mengert mengapa iman
dan ilmu merupak jaminan keunggulan dan superioritas.
Maka nabi bersabda,"Barang
siapa bertambah ilmunya namun
tidak
bertambah hidayahnya, maka ia tidak bertambah
apa-apa
kecuali semakin
jauh saja dari Allah".
Barang siapa melakukan usaha
penuh kesungguhan itu, maka
Allah
akan menunjukkan berbagai (tidak satu)
jalan menuju
kepada_Nya
(Q,29:69).
Mereka
yang berkata "Tuhan kami adalah Allah
kemudian
bersikap teguh maka para Malaikat akan
turun kepadanya dan
berkata janganlah kau takut dan jangan pula kawatir,
serta
bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepadamu . Kami
(Para
Malaikat) adalah
teman-temanmu hidup di dunia dan di
akhirat" (QS Fushilat/41:30)
Psikolagi mengatakan bahwa rasa penuh percaya diri adalah
pangkal kesehatan
jiwa . Ia juga membuat penampilan yang simpa
tik dan
toleran bersahabat dan damai , serta tak mudah tersing
gung atau berprasangka "Hai segala orang yang beriman
jagalah
dirimu sendiri
. Orang ang sesat tidak akan berpengaruh
kepadamu
jika kamu
memang dapat petunjuk (QS al Maidah /5:10)
Dengan kalimat Allahu akbar , kita
menanamkan tekad hendak
mengarungi lautan hidup ini, seolah-olah kita juga hendak
menyatakan ;
Semua halangan, betapapun besarnya, dapat kita atasi
denga
hidayah dan inayah Allah Maha Besar , inilah antara lain
makna janji
Alllah :" Barang siapa bertaqwa
kepada allah , maka
Dia akan
membuat baginya jalan keluar (dari setiap kesulitan) dan
memberinya
rizki dari arah yang ia tidak duga-duga".
Hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju
kepada Tuhan (Inna
lillah
wa inna ilayhi raji'un) Sesungguhnya kita berasal dari
Tuhan
dan kita kembali kepada_Nya. Tuhan adalah asal dan Tujuan
hidup. Karena
itu manusia harus berbuat sesuatu yang bisa di
pertanggung
jawabkan di hadapan_Nya, baik di dunia ini maupun
khusunya kelak
dalam pengadilan Illahi di akhirat.
Tidak ada
sedikitpun kegiatan seseorang, walaupun hanya
seberat
atom, yang tidak akan di pertanggung jawabkan
kepada
Tuhan.
Sebagai Khalifah ("wali penganti" atau "duta")
Allah di
bumi, manusia
berbuat dan bertindak selalu diawali dengan menye
but
"Bismillah" "atas nama Allah" sebagai penegasan pada
dirinya
sendiri
dan penyadaran bahwa pekerjaan yang hendak dilakukannya
itu
dipertanggung jawabkan kepada Allah yang telah
memberinya
"mandat"
sebagai khalifah di bumi. Maka ia harus melaksanakan
pekerjaannya
se tulus-tulusnya, sebaik-baiknya dan setepat-tepat
bya
dengan Ihasan dan itqan. Dan selesai
menyelesaikan satu
pekerjaan dia
berucap "Alhamdulillah"
Dibacakan pada
seminar sehari Mahasiswa Akademi Kesehatan
P a d a n g 17
Desember 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar