Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Seattle,
kota pelabuhan yang mengasyikkan, terletak dalam
sebuah
teluk yang besar di lautan Pasifik. Lautan Pasifik yang
terkenal
dengan ombak dan gelombang yang ganas, menjadi jinak di
Seattle
karena seattle adalah lautan yang menjorok ke daratan,
sehingga
terlindung dari gunung-gunung, dan lautannya terkesan
tenang,
sehingga di laut ini sangat banyak kita lihat kapal-kapal
yang
berlabuh dan kapal-kapal pribadi yang di gunakan
untuk
rekreasi
dan untuk penagkap ikan. Sehingga sepanjang jalan di
Seattle
selalu nampak lambang ikan bergantungan, karena
ini
adalah kota
ikan, tempat semua orang pergi memancing dan tersedia
kapal
dan fasilitas untuk melepaskan candu memancing. Di tepi
pantainya
ada Aquarium yang besar, namun saya hanya menatapnya
saja
dari luar, karena kami tak punya waktu untuk boleh
masuk
kedalam,
keinginanan untuk masuk ini saya pendam. Memang setiap
kali saya
melihat ada aquarim saya selalu ingin menyaksikanikan-
ikan dan
bianatang lautnya, namun, karena kami pergi berombongan
keinginan itu saya tekan.
Di Seattle kami juga di bawa keliling
ke tempat pembuatan
pesawat
BOING yang semua angkanya selalu diawali
dengan angka 7,
Di FAbrik pesawat Boing, angka tujuh adalah
angka keramat. BAnyak
alat-alat
berat, dan banyak alat-alat canggih yang nampak dari
luar.
Dari luar memang karena kami tidak masuk kedalam fabrik
pembuatan
alat-alat berat ini. DAri jauh terlihat betapa besar
lokasi
tempat pembuatan pesawat dan peralatannya, dari sinilah
mengalir dan
di bagi-baginya pesawat Boing, sehingga kota Padang
pun ke bagian
dengan adanya pesawat 737 dengan penerbangan dengan
MANDALA.
Pertama
menginjakkan Kaki di Amerika kami menginap di Hotel
Meamy
Tower, Hotel bertingkat 15 yang terkesan manis dan mewah.
Pelayan
dan yang mengakat barang-barang kami kekamar
adalah
cewek-cewek.
Perempuan muda yang cukup manis dan sigap, dengan
enteng
dia mengangkat kedua koper yang besar dan berat. Padahal
satu
koper saja berat bagi saya untuk mengangkatnya, tapi
dia
enak saja
mengangkat sekali dua koper-koper tersebut, bukan hanya
koper saya
saja,tapi koper semua rombongan. Dari 103 rombongan
yang
ikut tour 72 diantaranya mampir ke seattle, terlungguk dan
terkumpul
koper-koper besar yang diangkat cewek cakap tangkas dan
kuat dari pelayan hotel di Meany Tower Hotel. saya ngak
mengerti
entah kenapa.
Hari ini Kamis 15 September 1994 kami nikmati dengan
makan
malam di
Restoran china yang terasa gurih dan menerbitkan selera,
dengan penuh
canda yang tak habis-habisnya keluar lelucon dari Dr
Ucke, dr
Suhartono Ds, dari Dr Hasnah Siregar dan saya bumbui
dengan lelucon
dari kampung halaman. Jadilah malam itu malam yang
penuh canda
dan penuh tawa. Sakit geraman saya karena selama 2
jam tertawa
terbahak-bahak. Kemudian belanja sedikit di toko-toko
disana,
sebagian teman-teman pergi ke Tower yaitu puncak yang
tertinggi di
Seattle, dan dari puncak ini dapat menikmati peman
dangan
yangpenuh pesona ke segala penjuru kota seattle,
tapi
badan saya lah
letih dan saya bersama Prof Armi, pulang ke hotel,
karena beliau
sejak berangkat dari Padang sudah tak enak badan.
Di Penyebrangan jalan di zebra cross di
seattle, karena ada
mobil yang mau
lewat, sedangkan kami mau ke seberang bersama Dr.
Biran dan
keluarga, saya agak tertegun dan berhenti, karena mobil
iu
melaju dengan kencang. eh tiba-tiba terdengar perintah
:"
Terus
saja" kata Dr Biran Affandi memberi komando jangan ragu,
betul
mobil itu berhenti menantikan kami lewat, padahal jarak
antara kami
dengan mobil itu cukup jauh. "Suheimi", kata dr Biran
lagi
"disini Amerika, kalau kita mau melintasi Zebra Cross maka
mobil
yang berhenti menunggu kita lewat, karena
sopir-sopir
sangat takut,
kalau sampai ada penyebrang yang terkena tabrakan,
maka
sangsinya di anggap sama dengan pembunuhan,
mereka tak
berani melanggar
aturan". Lalu kami menyeberang dan mobil dengan
patuh
dan sabar menunggu kami lewat dari penyeberangan, Memang
saya rasakan
di Disini di seattle di Amerika, peraturan dipatuhi,
mereka
menghormati pejalan kaki. Berbeda dengan di Indonesia,
kita
yang menunggu mobil yang bersileweran dan membiarkan mobil
melintasi
Zebra cross, padahal kalau di zebra cross itu adalah
hak si
pejalan kaki, tapi di Amerika mobil yang menunggu mem
biarkan kita
lewat di Zebra Cross. Malam pertama di Amerika Seri
kat
terasa panjang dan lama karena entah kenapa, jam
3 pagi
terbangun
mata sukar di pejamkan, saya shalat Tahjud, tapi mata
juga tak
hendak nak tidur, mungkin karena seharian duduk-duduk
saja, tidak
bekerja dan tidak berolah raga, maka matapun tak mau
di
pejamkan, tapi untunglah disini siaran TV nya hidup 24 Jam,
dari sekian
puluh channel, tingal kita pilih siaran mana yang
cocok.
Saya isilah waktu dengan menonton dan menonton, sehingga
mata
yang sulit di pejamkan ini dapat menikmati film-film bagus
dari TV.
Pagi sekali jam 7
Kami sudah sarapan kemudian di bawa kelil
ing
melihat dan menyaksikan tempat-tempat dan kemewahan
Kota
Seattle.
Mulai dari Kampusnya yang dilingkupi pohon-pohon hijau
dan
besar dengan banguann seperti Model Istana dan bangunan tua
terkesan
sangat luas, ayem dan nyaman, pekarang yang luas, rumput
yang
rapi halus bagaikan permadani, bunga-bungau yang
tumbuh
rapi,
mengesankan sebuah kampus yang bagi saya sangat megah. Saya
ngak tahu
berapa dana untuk pendidikkan ini, tapi melihat keter
aturan
dan ke hebatan kampus ini, terbayang dari sini akan di
hasilkan
orang-orang yang berkualitas tinggi. Berjam=jam kami
mengelilingi
kota seattle, kota tempat bertemunya kepala=kepala
negara
beberapa bulan yang lalu, yang saya ingat adalah Pak HArto
ketemu Clinton
adalah di tempat ini.
Puas keliling cuci mata dan belanja, terkesan masyarakatnya
yang
rajin dan mau kerja. Namun yang tak enak di Pandang adalah
ternyata
di kota yang semegah ini. Di Pojok-pojok jalan dan di
lorong
dan antar toko yang satu dengan yang lain, banyak saya
lihat
pengemis yang merusak pandangan mata, dan sebagian besar
mereka
yang berkulit hitam, tapi juga ada yang berkulit putih.
Beda
dengan pengemis di Indonesia, mereka tidak nampak
cacat,
badannya
tegap, tapi hanya kemalasan saja yang membawa mereka
lari
jadi pengemis. Saya malas dan benci melihat mereka, disaat
orang lain
kerja membanting tulang dan tak mengenal
siang atau
pun
malam, eh mereka enak-enak menampung tangan, pada hal bad
annya tegap.
Seattle kami tinggalkan setelah
santap siang di Restoran
china
yang mnghidangakan makanan sangat banyak melimpah ruah,
sehinga
tak ada diantara kami yang dapat menghabiskan makanan
yang
datangnya bertubi-tubi. Karena perjalanan yang akan
kami
tempuh cukup
jauh memakan waktu menuju Canada ke kota Van Couver,
saya
bersama Dr Enud dan Dr Sumedi meminjam Ruangan di Restoran
itu untuk
Shalat Lohor di jamakkan dengan 'Asyar.
Orang china
disini tak mengerti apa itu Shalat dan apa itu
Prayer, dan
setelah kami yakinkan dan kami cuma minta satu ruan
gan untuk
melaksanakan shalat, barulah dizinkannya. Betapa teduh
dan betapa
lega rasanya setelah kewajiban menunaikan Shalat. Lalu
saya
teringat sebuah Firman suci_Nya dalam Al-Qur'an :"
Bahwa
sesunguhnya
manusia itu dalam keadaan resah dan gelisah, kecuali
mereka yang Shalat".
Seattle
16 September 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar