Oleh : Dr. H. K.Suheimi
Nenek moyangku orang pelaut, menempuh ombak tiada
takut
Nenek moyang saya memang orang pelaut,
pencari ikan jadi
Nelayan di tepi pantai, dan waktu
kecil sayapun sering ikut-
ikutan kelaut, berbiduk berdayung sampan dan
mencari ikan. Tidak
mudah dan sangat sulit menangkap ikan, apalagi
kalau hari sedang
buruk, badai datang dan laut berombak. Bergelut
dengan gelombang
dan bermain dengan maut,
terbuai-buai dan terayun-ayun oleh
gelombang dan terhempas oleh ombak.
Saya tak pernah lupa akan
semua itu, namun saya kelaut juga namun saya
menangkap dan me
mancing juga. Kebiasaan ini sampai ekarang masih
melekat, mungkin
karena darah dagingnya adalah nelayan.
LAlu hari ini Senin 21 November 1994, terbetik
berita, Ikan
melimpah Nelayan Payah, hati saya terenyuh
membaca berita itu,
memang itu satu kenyataan.
Beberapa hari yang lalu saya pergi ke pasir
kandang membeli ikan
yang baru saja keluar dari bagan di laut.
Banyak bagan di Pasir
kandang dan banyak nelayan di sana, serta
banyak pula pedagang
membeli dan menjual ikan di pasir
putih itu. Ketika
seorang
nelayang menawarkan ikannya hampir
penuh sekeranjang, saya se
akan-akan tak percaya, karena sebanyak
itu ikan d tawarkannya
hanya Rp 3000,-. Saya tidak bisa menawar,
kasihan ikan sebanyak
itu, hampir sekeranjang cuma Rp
3000,-. Ikan yang masih baru,
matanya putih dan ingsangnya merah, belum
masuk es, ikan segar,
kesukaan saya. Tanpa di tawar ikan itu saya beli,
oh betapa mur
ahnya. "Beginilah nasib
nelayan pak, ikan banyak dapat tapi
harganya sangat murah, payah-payah kelaut
saja, ndak sebanding
antara modal untuk melaut dengan hasil
yang didapat". Kadang-
kadang kalau ndak terjual atau ndak bisa di
jemur ikan-ikan ni
kami kubur pak.
Sore hari seorang Nelayan yang berasal dari
Carocok Painan,
kebetulan datang membawa istrinya
berobat. "Memang di carocok
Painan ber ton-ton ikan-ikan ini kami kubur,
karena sudah membu
suk, padahal memangkapnya tidak mudah ".
keluhnya. "Mau di jemur
hari berkabut, matahari ndak panas, dan tempat
untuk menjemurpun
sudah tak ada karena ikan-ikan yang
banyak dan melimpah. Dan
kalaupun jadi ikan kering yang di
gunakan untuk makanan ayam,
harganya ndak sebanding dengan modal yang di
keluarkan". "Kalau
ikan-ikan itu di kirim ke Padang, mungkin lebih
besar ongkos dari
pada harga ikan itu sendiri".
"Payah jadi Nelayan, waktu masa
sulit ikan susah di tangkap, waktu ikan
banyak harganya sangat
murah sekali". Di jual ndak ada
pembeli, di tahan dia membusuk,
dan akhirnya ber ton-ton ikan itu kami
kuburkan". Keluhnya sambil
merenungi nasib para Nelayan. Kami tak punya alat
untuk pendingin
sebagai pengawet ikan, seperti yang di
punyai Nelayan di Banyu
mas. Kamipun ndak punya fabrik yang dapat
memproses ikan menjadi
lebih berguna. Kami tahu di luar
negeri ikan-ikan ini sangat
mahal, tapi disini, ikan-ikan itu di buang
dan di kubur, cilo
tehnya lagi.
Malam mata saya ndak mau tidur
memikirkan nasib para Ne
layan, karena di tubuh saya ini mengalir
darah nelayan. Kadang-
kadang terfikir. Bagaimana kalau ada inisiatif
pemerintah mendir
ikan sebuah fabrik ikan Sardencis. Karena ikan ini
sekalengnya Rp
5000,-. Sedangkan isinya cuma 3 ekor.
Betapa tertolongnya ne
layan, sehingga ikannya ndak jadi di kubur
dan pendapatannyapun
meningkat. Kadang-kadang terfikir lagi,
kalau di pingir pantai
diadakan satu tempat pemyimpanan
atau lemari es yang besar,
sehingga dapat menampung ikan-ikan
yang tak habis di konsumsi
penduduk, bisa disimpan sebagai cadangan dan
persiapan. Karena
ikan-ikan di laut tempo-tempo sangat sukar
di tangkap dan sulit
di cari.
Kemudian fikiran lain yang menghingapi
saya adalah, agar
nelayan membentuk organisasi, dan
organasiasi ini memberikan
batas maksimal seseorang boleh menangkap ikan,
seperti OPEC yang
membatasi anggotanya menghasilkan minyak, supaya
harganya stabil
dan tidak jatuh.
„
„
Karena saya lihat, hanya nelayan yang bisa
menangkap ikan,
maka nelayan pulalah yang dapat
menentukan berapa banyak ikan
yang mau di tangkap dengan
memperhitungkan kemampuan dan daya
beli dan daya serap orang memakan ikan. Dengan demikian harga
ikan tetap stabil. Jadi nelayan tak usah
repot-repot, kalau sudah
sampai batas maksimal dia harus menepi dan
menjual iaknnya. Dan
orangpun ndak bisa mempermainkan harga ikan. Harga
ikan di tentu
kan oleh Nelayan. Agar jangan ada ikan-ikan yang
di tangkap tapi
sia-sia karena di buang atau di jual
dengan harga yang sangat
murah. Toh ikan yang belum tertangkap hari
ini, esok kan masih
menjadi milik nelayan. Jai nelayan tidak perlu
memforsir tenagan
ya dan dapat menghemat ikan di laut, yang akhirnya
boleh di kata
milik sang nelayan. Sebagaimana kata sebuah
pepatah. Waktu ada
jangan di makan, waktu tak ada baru di
makan. Se akan-akan Ne
layan menyimpan dan menanam ikan di laut, yang
dapat di petiknya
bila harganya mahal kelak.
Hal lain yang hinggap di fikiran saya
adalah, kalau memang
ada ikan yang sudah membusuk ndak bisa di
manfaatkan lagi, dari
pada di kubur, lebih baik buang ke laut
lepas. di Laut dia akan
jadi makanan bagi ikan-ikan yang lain, agar
supaya ikan-ikan di
laut lepas semakin mendekat dan makin
berkembang biak karena
dapat makanan protein, dengan demikian ndak
ada ikan yang ter
buang percuma. Atau tebarkan diatas karang-karang,
disana banyak
ikan Kurapu, ikan tando dan jenis-jenis ikan
karang dan ikan hias
yang harganya jauh lebih mahal. Dia
tumbuh dan dia berkembang
dengan pesat, tiba masanya nelayan memetiknya.
Agaknya pemerntah dan pengusaha perlu
melirik sektor ini,
apakah dengan mendirikan Fabrik ikan kaleng
ataukah mendirikan
kamar pendingin dan pengawet, semuanya terpulang
pada kita bersa
ma. Karena kita butuh Nelayan, kita
butuh penangkap ikan yang
tangguh supaya kita dan anak cucu
dapat gizi dan makanan yang
terbaik. Maka kewajiban kitalah
memperhatikan kehidupan para
Nelayan dan mengangkat derjat serta harkat hidup
mereka. Agaknya
ini adalah usaha dan amal yang paling besar.
Ikan-ikan tidak di
kubur, nasib saudara-saudara kita nelayan
terangkat. Pemerintah
kuat dan rakyatpun sehat,
ekonomi meningkat. Siapa...siapa
orangnya yang mau infestasi dan terjun di
bidang pengawetan dan
fabrik ikan kaleng ini?. Pintu terbuka,
nelayan berharap, usaha
ni dapat sonongan dan Allahpun Redha.
Maka menghidupkan dan menghidupi ikan adalah lebih
baik dari
pada mematikannya. DAn akan menghidupi nelayan dan
keluarganya.
Kelemahan manusia di akibatkan
oleh kenyataan bahwa ia
diciptakan Tuhan sebagai mahkluk yang lemah, tidak
tahan menderi
ta, pendek fikiran dan sempit pandangan, serta
gampang mengeluh.
Manusia dapat meningkatan kekuatannya dalam
kerjasama dan dapat
memperkecil kelemahannya dalam kerja sama.
Maka manusia dituntut untuk bisa saling mendengar
sesamanya
dan mengikuti mana saja dari sekian banyak
pandangan manusiawi
itu paling baik.Sehingga terjadi pula hubungan saling
mengingat
kan akan apa yang benar dan baik, serta keharusan
mewujudkan yang
benar dan baik itu dengan tabah dan sabar
Untuk semua itu saya teringat akan sebuah
Firman suci_Nya yang
artinya sebabgai berikut :
" Barang siapa melakukan usaha penuh
kesungguhan itu, maka
Allah akan menunjukkan berbagai
(tidak satu) jalan menuju
kepada_Nya (Q,29:69).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar