Jumat, 08 November 2013

MUHAMMAD SI PECINTA



Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Muhammad  si Pecinta, dia mencintai segalanya. Dia mencintai  Tu­
hannya  dengan  lurus dan benar, dia mencintai  sesamanya  dengan
penuh kasih dan sayang, dia mencintai musuhnya dengah ihklas, dia
mencintai  lingkungannya, dia mencintai anak-anak, dia  mencintai
binatang,  dia mencintai tumbuh-tumbuhan. Cintanya telah  meluluh
lantakkan  musuh-musuhnya. Cintanya telah membuat si  pembencinya
berobah  menjadi  pengagum dan pengikutnya yang  setia.  Cintanya
telah  merobah dendam menjadi kasih. Semua di  cintainya,  dengan
kasih dia berjalan, dengan cinta dia bekerja dan setiap apa  yang
di  kerjakannya  dilaksanakan  dengan penuh  cinta.  Cinta  tanpa
pamrih,  cinta  tanpa embel-embel, tapi adalah cinta  yang  lahir
dengan rasa tulus dan ihklas. Dia mencintai sekali gus gus dicin­
tai, bukan hanya dicintai oleh keluarga dekat, tapi juga dicintai
oleh  musuh-musuhnya.  Sebagai seorang pecinta  yang   agung  dan
sebagai seorang pecinta sejati, setiap gerak dan geriknya  meman­
carkan cinta, setiap langkah adalah langkah cinta, setiap perbua­
tan dilandasi oleh cinta. Lihatlah, matanya bersinar dan berbinar
memancarkan  cinta, di raut wajahnya membayang cinta, tutur  kata
nya  yang  halus melahirkan kata yang mengungkapkan  rasa  cinta,
cinta  pada semua lebih-lebih lagi cinta kepada  ummatnya.  Cinta
yang  lahir dari hati sanubari, bukan cinta yang di  poles-poles,
bukan  cinta sebagai kewajiban, tidak ada kata-kata  wajib  dalam
cintanya.
Disinilah  letak  beda  antara cinta  dan  kewajiban.  Kewajiban,
adakalanya  dilakukan dengan rasa terpaksa dan  pahit.Tapi  kalau
karena  cinta, jalan dan rintangan yang bagaimana  pun  sulitnya,
akan dihadapi dengan penuh rasa riang dan gembira.
Namun dan sebagai seorang pecinta, cintanya itu selalu dan senan­
tiasa  dapat ujian, dimana-mana dia di uji, dimana-mana  cintanya 
di pertaruhkan. Dia di uji oleh Allah dan dalam setiap ujian  dia
selalu lulus, dan setiap datang ujian dari Allah, bukan  menjauh­
kannya dari Allah, tapi semakin dekat dan bertambah dekat.
Suatu  hari  beliau masuk kekamar puteranya  tersayang,  Ibrahim,
yang  sedang  dalam buaian maut. Melihat puteranya  tercinta  itu
sedang  direnggut  maut,  cinta dan kasih  sayang  Muhammad  yang
meluap-luap itu tidak berdaya kecuali dalam bentuk ucapan singkat
disertai deraian air mata, ujarnya :
"  Air  mata berlinang dan hatipun sedih. Namun kami  tidak  akan
mengucapkan kata-kata yang membikin Tuhan murka."
Ya, itulah cinta Muhammad pada Tuhan dan Penguasanya. Suatu cinta
melampaui  ukuran manusia biasa. Cinta yang bersumber dari  Allah
Swt.  dan  yang akan berpulang kepadaNya. Suatu cinta  yang  akan
membebaskan seseorang dari kemurkaan Kekasihnya Yang Agung. Sudah
lama  benar  Muhammad  dimabuk cinta itu,  setiap  saat  rindunya
menyala-nyala, penuh gairah dan jujur.
Ucapan  ini terlahir karena rasa cintanya yang jauh  lebih  besar
kepada Allah chalik penciptanysa. Dalam penderitaan yang demikian
berat,  tidak  terbayang diwajahnya atau tak terlahir  dari  uca­
pannya  kata-kata  penyesalan  atau kata-kata  umpatan.  Dia  tak
pernah mengumpat sebagaimana dia tidak pernah menyesali  keadaan,
untuk apa sesal dan kenapa harus menyesali.

Perhatikan  pulalah  sewaktu beliau di uji  di  awal  penyampaian
dakwah  ke  Taif.  Dengan jeruh payah beliau  melangkah  ke  Taif
dengan harapan, kiranya penduduk Taif dapat memeluk agama  Islam.
Tetapi sesampai di Taif, harapan tinggal harapan, kenyataan  yang
di  temuinya  di Taif jauh sekali dari harapannya. Di  Taif,  bu­
kannya dia di suguhi air dan di hidangkan penganan, tapi  di Taif
beliau dilempari dengan batu, dia tersandar ke sebuah pagar,  dia
di  caci  dia  di maki dan dia di katakan  gila.  Namun  walaupun
kenyataan  yang ditemuinya tidak sesuai dengan apa yang  diharap­
kannya  dan  siksaan yang demikian berat  tidak  melunturkan  dan 
menggugurkan  cintanya pada ummatnya. Bahkan disana  dia  kembali
mendoakan keselamatan ummatnya.
Derita itu tidak dapat menahan rasa sedihnya, lalu berhamburanlah
deraian airmatanya, bagaikan batu-batu yang dilemparkan orang itu
berjatuhan  kedalam sebuah danau yang tenang dan  kemudian  tiba-
tiba airnya bergoncang sehingga menimbulkan arus dan gelombang.
Ya, diri Muhammad dengan semua cinta dan rindunya yang  bersarang
dalam hatinya, tak berdaya menahan rasa sedihnya. Beliau menenga­
dahkan  pandangannya  ke langit Tuhan dan kepada  kekasihnya  itu
beliau berucap :
" Kalau engkau tidak murka kepadaku, aku tidak perduli"!
Allah maha besar.
Muhammad  tidak  takut menderita dan sengsara, kecuali  kalau  ia
dimurkai  Tuhan. Akan tetapi kalau Tuhan tidak  murka  kepadanya,
tidak  marah kepadanya, dipersilahkannya segala derita dan  semua
tipu-daya serta perbuatan makar orang-orang tolol itu.
" Kalau Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak perduli"!
Dan ketika itu juga, Muhammad menyadari bahwa tidak seha   rusnya
seorang  pencinta  yang jujur cintanya  akan  berhenti  berkorban
hanya karena siksaan dan derita.
Dia  sedih dan dia menangis, tapi bukan menangisi dirinya,  bukan
meratapi penderitaan yang sedang di tanggungnya, tapi dia  menan­
gisi ummatnya, kenapa ummatnya begitu, betapa malang dan merugin­
ya  ummatnya,  sehingga sewaktu di tawari  oleh  Malaikat   untuk 
menghancurkan  orang Taif dengan menimpakan kedua gunung  disana,
tapi  tidak  di acuhkan oleh Muhammad,  bahkan  beliau  mendoakan
keselamatan  orang  Taif :"YA Allah ampunilah  orang-orang  Taif,
mwereka berbuat karena mereka tidak tahu". Doa itu terpancar  dan
terlahir  dari rasa cinta yang mendalam kepada  ummatnya.  karena
rasa  cinta itu pulalah Taif terselamatkan, sehingga sampai  saat
ini Taif terkenal sebagai tempat yang subur dan tempat berkembang
dan  tumbuhnya  villa-villa  peristirahatan,  tempat  diadakannya
kongres ummat islam sedunia. Semua itu tak lepas dari rasa  cinta
yang terbit dalam diri Muhammad.
Di kali yang lain cintanya teruji lagi oleh seorang musuhnya yang
bernama  Daksur  mencarunya dengan pedang terhunus.  Sewaktu  itu
beliau  tertidur  di  bawah sebuah pohon,  lantas  Daksur  datang
dengan  pedangnya,  sewaktu pedang hampir sampai ke  leher  nabi,

beliau  terbangun, dan waktu itu Daksur membentak :"Hai  Muhammad
disaat  seperti ini siapakah yang dapat menyelamatkanmu?.  Dengan
tenang  dan  dengan  pancaran cinta di  wajahnya,  nabi  menjawab
:"Allahu  Akbar".  Kalimat ini mengetarkan jiwa  Daksur,  hatinya
tergetar,  badannya  tergocang  dan  tangannyapun  gemetar,  lalu
pedang  yang terhunuspun jatuh ke tanah.  Gantian  sekarang  Nabi
Muhammad  lagi yang menghunus pedang, dan berkata :"Nah  sekarang
siapa  pula  yang dapat menyelamatkanmu?". "Tidak ada  yang  bisa
menyelamatkanku,  kecuali  engkau Ya  Rasulullah".  Jawab  Daksur
menggigil ketakutan.
Tidak lama kemudian, kebencian yang hendak menerkam dan menyerang
itu berubah menjadi cinta yang menyala-nyala. Dan rasa malu  atas
kelancangannya  itu,  ditandai dengan deraian air  mata  menyesal
yang keluar dengan deras. Maka kata orang itu :
"  Ya, Muhammad ! Demi Allah, ketika saya sedang  mencarimu,  tak
seorang pun dimuka bumi ini yang paling saya benci selain engkau.
Dan kini, setelah saya akan pergi meninggalkanmu, tak seorang pun
yang paling saya cinta lebih dari engkau."
Apa  yang telah dilakukan Muhammad terhadap hati dan  jiwa  orang
itu  ?  Tidak  ada apa-apa. Muhammad  telah  mencintainya  dengan
sepenuh  hati.  Maka  berguguranlah  keangkuhan  dibawah  telapak
kakinya yang agung itu. Dan Muhammad dalam hal ini tidak berpura-
pura cinta. Dan tidak pula memaksa-maksa cinta. Akan tetapi cinta
Muhammad  itu  sendiri  yang memaksanya!.  Hati  Muhammad  selalu
terbuka  untuk semua orang. Untuk kawan dan lawan.  Ketika  orang
itu  dekat dengan Muhammad, pancaran sinar yang keluar dari  hati
nya yang besar itu telah menyentuhnya.
Setiap orang sombong melihat sinar kasihnya, segera gugur dihada­
pannya.  Berapa banyak mereka yang datang hendak  memaki,  hendak
membujuk  agar  melepaskan agama beliau.  Tapi  begitu  pandangan
mereka  bertemu  dengan mata beliau yang  penuh  dengan  pancaran
sinar  kasih,  tiba-tiba mereka menyerah tanpa syarat  dan  masuk
kedalam  agama Islam dengan penuh gembira. Diantara mereka  ialah
Umar  bin Khattab. Bukankan ia menemui beliau  dengan  menyandang
sebilah  pedang dipinggang, sementara orang  berlompatan  mencari
tempat aman untuk menyaksikan peristiwa yang akan terjadi ?  Akan
tetapi  Umar yang agung ini luluh dihadapannya,  seperti  tetesan
air  yang  terhisap oleh sepotong gula. Ia  malah  luluh  sebelum
kedua  matanya berpautan dengan mata Muhammad. Ia telah  menyerah
kalah,  ketika  kedua matanya melihat beberapa buah  ayat  Qur'an
yang  dibacanya,  dimana  didalamnya  tersimpul  detak  cintanya,
kemurnian jiwanya  dan semangat persaudaraannya.
Apabila  cinta  Muhammad itu menyentuh  seseorang,  maka   betapa
terasa hangat dan jujurnya. Seperti halnya suatu cinta suci  yang
mesra dan agung.
Sebenarnya  Muhammad  cinta terhadap semua  orang.  Beliau  telah
mendapat  amanat,  kata-kata kebajikan, hidayat  dan  kemenangan.
Karena  dorongan  rasa cintanya pada semua orang  itulah,  beliau
menyampaikan  kata-kata  hidayat itu kepada semuanya.  Dan  Allah telah menyambut permohonannya. Atau katakanlah, Allah Swt.  telah
memilih dia sesuai dengan kehendak dan iradatNya, dan mengutus ia
untuk segenap umat manusia.
Dengan  demikian,  karena  risalahnya untuk  umat  manusia,  maka
tanggung  jawab cintanya menjadi tuntutan seluruh manusia.  Bahwa
seseorang  yang mencintai orang lain dengan cinta suci,  pastilah
ia kan bertanggung jawab atas hari depan orang-orang yang  dicin­
tainya. Begitulah Muhammad  telah memikul tanggung jawab cintanya
yang besar itu. Beliau tidak mencintai keluarga dekatnya  semata.
Beliau  tidak  hanya mencintai bangsa Arab saja.  Tetapi,  beliau
mencintai  semua  orang didunia. Lantaran  itulah  wajib  baginya
untuk  menyandang tanggung jawab terhadap semua umat manusia. Dan
itulah  yang  dimaksudkan bahwa risalahnya  untuk  seluruh  alam.
Telah bersabda si pencinta mesra sejati itu :
" Aku diutus kepada yang merah dan yang hitam."

Patut  kita  renungkan, satu peristiwa  ketika  beliau  menyambut
musuh  bebuyutan yang paling ganas, yakni kaum Quraisy. Kaum  ini
telah  menyiksa,  membuat beliau sengsara dan  menderita,  bahkan
mereka  mengusir dan hendak membunuhnya dengan makar  yang  keji.
Akan tetapi begitu beliau memasuki kota Mekkah dengan  kemenangan
gilang  gemilang,  pada saat itu Muhammad  bersabda  kepada  para
bekas  musuhnya  yang paling jahat, yang berdiri  tunduk  dihada­
pannya untuk menerima balasan  yang hendak beliau berikan.  Tiba-
tiba  terdengar  kata-kata penuh kebijakan  dari  Muhammad  untuk
mereka : " Pergilah kalian semua ! Kalian bebas semua !"
Beliau memang pernah membenci mereka, yaitu ketika mereka menjadi
kaki  tangan dan berusaha keras memadamkan cahaya  Tuhan,  ketika
mereka melawan kebenaran dan kebajikan. Tapi sesudah kekuatan dan
kesombongan  mereka hancur luluh dan tidak berarti lagi  terhadap
kehidupan  islam,  maka hilang pula kebencian  Muhammad  terhadap
mereka. Seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apa pun.
Karena  sengketa merupakan musuh terhadap pelestarian  cinta  dan 
eratnya  persaudaraan, maka Muhammad telah melarang dan  memprin­
gatkan bahwa tidak halal bagi seseorang yang memencilkan sudaran­
ya  lebih dari tiga hari. Bahkan pemutusan hubungan  itu  apabila 
berkepanjangan,  akan  mirip  halnya  seperti  kasus  pembunuhan. 
Perhatikan hadist yang agung dibawah ini :
" Barang siapa yang memencilkan saudaranya selama setahun samalah
artinya dengan menumpahkan darah saudaranya."
Pemutusan hubungan menurut ajaran Muhammad serupa dengan  kejaha­
tan pembunuhan, karena ia merupakan ancaman terhadap hajat  hidup
yang paling terhormat, yakni cinta.! Rasulullah saw. bersabda :
" Cukup besar dosa anda selama anda tetap bermusuh-musuhan."
Karena sengketa itu biasanya bermula dari tuding dan debat kusir,
maka Rsulullah saw. berusaha keras membersihkan persaudaraan dari
pencemaran hal-hal tersebut.
Cara-cara   lainya untuk mengabadikan rasa cinta itu  ialah  ber­
tenggang  rasa,  memperhatikan  alasan orang  lain  serta  saling
memaafkan  kesalahan. Muhammad tidak ingin  menjadikan  kesalahan
orang  sebagai alasan untuk menghancurkan cinta. Sabdanya :
"  Barang siapa menerima penyesalan orang, Allah  akan  menghapus
dosa dirinya di hari kiamat, "
" Barang siapa yang didatangi saudaranya untuk berbaikan- artinya
memohon  maaf-  hendaknya  diterima, entah  maksudnya  itu  benar
ataupun tidak benar. Kalau ia tidak menerimanya, maka  ia  tidak 
suka aku memperoleh al-Wudh.1)"

Orang  bersikap  demikian itu digambarkan  sebagai  sejahat-jahat
makhluk  dan  sebagai manusia yang paling  dalam  tergelincir  ke
relung kejehatan. Disebutkan oleh Nabi bahwa golongan itu adalah:
" Mereka tidak suka menerima keapaan orang lain, tidak mau mener­
ima alasan orang lain dan tidak sudi memaafkan kesalahan orang !"
Itulah  dia  Muhammah.  Beliau telah mencintai  cinta  dan  telah
memahami nilai dan perannya dalam kehidupan umat manusia.  Beliau
bicara tentang cinta dengan tepat dan seluruh kehidupannya  dipa­
dati rasa cinta sejati.
Di  penghujung  kehidupannya, disaat-saat  akan  menemui  ajalnya
terlihat  lagi  betapa cintanya  pada  Ummatnya  :"Ummati,Ummati,
Ummati".  Hanya  ummatnya  yang jadi buah bibirnya.  "  Di  jamin
keselamatannya,  barang siapa diantara kamu yang berpegang  teguh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar