Selasa, 12 November 2013

P A D I


Oleh : Dr.H.K.Suheimi

 Bak ilmu padi kian berisi kian runduk, selalu merendah diri
tidak sombong. Merunduk pelambang tidak angkuh dan tidak sombong.
Merunduk  agar  orang  mudah memetiknya dan  tidak  terluka  oleh
daunnya. Kalau sudah berisi dan sudah masak ia ingin di petik dan
ingin  di tuai. Lalu dia merunduk dan merendah agar  orang  mudah
memanennya  agar orang mudah memetik hasilnya.  Merunduk  berarti
padi  rela  untuk  di petik. Padi rela untuk  di  sabit.  Semakin
berilmu  seseorang  semakin merunduk dia semakin  ingin  ia  agar
ilmunya  itu di petik dan di sebar luaskan. Ilmu  akan  bertambah
kalau dia di berikan. Dan untuk memudahkan orang lain memetik dan
menimbanya  dia  merunduk, menandakan dia suka di petik  dan  dia
suka di timba.

Ketika saya belajar ilmu konseling. Satu hal yang  diajarkan
dan  sangat berkesan ialah. Kalau kita berbicara  dengan  konseli
atau  dengan orang lain rundukkanlah sedikit badan  kearah  orang
tersebut. Dengan merundukkan badan kearah orang lain melambangnan
kita suka akan kedatangannya dan kita bersedia untuk  menolongnya
"What can I do for you" Adakah sesuatu yang bisa ku perbuat untuk
mu,  aku ingin membantumu. Merundukkan badan  sedikit  perlambang
kita  ada respek dan kita ada perhatian pada orang  lain.  Dengan
adanya perhatian itu, maka orang yang datang merasa di perhatikan
dan  di  pedulikan,  dan orang lain itu merasa  dekat  dan  akrab
dengan kita. Maka curahan perasaan dan emosi serta curahan perka­
taan akan mengalir dengan lancar. Keakraban akan terjalin, terasa
kesediaan kita untuk diminta dan kesediaan kita untuk di timba.

Merunduk  berarti kita mendekat, mendekat berarti  dekat  di 
mata dan dekat di hati. Mata adalah pelita hati, dari mata  turun
kehati. Maka "kontak mata harus selalu di pertahankan", kata guru
saya  ketika memberikan pelajaran konseling. Dari mana  datangnya
lintah, dari sawah turun kekali. Dari mana datangnya cinta,  dari
mata jatuh ke hati. Merunduk dan bertatapan mata akan  melahirkan
rasa cinta dan menimbulkan rasa ingin menolong. Orang yang lebih,
orang yang tinggi dia akan merunduk untuk dapat meringankan beban
dan derita orang lain. Bak ilmu padi kian berisi kian runduk.


"Sekali-kali  jangan  kau tarik atau  kau  busungkan  dadamu 
ketika  berhadapan dengan orang lain. Jangan  tinggikan  kepalamu 
dan suaramu" Kata guru saya. Karena dengan menarik badan, berarti 
kita menjauh, dengan membusungkan dada terkesan menyombong.  Maka 
kalau kita menjauh berarti tak mau di dekati, orang lainpun  akan
menjauh  dan  akhirnya  kita tak bisa dekat  dengan  orang  lain,
komunikasipun  akan tersendat-sendat. Menarik badan berarti  kita
menjauh  dan menciptaan jurang pemisah dengan orang  lain,  nanti
kitapun kan terpisah dan tersisih dari pergaulan hidup.

Tak  jarang kita lihat, apabila seseorang mulai  berpangkat, 
maka  semakin tingi pangkatnya, semakin berubah gayanya,  semakin 
banyak tanda-tanda kebesarannya, semakin busung dadanya,  semakin 
besar  hidungnya  dan  semakin congak  kepalanya.  Berat  baginya 
merunduk dan berat baginya mendekat, serta sulit di dekati. Harus 
orang lain yang tunduk padanya, harus orang lain yang hormat  dan 
harus  orang lain yang menyapanya "Tabik tuan..". Yang  berkepen­
tingan kan bukan aku, yang berkepentingan kan dia.

"Harum  baumu  si bunga tanjung", kata sebuah  lagu.  "Harum 
semerbak diwaktu pagi. Tinggi pangkatmu bagai dianjung.  Ingatlah
ingat jatuh ke bumi"
Memang semakin tinggi kita dianjung, semakin sakit jatuh  ke 
bumi. Saat-saat jatuh tidak kan lama, sebagaimana jabatan yang di
pegangpun tak akan lama. Kalau ketika diatas tak terbiasa  merun­
duk,  maka betapa sulit nanti kalau sudah jadi orang  biasa  juga
payah merunduk. Betapa pedihnya, kalau kita tiba orang  berjalan.
Kita datang orangpun pergi dan melengah.
Pangkat  adalah amanah, jabatan adalah kepercayaan  yang  di 
limpahkan.  Semakin  tinggi pangkat seseorang dan  semakin  besar
jabatan yang di pikul, semakin besar tanggung jawab seseorang dan
semakin  dekat dia pada Tuhan. Orang yang bersyukur adalah  orang
yang  menjalankan amanah. Di pundaknya terpikul beban dan  peker­
jaan yang berat untuk menolong dan meringan beban serta  penderi­
taan,  orang-orang kecil bawahannya. Semakin berat beban yang  di
pikul seharusnyalah semakin runduk si pemikul. Jangan sampai yang
diatas memijak dan memeras yang di bawah. "Hati-hati yang diatas"
kata  sebuah pepatah. "Yang dibawah koknyo menghimpit". Ya,  adat
kita mengatakan yang akan menghimpit kita itu bukan orang diatas.
Jatuh  dan terhimpitnya seseorang di sebabkan oleh hal-hal  kecil
atau  oleh  orang-orang yang di bawahnya.  Yang  diatas  biasanya
adalah  payung.  Payung berfungsi memayungi dan  melindungi  yang
bernaung  di  bawahnya. Biar dia kena hujan  atau  terbakar  oleh
teriknya matahari, asal orang dibawahnya terlindung.
Untuk itu saya teringat akan sebuah Firman Suci_Nya dalam al 
-Qur'an surat Al-Mu'minun ayat 88:      "Katakanlah  olehmu "Siapakah yang menguasai segala  sesuatu

dengan  penuh  kekuasan_Nya? Yang melindungi dan tidak  ada  yang

dilindungi (dari azab_Nya) jika kamu tahu".


P a d a n g  penghujung Agustus 1995



Tidak ada komentar:

Posting Komentar