Dr.H.K.Suheimi
Ruangan besar di hotel Pangeran terasa
sempit, sewaktu acara
reuni
Akbar di gelar. Sekali ini Alumni SMA II se
Indonesia
berkumpul dan
bernostalgia dalam malam kenangan semalam di Ranah
Minang dalam acara "Bapisah bukannyo
bacarai". Saya bersua
kembali
dengan teman-teman lama yang dulunya banyak kakobeh dan
banyak
cincong serta nakal-nakal, sekarang mereka sudah
jadi
orang
besar. Ada yang sudah jadi laksamana teman saya Sudirman,
ada yang sudah
jadi Anggorta DPR pusat, Dasril Datuk Labuan. Ada
yang
jadi pengusaha sukses, seperti pak zairin, ada yang
jadi
Bankir DIrut
BPD Suharman. Ada yang jadi Pendidik dalam kompu
ter Herman Nawas dan zerni Melmusi. Ah
banyak lagi. Tapi malam
itu yang sangat
berkesan adalah saya ketemu dengan guru-guru yang
saya hormati
dan saya kagumi serta saya jadikan panutan, seperti
Pak Jauhari
Kahar, pak Syafei, pak Ashar, Pak Yusri, Pak Wilmar,
Buk
Nursi, Buk Yang , Buk Net, Buk Syamsuir yatim, ah
banyak
malam itu yang
hadir hampir seratus guru-guru SMA II.
Dan setiap kali saya bertemu dengan guru,
saya selalu terin
gat akan
pertanyaan Kaisar Hirohito, sewaktu Hirosima dan Nagasa
ki di
musnahkan oleh Bom Atom, ratusan ribu manusia jadi korban.
Hanya
satu saja pertanyaan Kaisar Hirohito saat itu
ialah :
"Apakah
Guru masih ada yang hidup?". Hirohito tidak menanyakan
yang
lain, tapi hanya menanyakan guru. Begitu di ketahui bahwa
Guru
masih ada yang hidup, beliaupun
tersenyum. "Dengan adanya
guru
kita bisa kembali membangun Jepang mebangkitkannya dari ke
runtuhan
dan kehancuran". Memang Kaisar Hirohito tidak
salah,
dugaannya
tidak meleset. Selagi ada guru bangsa bisa bangun dan
bangkit
kembali. Gurulah yang mendidik, mengajar sehingga mengha
silkan
bangsa yang besar. Di tangan gurulah terletak
segala
kemungkinan ke
berhasilan seseorang. Maka di
Jepang dan di negara
manapun,
penghormatan pada guru selalu dan senantiasa di utama
kan.
Dalam salah satu sumpah dokterpun di sebutkan "Saya
akan
berikan
penghormatan yang setinggi-tingginya pada guru saya".
Makanya boleh ada ungkapn bekas pejabat,
bekas istri, bekas
mertua,
tapi tak pernah orang menyebut "beliau
adalah bekas
guru
saya. tidak ada istilah mantan atau bekas untuk pak dan bu
guru.
Maka dimanapun beliau berada walaupun guru TK, Buk Kate
sampai
saat ini saya selalu berkata beliau adalah guru
saya,
bukan
mantan guru saya. Karena gurulah saya yang dulu
nakal,
sebagaimana banyak
teman-teman saya yang dulu nakal sekarang jadi
orang
penting dan berpangkat. Karena gurulah kami bisa
jadi
begini.
Karena gurulah saya bisa menulis dan mengarang. Karena
gurulah
saya bisa jadi ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
"Jasamu
guru takkan perah kami lupakan". Maka di malam itu saya
ingin
melantunkan sebuah lagu, tapi saya malu karena suara saya
tak merdu dan
lagu yang banyak hafal dan masih hafal justru lagu-
lagu
ketika saya duduk di TK. Kalau lagu kanak-kanak yang
di
senandungkan
di sebuah pertemuan di hotel
jangan-jangan jadi
cimeeh. Saya simpan keinginan untuk berlagu dan saya
simpan bait-
bait lagu itu. Tapi bait demi baitnya berisi ajaran
yang dalam.
Maka lagu
yang ndak jadi saya senandungkan itu saya kirimkan
untuk
guru-guru saya dimanapun beliau berada;
Oh ibu dan
ayah selamat pagi
Kupergi
belajar sampaikan nanti
Selamat
belajar nak, penuh semangat
Rajinlah
selalu tentu kau dapat
Hormati gurumu
sayangi teman
Tandanya
engkau murid yang budiman.
Murid budiman adalah murid yang
menghormati guru dan me
nyayangi
teman. Saya ingin menjadi murid yang Budiman, saya ingin
berbakti. Maka
saya harus menghormati guru dan menyayangi teman.
Nah di
malam ini berkumpul guru dan
teman-teman saya. Betapa
indahnya
malam ini 12 Maret yang tak mungkin saya lupakan. Kami
bergembira,
kami berdendang, kami berjoget dangdut. Pak Bas yang
dulu guru olah
raga senyum-senyum dan bahagia sekali, saya dekati
beliau
"Kenapa bapak ndak mau berlagu dan menari?", "bapak sakit"
kata beliau,
"Pergi ke hotel inipun sajapun bapak di gotong" ulas
beliau dengan
linangan air mata di pipi, air mata bahagia melihat
anak muridnya
banyak yang sukses dan berhasil. Saya ingat ketika
dulu pak Bas
inilah yang bersama-sama mengerahkan kami membongkar
tunggul-tunggul
kelapa di pekarangan SMA II, beliau menyuruh tapi
beliau
juga mengerjakan. Beliau ikut
membongkar dan mengangkat
tunggul-tunggul.
Dan bersama beliau kami membuat lapangan bola
kaki di
belakang SMA II. Namun sekarang beliau sudah
mulai
tremor,
penyakit merenggut beliau dari guru olah raga yang paling
gesit dan
paling gagah, sekarang jauh berbeda.
Kami kenang
malam bapisah bukannyo bacarai, disini kami
berkumpul dan
berdedang. Bergembira, larut
bersama nostalgia masa
lalu dan larut
bersamamu guru.
Hati kami sangat dekat dengan guru-guru, saya
ingin tahu apa
rahasia
kesuksesan buk guru. "Hanya satu" kata buk guru menjelas
kan
"Saya selalu memperhatikan dan mencurahkan rasa sayang pada
semua
murid". "Rasa sayang yang tulus dan ihklas" tegas buk guru
lagi. Memang
rasa sayang yang tulus dan ikhlas inilah yang selalu
terpancar
dari wajah guru-guru kami, bila berdiri di
hadapan
murid-muridnya.
Rasa sayangnyalah yang menyebabkan anak-anak
lebih terbuka
dan menceritrakan segala rahasianya pada buk guru.
Itu
pulalah yang menyebabkan anak-anak mengadu kepada guru. Dan
sangat banyak
rahasia anak-anak yang di pendam buk guru, buk guru
seakan-akan
tahu persoalan kami sampai yang sekecil-kecilnya.
Jadi
Guru bukan saja sebagai pengajar, tapi beliau lebih
lagi
sebagai
pendidik. Pendidik yang dilandasi rasa kasih dan sayang
yang tulus.
Semua itulah yang menyebabkan hati anak-anak terpaut
pada guru-gurnya,sehingga
apapun yang disampaika beliau langsung
melekat
di hati anak-anak, karena sang guru menyampaikan dengan
perasaan dan
hati yang ikhlas.Kalau buk Gur yang bercetra,enak di
dengar, mudah
di pahami dan cepat di mengerti dan lama lupanya.
Dalam upaya menolong mengatasi problema
orang, dalam diri
guru timbul
kobaran semangat yang mengasyikan. Dan
pada kalbunya
terasa
arus cinta bergetar. Kasih dan sayangnya pada anak-anak,
sudah
menguasai gerak-gerik dirinya. Dan bahkan telah menguasai
jiwanya
! Lantas kewajiban sudah berubah menjadi sesuatu yang
menyenangkannya.
Bahkan lebih dari itu, lebih agung lagi. Kewaji
ban sudah
menjadi perasaan hidup dan watak pribadinya.
Disinilah letak
beda antara cinta dan kewajiban. Kewajiban,
adakalanya
dilakukan dengan rasa terpaksa dan pahit.Tapi kalau
karena
cinta, jalan dan rintangan yang bagaimana pun sulitnya,
akan dihadapi
dengan penuh rasa riang dan gembira.
Cintanya pada muridnya merupakan
landasan kukuh dari mana
karya-karyanya
muncul. Bila keadaan memaksanya bersikap marah,
maka
marahnya itu pun tidak keluar dari lingkaran cintanya itu
juga,
sehingga murid merasakan itu bukan marah tapi teguran dan
ajaran untuk
kebaikan murid-muridnya juga.
Banyak guru-guru
saya yang kecil badannya, kecil rumahnya,
kecil kekayaannya dan kecil ekonominya, tapi bagi
saya betapun
kecilnya beliau, namun beliau adalah guru
saya, dari gurulah
banyak saya belajar, dari tangannyalah banyak saya
peroleh ilmu.
Dan saya
rasakan sendiri dari dialah berkembang dan tumbuhnya
saya,
tumbuh pemikiran dan tumbuh rasa sosial dan bisa sedikit
ber
oragnisasi karena bimbingan beliau. Saya kenang beliau dan
panjatkan doa
untuk semua guru-guru saya. Kiranya
semua amal dan
jasanya
menjadi amel saleh dan ibadah yang suci. DAn saya bisik
kan pada
guru-guru saya. Amal yang tak pernah habis dan terkikis
walaupun
jasad sudah hancur luluh, ialah Ilmu yang bermanfaat
yang
diajarkan. Dan semua guru sewaktu berdiri di depan
kelas
selalu
mengajarkan yang bermanfaat. Oh alangkah indahnya bila
sang
guru setiap kali masuk kelas membaca Bismillah,
sehingga
semua yang di
ucapkannya langsung jadi ibadah suci.
Untuk itu saya teringat akansebuah Firamn
suci_Nya dalam Al
Qur'an Surat
Al Isra' Ayat 24 :
"
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh
kesayangan
dan ucapkanlah :"Wahai
Tuhanku kasihanilah mereka
keduanya
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu
kecil".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar