Rabu, 13 November 2013

PINCURAN



Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Pincuran  banyak di Sungai Puar di pinggang  Gunung  Merapi.

Setiapkali  saya pergi kesana selalu mandi di Pincuran.  Ria  dan

Uke  sewaktu  kecil selalu mengajak saya mandi kesana.  Ria  tahu

betul  di  mana pincuran yang lengang dan di mana  pincuran  yang

airnya  banyak dan bersih. Tempo-tempo kami harus menapak  diatas

pematang  sawah,  dan sambil menggatok padi  pulut  di  sepanjang

jalan  ke Pancuran. Enaknya bersama mandi di pancuran,  bersiram-

siraman,  ber  sembur-semburan, main  perang-perang  air.  Betapa

sejuknya  kepala di sirami oleh air pegunungan yang sejuk  dingin

dan  kadang-kadang kelihatan seperti ber asap-asap. Pincuran  ini

pulalah yang menjadi daya tarik, sehingga kalau ada waktu  libur,

saya  ingin pergi ke Sungai Puar dan mandi, mencuci sepuas  hati.

Air yang tercurah dari pincuran itu bagaikan tak  habis-habisnya.

Karena  di lereng Gunung Merapi itu banyak  sarasah-sarasah.  Dan

sarasah  yang besar saya lihat adalah di Badorai, enak mandi  dan

berenang  di bawah sarasah di Badorai ini, sebagaimana  enak  dan

sejuk  serta  indahnya  pemandangan dari  ketinggian  Merapi.  Di

Badorai  banyak di tanam orang tebu yang besar-beasar dan  manis-

manis.  Juga  ada  pondok-pondok tempat  menglang  tebu,  memeras

airnya  dengan  bantuan seekor kerbau yang  memutar  mesin  untuk

memeras  tebu.  Dan juga dari sarasah di Badorai ini  di  jadikan

sumber  Air untuk tenaga Listrik. Enak memang berlibur di  Sungai

puar,  udaranya  dingin,  sejuk dan  penduduknyapun  ramah  serta 

rajin.  Kerajinan  tangan yang terkenal adalah  kerajinan  Sungai

Puar,  begitupun ukiran-ukirannya. DAn ahli besi juga  banyak  di

Sungai  Puar, mereka sangat ligat dan lihai dalam membentuk  besi

mau di jadikan apa. "Tepalah besi selagi panas, kata orang  disi­

tu.  Bukan  hanya besi tapi juga jahit menjahit  sulam  menyulam,

semua  ada di Sungai Puar. Di pinggang Gunung Merapi itu  ada  ke

rukunan  dan ada ke rajinan dan ada ke ramah-tamahan dan  ada  ke 

indahan alamnya dan tentu, tentu ada pincuran.

Sedang asyik mengawasi dan memandikan si Ria da si Uke  yang 

bergelut-gelut  di bawah pincuran. Lalu mata saya terpaku  meman­

dang  Talang pincuran. Disamping, di bawah, di kiri dan di  kanan

talang  pincuran itu terlihat berlumut, ke hijauan  dan  terkesan

kotor.  Padahal disana air terus mengalir, dan air yang  mengalir

disitu  membersihkan. Tapi kenapa, kenapa talang tempat air  pin­

curan itu lewat terkesan kotor?. Padahal di bawahnya setiap hari,

tidak  berhenti orang membersihkan diri, membersihkan kain,  mem­

bersihkan alat-alat dapur, tapi kenapa tak seorangpun yang melen­

goh keatas membersihkan pincuran itu sendiri. Ah pincuran, malang

nasibmu, engkau senantiasa dan selalu membersihkan orang lain dan

lingkunganmu, tapi tak banyak orang yang peduli akan nasibmu. tak

ada  tangan-tangan yang mempedulikanmu. Engkau di biarkan  kotor,

engkau di biarkan lapuk, engkau di biarkan cabik-cabik dan koyak-

koyak. Padahal kau di butuhkan, kehadiranmu di harapkan,  kemana-

mana  kau  di  cari, tapi setelah ketemu  engkaupun  di  lupakan. 

Pincuran, engkau memancurkan kebaikkan, engkau memanvurkan keber­

sihan,  engkau memancurkan ke maslahatan, engkau  adalah  lambang

kebaikan  dan  kecurahan  kasih dansayang, namun  engkau  tak  di

pedulikan. Banyak orang yang membutuhkanmu, tapi tak banyak  yang

berterima  kasih padamu. Lalu saya teringat memang  banyak  orang

yang tak pandai berteima kasih dan tak pandai bersyukur.

Padahal  setiap mereka yang pergi ke pincuran  adalah  untuk 

membersihkan  dan  mensucikan dirinya. Banyak yang  sudah  bersih 

jasmaninya tapi rohaninya ?

Maka  melihat  kenyataan  bahwa kalbu  manusia  masih  tetap 

terancam untuk menyimpang dari kesucian tanpa terasakan oleh yang

bersangkutan sendiri, kesucian itu menjadi mustahil tanpa manusia

terus  menerus berjuang dan berusaha mendekati Tuhan  (Taqarrub).

Oleh  karena itulah Tuhan menjadi tujuan hidup, sekali gus  pang­

kalnya,  dan kesungguhan manusia yang tak kenal  henti  mendekati

Tuhan itu adalah makna hidup hakiki manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar