Oleh dr HK Suheimi
Jam 5 sore diakhir bulan desember 1991, kami sekeluarga
masih berada dikampung magek. Ditengah jalan, dari jauh kami melihat sepeda
aneh, sepeda beroda 3, pakai sandaran dan pakai atap. Dikira orang membawa barang dagangan, tapi setelah dekat,
tiba-tiba yang diatas sepeda itu tertawa, menegur dan menyapa kami, sepedanya
dihentikan. Barulah saya tersentak ternyata yang ada diatas sepeda itu adalah
Hendrawati. Saya kenal dia, 12 tahun lalu dia tergeletak, lumpuh tak bisa
bergerak sama sekali, orang tuanya sudah tiada, anak-anaknya telah
meninggalkannya. Sekarang usianya sekitar 40 tahun, walaupun sudah lama
berpisah dia tetap ingat dan tak pernah lupa, kami ditegur dan disapanya,
mukanya merah dan ketawnya renyah. Sambil menyeka peluh dikening dan dilehernya
dia berkata, mau pulang kampung, ketempat meretuanya yang dapat musibah.
Untuk itu dia sudah bersepeda Bukit Tinggi sejak jam 1
siang. Jarak yang 10 km ditempuhnya selama 4 jam. Kami terheran-heran,
tercengang dan kagum melihat Hendrawati yang masih lumpuh tapi sanggup
bersepada. Kemauan yang keras terpancar diwajahnya, disepedanya tergantung
sebuah tongkat yang aneh yang dapat menyanggah tubuhnya. Dalam panas terik
siang itu, sedikit demi sedikit sepeda didayungnya, badannya basah bersimbah
peluh.
Satu yang sangat saya kagumi, semangatnya, semangat ingin
hidup, semangat berjuang, semangat bersepeda, padahal kakinya belum bisa
menompang badannya.
Setelah ngomong kesana kesini, dia pamit dan sepeda
dikayuhnya pelan tapi pasti, dia meninggalkan kami. Dari kaca spion saya intip
dia terus, silumpuh bersepeda. Tidak masuk dalam akal saya, kok dia mampu
mengerjakan itu.,
Diatas mobil dalam perjalanan ke Padang saya teringat kepadanya ternyata dia
jauh lebih hebat dari saya, tertawanya masih berderai, dia gembira sekali waktu
kami ketemu, wajahnya bersemu kerahan, semangatnya sangat tinggi, padahal
kakinya lumpuh. Banyak pelajaran yang dapat saya petik dari pertemuan itu.
Ialah walaupun kakinya lumpuh, ketawanya masih berderai, dengan kaki lumpuh dan
segala kekurangannya, dihadangnya dunia ini, dihadapinya hidup ini, dengan kaki
lumpuh dia berdua dia tidak minta dikasihani dia berhasil, karena dia optimis.
Saya ingat ucapannya, “Walau kaki Hen lumpuh namun Hen masih bisa pulang
kampung seperti hari ini”, katanya.
Saya sendiri yang lengkap anggota tubuh, serta kuat
disbanding dia, terasa tidak dapat mengayuh sepeda sejauh itu, tak dapat ketawa
serenyah itu, saya sadari dia jauh lenih baik dan dia jauh lebih bersemangat,
dia memanfaatkan sebagian anggota tubuhnya yang masih berfungsi yang diberikab
tuhan dan dia mensyukuri itu. Dia berjuang dan berjihat untuk itu, mungkin di
ingat pesan suci Tuhan dalam sebuah ayatnya dalam sebuah surat al Hajj ayat 76 yang artinya kra-kira
sebagai berikut : “Dan berjihatlah kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar