Rabu, 20 November 2013

TANGAN TUHAN DI DETIK DETIK TERAKHIR


Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Telepon berdering di pagi itu mengejutkan. “Pak, ada telepon dari Dr. Asep Gunawan dari Bandung, ada berita penting”. Gagang telepon itu rasa mau jatuh sewaktu saya mendengar Dr. Asep Gunawan memberi tahu bahwa dia dokter yang bertugas di IGD (Instalasi Gawat Darurat), berkata begini, “Apakah Dr. Suheimi punya anak yang namanya Irdhan?”. “Memang kenapa?” kata saya tersentak. “Jangan terkejut Pak”, katanya dari balik telepon. “Irdhan pagi ini dapat kecelakaan dan sedang kami tangani”. “Bagaimana keadaan anak saya?”. “Sabar Pak, anak bapak sudah kami tangani, dia sekarang dalam keadaan koma, dia mengalami perdarahan intrakranial”. Sebagaimana layaknya seorang dokter memberi penjelasan.
Hati orang tua mana yang tak tersentak dapat berita buruk itu. Irdhan yang katanya hari ini ke Bandung untuk menerima ijazah, dia lulus dan ditempatkan di KOSTRAD tiba-tiba mengalami kecelakaan?.
Dari baik telepon Dr. Asep Gunawan bicara dengan jelas sekali : “Kami mohon izin Bapak untuk melakukan operasi, disamping perdarahan otak kakinya cedera, fraktur terbuka patah tiga”. Dengan jantung rasakan copot tentu saya izinkan untuk operasi, saya minta tolong pada Dr.Asep Gunawan. “tolonglah anak saya, lakukanlah operasi secepatnya, segala resiko saya tanggung”. Dengan tenang Dr. Asep Gunawan menanyakan apakah saya punya famili di Bandung yang bisa dihubungi segera untuk bisa menandatangani perjanjian operasi. Lalu saya jawab, “suara saya lewat telepon inilah jaminannya, pokoknya tolonglah anak saya segera”. “Ya kami akan tolong anak Bapak secepat mungkin, tapi karena keadaan anak Bapak demikian gawat Bapak tentu tahu akibatnya”. “Saya ini dokter, mengerti semuanya dan segala resikonya, tolonglah segera Pak Asep”, pinta saya. “Baiklah Pak Suheimi, untuk operasi ini alatnya kebetulan hanya ada di Apotik Kimia Farma Jakarta. Team kita sudah memesan alat itu, tapi jawaban petugas apotik alat dan obatnya bisa segera dikirim asal administrasinya diselesaikan lebih dulu. Untuk itu silakan Bapak telepon apotik Kimia Farma dengan nomor telepon dan Hpnya sbb. Tanyakan disana ada Dr. Hidayat”.
Langsung saya telepon HP yang diberikannya. Dari balik telepon ada jawaban : “Oh ya benar saya Dr. Hidayat, memang tadi ada permintaan ke apotik kami atas nama Dr. Asep Gunawan meminta segera alat dan obat yang diperlukan. Semua itu telah ada ditangan saya, tapi petugas keuangan meminta diselesaikan urusannya. Bagaimana menurut Pak Suheimi? Atau adakah famili Bapak di Jakarta?”. “Ada anak saya Ihsan dan ini nomor Hpnya…” kata saya sambil memberikan nomor HP Ihsan. Ihsan pun saya beri tahu tentang kecelakaan adiknya Irdhan. “Ya Pa” kata Ihsan dari balik Hpnya. “Ihsan juga baru dapat berita dari Dr. asep Gunawan di Bandung, tapi uang Ihsan ada Rp.7.500.000,-. Segera Ihsan transfer lewat ATM”.
Sementara itu Dr. Hidayat saya telepon lagi. “Tolonglah Dr. Hidayat sesegeranya bawa alat dan obat itu , saya segera ke jakarta dan membawa uang yang diminta. Tapi jika apotik ini punya rekening bank, saya bisa transfer”. Lantas Dr. Hidayat bertanya, “lewat bank mana Pak Suheimi bisa mengirim dengan cepat?”. Saya katakan lewat Bank Danamon. “Baiklah” kata Dr. Hidayat. “Bapak bisa kirimkan ke Bank Danamon cabang Prapatan Jakarta atas nama Ari Gunawan No…”
Agak lega perasaan saya karena bisa membeli alat dan obat, tentu anak saya bisa segera dioperasi. Kemudian Dr. Hidayat menyebut harga alat dan obat itu Rp.21.750.000,-. “Ndak apa-apa” kata saya. “Dalam 10 menit saya akan sampai di Bank Danamon”. Saya HP lagi Ihsan, rupanya dia sedang di ruang ATM, dia sedang mentransfer uang Rp.7.500.000,-, akan menekan OK. Hpnya berdering dapat telepon dari saya. “Biarlah papa saja yang mentransfer semuanya Rp.21.750.000,-. Uang Ihsan bisa digunakan untuk yang lain. Sekarang secepatnya Ihsan pergi ke Bnadung, lihat adikmu”. Ihsan ndak jadi menekan OK, tapi ditekannya CANCEL, batal uang tak jadi dikirim.
Bertubi-tubi telepon datang, istri saya stress bukan manusia\in. semua baju-baju dikemasi, semua sanak famili di telepon. Tiket segera di beli, kami akan berangkat ke Bandung. Telepon datang lagi, “Maaf ini Dr.Suheimi?. “Tidak”, kata istri saya, “Ini istrinya”. “Buk, saya AKBP Sutrisno, saya polisi yang menangani kasus kecelakaan anak ibu, Irdhan, tapi saya mau bicara dengan Dr. Suheimi”. “Katakanlah pada saya, saya ibunya Irdhan, saya juga dokter”, kata istri saya terisak. “Bisa ibu sabar dan tenang? Agar saya bisa menjelaskan peristiwanya”. “Katakanlah”, kata istri saya, “Apakah anak kami masih hidup?”. “Anak ibu masih hidup, tapi keadaannya gawat dan sudah saya antar ke RS Hasan Sadikin, sedangkan temannya mati di tempat. Yang menabrak anak ibu sudah ditangan saya.. Jadi ibu tolong hubungi Dr. Asep gunawan di Bandung”.
Istri saya menggigil dan bertambah stress atas penjelasan pak polisi dan segera menyuruh saya ke Bank.
Oh betapa ringannya badan ini, betapa hampanya hidup ini, betapa pahitnya cobaan ini. Anak yang hari ini menerima ijazah, hari ini akan dilantik lalu dapat kecelakaan?. Memang sejak pagi saya sudah HP Irdhan, tapi Hpnya tak hidup. Mungkin ketika saya menghubunginya, mungkin ketika itu tabrakan terjadi. Terbayang wajahnya, terbayang semua kenangan bersamanya, sekilas etrbayang saat-saat dia lahir ke Bumi ini. Terbayang ketika dia ikut Paskibraka, terbayang ketika potretnya sedang mengembangkan bendera pusaka diabadikan dalam uang Rp.50.000,-. Terbayang ketika dia lulus latihan Candradimuka di lembah Tidar. Terbayang ketika dengan gagahnya dia berpakaian komando. Terbayang ketika dia ditempa di hutan belantara, menangkap dan memakan ular. Terbayang ketika dia dengan senjata lengkap harus menyeberang berenang dari Cilacap ke Pulau Nusa Kambangan, sambil menarik temannya yang hampir tenggelam lemas kehabisan tenaga. Satu demi satu wajahnya terukir dan melintas lagi. Bayangan itu pudar ketika di jalan itu saya di klakson mobil karena saya hampir menabrak sebuah kijang yang tiba-tiba berbelok.
Di belakang stir air mata saya berlinang, menetes membasahi pipi tak terasakan. Saya hapus air yang membikin kabur penglihatan itu, saya tabahkan hati ini.
Kenapa harus dia, kenapa anak yang telah ditempa dan dogodok sedemikian rupa harus pergi karena kecelakaan? Kenapa harus dia, kenapa ya Allah?.
Pahit getir telah ditempuhnya, kenapa harus berakhir seperti ini? Ya Allah, izinkan aku bertemu dengan anakku walau hanya sekejap. Jangan ambil nyawanya. Anak saya yang terkasih. Ya Allah, tolong selamatkan jiwa anak saya. Saya ayahnya, izinkan aku menciumnya dalam keadaan hidup. Saya bayangkan dia yang sedang dalam keadaan koma. “Anakku, kenapa ayah tak bisa berbuat apa-apa disaat engkau membutuhkan bantuanku. Aku akan datang, aku akan terbang, tunggu ayahmu nak” kata saya sambil menghapus air mata yang meleleh.
Dengan tulus saya berdo’a dan meminta, dan akhirnya semua urusan diserahkan pada Illahi.
Ketika saya sampai di pekarangan Bank Danamon untuk mentransfer uang 23,5 juta.. Sebelum turun dari mobil, saya ingin tahu bagaimana keadaan Irdhan, apakah dia masih bisa ditolong atau kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Saya minta informasi ke Bandung menanyakan telepon RS Hasan Sadikin dan IGD.
Begitu petugas IGD saya tanya, “Saya Dr. Suheimi dari Padang kepingin tahu bagaimana keadaaan anak saya Irdhan yang dapat kecelakaan pagi tadi”. Lalu petugas IGD menjawab, “Apakah bapak disuruh transfer uang?”. Rupanya uang ini memang diperlukan, kata saya dalam hati. Bergegas saya jawab, “belum Pak, tapi saya sekarang di pekarangan Bank Danamon dan segera akan saya transfer”. “kalau belum jangan kirim dulu pak. Bapak sabar, mungkin ini suatu penipuan, sebentar akan saya lihat nama-nama pasien yang ada di IGD”. Betapa terperangahnya saya ketika dari gagang telepon itu saya dengar dengan jelas petugas itu berkata, “Tidak pak, tidak ada yang namanya irdhan, ini hanya suatu tipuan dan telah banyak orang yang kena tipu semacam ini”.
Tidak lama kemudian, telepon saya berdering lagi. “Dr. Suheimi, ini dari Dr. Hidayat, saya sudah berada di  lapangan udara, obat-obat dan alat-alat sudah ditangan saya. Tapi apakah uang sudah bapak transfer?”. Saya jawab, “Sudah”, untuk menggodanya. “Belum ada Pak, belum ada buktinya, apakah anak bapak mau segera ditolong?”. Lalu saya hardik dia, “bajingan kamu”. Mendengar kata bajingan itu telepon diputus dan sejak itu dia tidak pernah menelepon lagi.
Saya langsung sujud syukur, jadi anakku Irdhan tak mengalami apa-apa. Pada hari ini sebetulnya dia sedang dilantik, ada wejangan dari Jenderal dan ada pembagian ijazah sehingga sejak pagi HPnya dimatikan.
Ketika siang saya dapat telepon dari Irdhan dengan ceria dia berkata baru dapat ijazah dan penempatan di KOSTRAD. Kebetulan hanya dia seorang yang berasal dari Sumatera Barat. “Esok Irdhan mau pulang”, katanya sambil tertawa ceria. Saya senyum, terbesit keinginan di hati saya menceritakan peristiwa yang menimpa kami itu. Tapi biarlah, besok dia akan datang. Besok dia kan kucium, akan saya pagut dan akan saya curahkan segenap kasih sayang saya padanya. Akan saya ceritakan semuanya padanya. Akan saya kadukan padanya bahwa saya hampir saja tertipu.
Saya sadar dan saya bersyukur, di detik-detik penting tangan Tuhan menolong. Siapakah yang menggerakkan semua itu. Kenapa pada detik yang menentukan di saat Ihsan mau menekan tombol OK, lalu datang telepon saya untuk membatalkan? Kenapa disaat saya akan transfer di Bank Danamon, lalu Tuhan itu seakan berbisik. tanya dulu ke RS Hasan Sadikin.
Saya tidak mengerti, saya tidak habis mengerti. Tangan-tangan Tuhan selalu diberikannya pada hambanya yang memohon dan berdo’a. Menjadikan saya lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan Khalik yang mengatur semesta alam ini. Hanya karena pertolongan Allahlah drama satu babak ini berakhir dengan Happy Ending.

Untuk semua itu ingin saya petikkan sebuah firman suci –Nya dalam Al-Qur’an :
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS. 1:5)

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214)

Katakanlah, “Hai Hamba-hamba-KU yang melanggar batas hingga merugikan diri sendiri ! Janganlah berputus adas atas rahmat Allah. Sungguh, Allah mengampuni segala dosa, karena Ia Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Q.S. 39Surat Az Zumar  (Rombongan) Ayat 53
Siti Hajar adalah istir Nabi Ibrahim as. Saat itu, ia berjalan bolak-balik berkali-kali di tengah gurun yang tandus mencari air bagi anaknya. Shafa, arti harfiahnya adalah “kesucian dan ketegaran”. Siti Hajar ketika itu berlari bolak-ballik dari Shafa ke Marwah untuk mencari air. Ia tidak hanya berlari satu kali lalu berhenti  ketika ia tak menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi. Ketika ia gagal, maka ia beruaha lagi untuk mencari air yang sangat dibutuhkannya itu. Ketika gagal lagi, ia masih terus berusaha mencari sambil berlari-lari. Dalam hatinya yang suci dan teguh, ia hanya ingin menyelematkan anaknya, karena Alah SWT. Ia terus berupaya tanpa kenal putus asa. Meskpun sekiankali berusaha dan belum juga memperoleh air itu, ia masih terus berupaya dengan hati yang tegar tanpa kenal lelah. Setelah sekian kali berupaya, berulah ia menemukan mata air yang dibutuhkannya itu, atas pertolongan Allah Yang Maha Memberi.
Ini melambangkan suatu presistensi (ketetapan hati), atau upaya  tiada kenal lelah dan tiada kenal henti. Teladan dari sikap Siti Hajar, kemudian diabadikan oleh Allah SWT  untuk mengajarkan manusia tentang pentingnya suatu sikap “Istiqomah, atau upaya yang tiada kenal henti. Dorongan suara hati dari Al Muhaimin atau Yang Maha Memelihara dan melindungi anaknya, serta dorongan dari sauara hati al Matiin atau Yang Maha Menggenggam Kekuatan telah meneguhkan hatinya untuk kuat menghadapi berbagai rintangan. Inilah teladan yang harus diambil dari orang-orang yang melakukan Sa’I, dari Shafa ke Marwah, sebuah contoh konsistensi dan persistensi dalam rangka menjalankan misi Tuhan sebagai rahmatan lil’alamin.
Tak ada orang sukses tanpa mengalami kegagalan dan perjuangan. Ciri orang gagal selalu berhenti pada saat ia mengalami hambatan dan kesulitan, sedangkan orang sukses tidak berhenti pada saat ia belum berhasil. Bagi orang yang sukses, kegagalan adalah sebuah keberhasilan yan gtertunda. Thomas Alpha Edison mengalami kegagalan 10.000 kali sebelum ia berhasil membuat bola lampu pijar. Dan Rasulullah pun mengalami serta melalui berbagai masalah yang sangat berat sebelum Islam mendunia. Kegagalan harus diterima sebgai sebuah upay apembelajaran yang membuat anda menemukan sebuah pemikiran, penyempurnaan, metode dan tujuan yang lebih jelas. Kegagalan dapat diumpamakan sebagai sebuah batu intan yang belum digosok, semakin sering gagal maka makin sering digosok dan akan makin bersinar pula batu intan tersebut. Anda tidak perlu kecewa karena anda bisa belajar karenya.
Kegagalan akan menghapus kebiasaan yang buruk. Kegagalan, akan menghancarukan kesombongan, sehingga menciptakan sikap yang rendah hati, dan akan meningkatkan kecerdasan emosi anda melalui sikap terbuka dan persistent. Kegagalan, ujian/cobaan akan menghasilkan mental yang membaja. Kita butuh kegagalan, untuk menyempurnakan sikap dan mental kita. Anda harus membedakan antara kegagalan proses, danb kegagalans suara hati. Kegagalan proses hanya dikarenakan ilmu pengetahuan kita yang terbatas, akbiat kesalahan-kesalahan teknis yang kita buat. Namun kegegalan suara hati, adalah sesuatu hal yang paling membahayakan dan sangat mematikan. Karena dorongan suara hati telah tertutup, akibatnya tidak ada lagi energi pendorong yang akan membuat diri kita bangkit kembali. Orang yang beriman dan memiliki ketangguhan pribadi, tidak akan mengalami hal itu. Ia sudah  memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat, karena didorong oleh kekuatan iman yang tangguh. Ia sangat menyadari akan kebesaran Allah SWT, sehingga baginya, kegagalan hanyalah proses yang haru diperbaiki saja. Ia memiliki kekuatan dahsyat yang tercipta melalui ucapan takbir “Allahu Akbar”. Inilah yang disebut “Meta Kecakapan” di dalam haji, yaitu suatu kekuatan yang dilandasi prinsip yang tangguh.
Nilai ridha Allah dalam kegiatan sa’I, justru ketika sedang berjalan dan berlari, atau ketika berusaha. Semua uapaya dicatata oleh Allah SWT sebagai ibadah kepda-Nya. Kewajiban manusia adalah berusaha tiada henti, tanpa kenal putus asa. Allah yang akan memberikan air zam-zam, sebgai simbol berkah rezeki dan keselamatan.
AQ, atau Adversity Quotient adalah kecerdasan yang memiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup. Dengan AQ, seseorang bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak berputus asa. Ini adalah penemu karya Pau : G. Stoltz, Ph. D. david Mc Cleland, mengenai kebutuhan berprestasi, yakni The Need for achievement atau populer disebut dengan N-Ach. Bahkan stoltz llau memproklamasikan bahwa IQ dan EQ tidak lagi memadai untuk meraih sukses. Karena itu, passti ada faktor lain berupa motivasi, dorongan dari dalam, serta sikap njang menyerah. Faktor itu kemudian disebut Adversity Quotient (Paul G. Stoltz, Ph. D., Adversity Quotient, PT. Grasindo, Jakarta 2000).
Stoltz membagi tiga tipe manusia, pertama, Quitters (mereka yang berhenti). Orang-orang jenis ini berhenti di tengah proses pendakian, gampang putus asa, menyerah. Kedua, Campers (pekemah). Tidak mencapai puncak, sudah puas dengan yang telah dicapai. Ucapan mereka, “segini sajalah, sudah cukup. Ngapain capek-capek”. Orang-orang ini lebih baik dibanding quitters, sekurang-kurangnya bisa melihat dan merasakan tanganga. Banyak orang masuk tipe ini, pendakian yang tidak selesai itu sudah mereka anggap sebagai kesusksesan kahir. Namun sebenarnya tidak demikian, sebab masih banyak potensi mereka yang belum teraktualisasi hingga menjadi sia-sia. Ketiga, Climbers (pendaki). Mereka yang selalu optimistik, melihat peluang-peluang, melihat celah, melihat senoktah harapan di balik keputusasaan, selalu bergairah untuk maju. Noktah kecil yang oleh orang lain dianggap sepele, bagi para Climbers mampu dijadikannya sebagai cahaya penceraha kesuksesan. Ketika ilmu psikologi diperunakannya sebagai titik pihakan, maka Stoltz menempatkan Climbers pada piramida puncak hirarki kebutuhan yang disebut dalam teori Maslow sebagai aktualisasi diri.

Sebaliknya mengatakan hal-hal yang sama dengan yang diucapkan orang dahulu kala.

Q.S 23 Surat Al-Mu’minuun (orang Beriman) Ayat 81

Teori AQ milik Paul G. Stoltz, Ph.D. secara umum justru semakin membernarkan makna sa’I dari sisi ilmiah, A yang sebenarnya diajarkan ribuan tahun yang lalu. Siti Hajar adalah tipe climbers sejati, yang mungkin memiliki tingkat AQ yang sangat tinggi apabila diukur saat itu. Wanita berkulit hitam yang tidak kenal putus asa dan pantang menyerah. Inilah pesan Shafa,, Marwah dan Siti Hajar dari Allah SWT. Pesan dari Al Matiin, Tuhan Yang Maha Menggenggam Kekuatan. Dari Al Qowiyy, Tuhan Sang Sumber Kekuatan. Sumber kekuatan para cilmbers.
Sekarang marilah ktia berpikir sejenak. Haggar (Siti Hajar dalam bahasa Inggris) adalah seorang bekas budak berkulit hitam dari Ethiopia. Ia berjuang di padang pasir yang tandus, seorang diri. Untuk menyelamatkan putranya, Ismail. Perhatikanlah kata-kata kunci berikuti ini ; bekas budak, berkulit hitam, seorang diri ; Padang Pasir tandus ; panas terik; berlari-lari dari Shafa ke Marwan ; tujuh kali.
Mengapa Allah memilih dia, Siti Hajar ? yang diikuti umat manusia ketika bersa’I.ini menjelaskan bahwa ketika kemampuan logika sudah habis (putus asa), atau bisa dikatkan sudah kehabisan akal di tengah padang pasir. Kondisi ini dilambangkan dengan seorang wnaita bekas budah, bekrulit hitam, di tangah padang pasir yagn tandur. Dan seorang diri. Bagiamana mungkin seorang Climbers gaya Stoltz (AQ) masih bisa melihat “noktah” sebagai cahaya pencerah kesuksesan saat itu…..? Kala otak atau IQ tidak melihat harapan di tengah padang pasir. Ketika emosi (EQ-Daniel Goleman dan Robert Cooper) sudah berputus asa di sana. Saat AQ (Adversity Quotient-Stoltz) tidak bisa lagi meluihat peluang. Ketika proaktifnya Stphen Covey pupus. Kala berpikri besarnya Schwartz menciut. Saat pikiran bawah sadarnya Napoleon Hill Hancur. Dan ketika siti Jahar seorang diri di tengah padang pasir. Apa yang diyakininya ? Apa cahaya harapan itu ? Itulah cahaya Allah.
Cahaya pencerah hidayah, dari Al Wahhaab, Sang Pemberi. Dialah kekuatan yang abadi, tidak hanya untuk Siti Jahar, tetapi pelajaran bagi seluruh umat manusia. Dalam Shafa dan Marwah, air zam-zam dilambangkan sebagai wujud kekuatan dan kekuasaan Allah. Kekuatan pantang menyerah dari Al Matiin dan Al Qowiyy. Lambang ketidakberputusaan manusia. Dan lambang eksistensi Allah SWT.

Sungguh, Shafa dan Marwah merupakan sebagian Syi’ar Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Batullah atau ber-Umroh, tidalah salahnya di berthawaf mengelilingi kedeanya/ dan berangsiapa atas kemauan sendiri berbuat kebaikan, sungguh, Allah Maha Berterima kasih,
Maha Tahu.


Padang, Selasa 6 Agustus 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar