Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Telepon
berdering di pagi itu mengejutkan. “Pak, ada telepon dari Dr. Asep Gunawan dari
Bandung, ada
berita penting”. Gagang telepon itu rasa mau jatuh sewaktu saya mendengar Dr.
Asep Gunawan memberi tahu bahwa dia dokter yang bertugas di IGD (Instalasi
Gawat Darurat), berkata begini, “Apakah Dr. Suheimi punya anak yang namanya
Irdhan?”. “Memang kenapa?” kata saya tersentak. “Jangan terkejut Pak”, katanya
dari balik telepon. “Irdhan pagi ini dapat kecelakaan dan sedang kami tangani”.
“Bagaimana keadaan anak saya?”. “Sabar Pak, anak bapak sudah kami tangani, dia
sekarang dalam keadaan koma, dia mengalami perdarahan intrakranial”.
Sebagaimana layaknya seorang dokter memberi penjelasan.
Hati orang tua
mana yang tak tersentak dapat berita buruk itu. Irdhan yang katanya hari ini ke
Bandung untuk
menerima ijazah, dia lulus dan ditempatkan di KOSTRAD tiba-tiba mengalami
kecelakaan?.
Dari baik
telepon Dr. Asep Gunawan bicara dengan jelas sekali : “Kami mohon izin Bapak
untuk melakukan operasi, disamping perdarahan otak kakinya cedera, fraktur
terbuka patah tiga”. Dengan jantung rasakan copot tentu saya izinkan untuk
operasi, saya minta tolong pada Dr.Asep Gunawan. “tolonglah anak saya,
lakukanlah operasi secepatnya, segala resiko saya tanggung”. Dengan tenang Dr.
Asep Gunawan menanyakan apakah saya punya famili di Bandung yang bisa dihubungi segera untuk bisa
menandatangani perjanjian operasi. Lalu saya jawab, “suara saya lewat telepon
inilah jaminannya, pokoknya tolonglah anak saya segera”. “Ya kami akan tolong
anak Bapak secepat mungkin, tapi karena keadaan anak Bapak demikian gawat Bapak
tentu tahu akibatnya”. “Saya ini dokter, mengerti semuanya dan segala
resikonya, tolonglah segera Pak Asep”, pinta saya. “Baiklah Pak Suheimi, untuk
operasi ini alatnya kebetulan hanya ada di Apotik Kimia Farma Jakarta. Team kita sudah memesan alat itu,
tapi jawaban petugas apotik alat dan obatnya bisa segera dikirim asal
administrasinya diselesaikan lebih dulu. Untuk itu silakan Bapak telepon apotik
Kimia Farma dengan nomor telepon dan Hpnya sbb. Tanyakan disana ada Dr.
Hidayat”.
Langsung saya
telepon HP yang diberikannya. Dari balik telepon ada jawaban : “Oh ya benar
saya Dr. Hidayat, memang tadi ada permintaan ke apotik kami atas nama Dr. Asep
Gunawan meminta segera alat dan obat yang diperlukan. Semua itu telah ada
ditangan saya, tapi petugas keuangan meminta diselesaikan urusannya. Bagaimana
menurut Pak Suheimi? Atau adakah famili Bapak di Jakarta?”. “Ada anak saya Ihsan dan ini nomor Hpnya…”
kata saya sambil memberikan nomor HP Ihsan. Ihsan pun saya beri tahu tentang
kecelakaan adiknya Irdhan. “Ya Pa” kata Ihsan dari balik Hpnya. “Ihsan juga
baru dapat berita dari Dr. asep Gunawan di Bandung, tapi uang Ihsan ada Rp.7.500.000,-.
Segera Ihsan transfer lewat ATM”.
Sementara itu
Dr. Hidayat saya telepon lagi. “Tolonglah Dr. Hidayat sesegeranya bawa alat dan
obat itu , saya segera ke jakarta
dan membawa uang yang diminta. Tapi jika apotik ini punya rekening bank, saya
bisa transfer”. Lantas Dr. Hidayat bertanya, “lewat bank mana Pak Suheimi bisa
mengirim dengan cepat?”. Saya katakan lewat Bank Danamon. “Baiklah” kata Dr.
Hidayat. “Bapak bisa kirimkan ke Bank Danamon cabang Prapatan Jakarta atas nama
Ari Gunawan No…”
Agak lega perasaan
saya karena bisa membeli alat dan obat, tentu anak saya bisa segera dioperasi.
Kemudian Dr. Hidayat menyebut harga alat dan obat itu Rp.21.750.000,-. “Ndak
apa-apa” kata saya. “Dalam 10 menit saya akan sampai di Bank Danamon”. Saya HP
lagi Ihsan, rupanya dia sedang di ruang ATM, dia sedang mentransfer uang
Rp.7.500.000,-, akan menekan OK. Hpnya berdering dapat telepon dari saya.
“Biarlah papa saja yang mentransfer semuanya Rp.21.750.000,-. Uang Ihsan bisa
digunakan untuk yang lain. Sekarang secepatnya Ihsan pergi ke Bnadung, lihat
adikmu”. Ihsan ndak jadi menekan OK, tapi ditekannya CANCEL, batal uang tak
jadi dikirim.
Bertubi-tubi
telepon datang, istri saya stress bukan manusia\in. semua baju-baju dikemasi,
semua sanak famili di telepon. Tiket segera di beli, kami akan berangkat ke Bandung. Telepon datang
lagi, “Maaf ini Dr.Suheimi?. “Tidak”, kata istri saya, “Ini istrinya”. “Buk,
saya AKBP Sutrisno, saya polisi yang menangani kasus kecelakaan anak ibu,
Irdhan, tapi saya mau bicara dengan Dr. Suheimi”. “Katakanlah pada saya, saya
ibunya Irdhan, saya juga dokter”, kata istri saya terisak. “Bisa ibu sabar dan
tenang? Agar saya bisa menjelaskan peristiwanya”. “Katakanlah”, kata istri
saya, “Apakah anak kami masih hidup?”. “Anak ibu masih hidup, tapi keadaannya
gawat dan sudah saya antar ke RS Hasan Sadikin, sedangkan temannya mati di
tempat. Yang menabrak anak ibu sudah ditangan saya.. Jadi ibu tolong hubungi
Dr. Asep gunawan di Bandung”.
Istri saya
menggigil dan bertambah stress atas penjelasan pak polisi dan segera menyuruh
saya ke Bank.
Oh betapa
ringannya badan ini, betapa hampanya hidup ini, betapa pahitnya cobaan ini.
Anak yang hari ini menerima ijazah, hari ini akan dilantik lalu dapat
kecelakaan?. Memang sejak pagi saya sudah HP Irdhan, tapi Hpnya tak hidup.
Mungkin ketika saya menghubunginya, mungkin ketika itu tabrakan terjadi.
Terbayang wajahnya, terbayang semua kenangan bersamanya, sekilas etrbayang
saat-saat dia lahir ke Bumi ini. Terbayang ketika dia ikut Paskibraka, terbayang
ketika potretnya sedang mengembangkan bendera pusaka diabadikan dalam uang
Rp.50.000,-. Terbayang ketika dia lulus latihan Candradimuka di lembah Tidar.
Terbayang ketika dengan gagahnya dia berpakaian komando. Terbayang ketika dia
ditempa di hutan belantara, menangkap dan memakan ular. Terbayang ketika dia
dengan senjata lengkap harus menyeberang berenang dari Cilacap ke Pulau Nusa
Kambangan, sambil menarik temannya yang hampir tenggelam lemas kehabisan
tenaga. Satu demi satu wajahnya terukir dan melintas lagi. Bayangan itu pudar
ketika di jalan itu saya di klakson mobil karena saya hampir menabrak sebuah
kijang yang tiba-tiba berbelok.
Di belakang stir
air mata saya berlinang, menetes membasahi pipi tak terasakan. Saya hapus air
yang membikin kabur penglihatan itu, saya tabahkan hati ini.
Kenapa harus
dia, kenapa anak yang telah ditempa dan dogodok sedemikian rupa harus pergi
karena kecelakaan? Kenapa harus dia, kenapa ya Allah?.
Pahit getir
telah ditempuhnya, kenapa harus berakhir seperti ini? Ya Allah, izinkan aku
bertemu dengan anakku walau hanya sekejap. Jangan ambil nyawanya. Anak saya
yang terkasih. Ya Allah, tolong selamatkan jiwa anak saya. Saya ayahnya,
izinkan aku menciumnya dalam keadaan hidup. Saya bayangkan dia yang sedang
dalam keadaan koma. “Anakku, kenapa ayah tak bisa berbuat apa-apa disaat engkau
membutuhkan bantuanku. Aku akan datang, aku akan terbang, tunggu ayahmu nak”
kata saya sambil menghapus air mata yang meleleh.
Dengan tulus
saya berdo’a dan meminta, dan akhirnya semua urusan diserahkan pada Illahi.
Ketika saya
sampai di pekarangan Bank Danamon untuk mentransfer uang 23,5 juta.. Sebelum
turun dari mobil, saya ingin tahu bagaimana keadaan Irdhan, apakah dia masih
bisa ditolong atau kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Saya minta informasi
ke Bandung
menanyakan telepon RS Hasan Sadikin dan IGD.
Begitu petugas
IGD saya tanya, “Saya Dr. Suheimi dari Padang
kepingin tahu bagaimana keadaaan anak saya Irdhan yang dapat kecelakaan pagi
tadi”. Lalu petugas IGD menjawab, “Apakah bapak disuruh transfer uang?”.
Rupanya uang ini memang diperlukan, kata saya dalam hati. Bergegas saya jawab,
“belum Pak, tapi saya sekarang di pekarangan Bank Danamon dan segera akan saya
transfer”. “kalau belum jangan kirim dulu pak. Bapak sabar, mungkin ini suatu penipuan,
sebentar akan saya lihat nama-nama pasien yang ada di IGD”. Betapa
terperangahnya saya ketika dari gagang telepon itu saya dengar dengan jelas
petugas itu berkata, “Tidak pak, tidak ada yang namanya irdhan, ini hanya suatu
tipuan dan telah banyak orang yang kena tipu semacam ini”.
Tidak lama
kemudian, telepon saya berdering lagi. “Dr. Suheimi, ini dari Dr. Hidayat, saya
sudah berada di lapangan udara,
obat-obat dan alat-alat sudah ditangan saya. Tapi apakah uang sudah bapak
transfer?”. Saya jawab, “Sudah”, untuk menggodanya. “Belum ada Pak, belum ada
buktinya, apakah anak bapak mau segera ditolong?”. Lalu saya hardik dia,
“bajingan kamu”. Mendengar kata bajingan itu telepon diputus dan sejak itu dia
tidak pernah menelepon lagi.
Saya langsung
sujud syukur, jadi anakku Irdhan tak mengalami apa-apa. Pada hari ini
sebetulnya dia sedang dilantik, ada wejangan dari Jenderal dan ada pembagian
ijazah sehingga sejak pagi HPnya dimatikan.
Ketika siang
saya dapat telepon dari Irdhan dengan ceria dia berkata baru dapat ijazah dan
penempatan di KOSTRAD. Kebetulan hanya dia seorang yang berasal dari Sumatera
Barat. “Esok Irdhan mau pulang”, katanya sambil tertawa ceria. Saya senyum,
terbesit keinginan di hati saya menceritakan peristiwa yang menimpa kami itu.
Tapi biarlah, besok dia akan datang. Besok dia kan kucium, akan saya pagut dan akan saya
curahkan segenap kasih sayang saya padanya. Akan saya ceritakan semuanya
padanya. Akan saya kadukan padanya bahwa saya hampir saja tertipu.
Saya sadar dan
saya bersyukur, di detik-detik penting tangan Tuhan menolong. Siapakah yang
menggerakkan semua itu. Kenapa pada detik yang menentukan di saat Ihsan mau
menekan tombol OK, lalu datang telepon saya untuk membatalkan? Kenapa disaat
saya akan transfer di Bank Danamon, lalu Tuhan itu seakan berbisik. tanya dulu
ke RS Hasan Sadikin.
Saya tidak
mengerti, saya tidak habis mengerti. Tangan-tangan Tuhan selalu diberikannya
pada hambanya yang memohon dan berdo’a. Menjadikan saya lebih dekat dan lebih
dekat lagi dengan Khalik yang mengatur semesta alam ini. Hanya karena
pertolongan Allahlah drama satu babak ini berakhir dengan Happy Ending.
Untuk semua itu
ingin saya petikkan sebuah firman suci –Nya dalam Al-Qur’an :
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS. 1:5)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”.
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214)
Katakanlah, “Hai Hamba-hamba-KU yang melanggar batas
hingga merugikan diri sendiri ! Janganlah berputus adas atas rahmat Allah.
Sungguh, Allah mengampuni segala dosa, karena Ia Maha Pengampun, Maha
Penyayang.
Q.S. 39Surat Az Zumar
(Rombongan) Ayat 53
Siti
Hajar adalah istir Nabi Ibrahim as. Saat itu, ia berjalan bolak-balik
berkali-kali di tengah gurun yang tandus mencari air bagi anaknya. Shafa, arti
harfiahnya adalah “kesucian dan ketegaran”. Siti Hajar ketika itu berlari
bolak-ballik dari Shafa ke Marwah untuk mencari air. Ia tidak hanya berlari
satu kali lalu berhenti ketika ia tak
menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi. Ketika ia
gagal, maka ia beruaha lagi untuk mencari air yang sangat dibutuhkannya itu.
Ketika gagal lagi, ia masih terus berusaha mencari sambil berlari-lari. Dalam
hatinya yang suci dan teguh, ia hanya ingin menyelematkan anaknya, karena Alah
SWT. Ia terus berupaya tanpa kenal putus asa. Meskpun sekiankali berusaha dan
belum juga memperoleh air itu, ia masih terus berupaya dengan hati yang tegar
tanpa kenal lelah. Setelah sekian kali berupaya, berulah ia menemukan mata air
yang dibutuhkannya itu, atas pertolongan Allah Yang Maha Memberi.
Ini
melambangkan suatu presistensi (ketetapan hati), atau upaya tiada kenal lelah dan tiada kenal henti.
Teladan dari sikap Siti Hajar, kemudian diabadikan oleh Allah SWT untuk mengajarkan manusia tentang pentingnya
suatu sikap “Istiqomah, atau upaya yang tiada kenal henti. Dorongan suara hati
dari Al Muhaimin atau Yang Maha Memelihara dan melindungi anaknya, serta
dorongan dari sauara hati al Matiin atau Yang Maha Menggenggam Kekuatan telah
meneguhkan hatinya untuk kuat menghadapi berbagai rintangan. Inilah teladan
yang harus diambil dari orang-orang yang melakukan Sa’I, dari Shafa ke Marwah,
sebuah contoh konsistensi dan persistensi dalam rangka menjalankan misi Tuhan
sebagai rahmatan lil’alamin.
Tak ada
orang sukses tanpa mengalami kegagalan dan perjuangan. Ciri orang gagal selalu
berhenti pada saat ia mengalami hambatan dan kesulitan, sedangkan orang sukses
tidak berhenti pada saat ia belum berhasil. Bagi orang yang sukses, kegagalan
adalah sebuah keberhasilan yan gtertunda. Thomas
Alpha Edison mengalami kegagalan 10.000 kali sebelum ia berhasil membuat
bola lampu pijar. Dan Rasulullah pun mengalami serta melalui berbagai masalah
yang sangat berat sebelum Islam mendunia. Kegagalan harus diterima sebgai
sebuah upay apembelajaran yang membuat anda menemukan sebuah pemikiran,
penyempurnaan, metode dan tujuan yang lebih jelas. Kegagalan dapat diumpamakan
sebagai sebuah batu intan yang belum digosok, semakin sering gagal maka makin
sering digosok dan akan makin bersinar pula batu intan tersebut. Anda tidak
perlu kecewa karena anda bisa belajar karenya.
Kegagalan
akan menghapus kebiasaan yang buruk. Kegagalan, akan menghancarukan kesombongan,
sehingga menciptakan sikap yang rendah hati, dan akan meningkatkan kecerdasan
emosi anda melalui sikap terbuka dan persistent. Kegagalan, ujian/cobaan akan
menghasilkan mental yang membaja. Kita butuh kegagalan, untuk menyempurnakan
sikap dan mental kita. Anda harus membedakan antara kegagalan proses, danb
kegagalans suara hati. Kegagalan proses hanya dikarenakan ilmu pengetahuan kita
yang terbatas, akbiat kesalahan-kesalahan teknis yang kita buat. Namun
kegegalan suara hati, adalah sesuatu hal yang paling membahayakan dan sangat
mematikan. Karena dorongan suara hati telah tertutup, akibatnya tidak ada lagi
energi pendorong yang akan membuat diri kita bangkit kembali. Orang yang
beriman dan memiliki ketangguhan pribadi, tidak akan mengalami hal itu. Ia sudah memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat,
karena didorong oleh kekuatan iman yang tangguh. Ia sangat menyadari akan
kebesaran Allah SWT, sehingga baginya, kegagalan hanyalah proses yang haru
diperbaiki saja. Ia memiliki kekuatan dahsyat yang tercipta melalui ucapan
takbir “Allahu Akbar”. Inilah yang disebut “Meta Kecakapan” di dalam haji,
yaitu suatu kekuatan yang dilandasi prinsip yang tangguh.
Nilai
ridha Allah dalam kegiatan sa’I, justru ketika sedang berjalan dan berlari,
atau ketika berusaha. Semua uapaya dicatata oleh Allah SWT sebagai ibadah
kepda-Nya. Kewajiban manusia adalah berusaha tiada henti, tanpa kenal putus
asa. Allah yang akan memberikan air zam-zam, sebgai simbol berkah rezeki dan
keselamatan.
AQ, atau
Adversity Quotient adalah kecerdasan
yang memiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup.
Dengan AQ, seseorang bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan
hidup untuk tidak berputus asa. Ini adalah penemu karya Pau : G. Stoltz, Ph. D. david Mc Cleland, mengenai
kebutuhan berprestasi, yakni The Need for
achievement atau populer disebut dengan N-Ach. Bahkan stoltz llau
memproklamasikan bahwa IQ dan EQ tidak lagi memadai untuk meraih sukses. Karena
itu, passti ada faktor lain berupa motivasi, dorongan dari dalam, serta sikap
njang menyerah. Faktor itu kemudian disebut Adversity
Quotient (Paul G. Stoltz, Ph. D., Adversity
Quotient, PT. Grasindo, Jakarta 2000).
Stoltz
membagi tiga tipe manusia, pertama, Quitters (mereka yang berhenti).
Orang-orang jenis ini berhenti di tengah proses pendakian, gampang putus asa,
menyerah. Kedua, Campers (pekemah). Tidak mencapai puncak, sudah puas dengan
yang telah dicapai. Ucapan mereka, “segini sajalah, sudah cukup. Ngapain
capek-capek”. Orang-orang ini lebih baik dibanding quitters, sekurang-kurangnya bisa melihat dan merasakan tanganga.
Banyak orang masuk tipe ini, pendakian yang tidak selesai itu sudah mereka
anggap sebagai kesusksesan kahir. Namun sebenarnya tidak demikian, sebab masih
banyak potensi mereka yang belum teraktualisasi hingga menjadi sia-sia. Ketiga,
Climbers (pendaki). Mereka yang
selalu optimistik, melihat peluang-peluang, melihat celah, melihat senoktah
harapan di balik keputusasaan, selalu bergairah untuk maju. Noktah kecil yang
oleh orang lain dianggap sepele, bagi para Climbers
mampu dijadikannya sebagai cahaya penceraha kesuksesan. Ketika ilmu psikologi
diperunakannya sebagai titik pihakan, maka Stoltz menempatkan Climbers pada piramida puncak hirarki
kebutuhan yang disebut dalam teori Maslow sebagai aktualisasi diri.
Sebaliknya
mengatakan hal-hal yang sama dengan yang diucapkan orang dahulu kala.
Q.S 23 Surat Al-Mu’minuun (orang Beriman) Ayat 81
Teori AQ
milik Paul G. Stoltz, Ph.D. secara umum justru semakin membernarkan makna sa’I
dari sisi ilmiah, A yang sebenarnya diajarkan ribuan tahun yang lalu. Siti
Hajar adalah tipe climbers sejati,
yang mungkin memiliki tingkat AQ yang sangat tinggi apabila diukur saat itu.
Wanita berkulit hitam yang tidak kenal putus asa dan pantang menyerah. Inilah
pesan Shafa,, Marwah dan Siti Hajar dari Allah SWT. Pesan dari Al Matiin, Tuhan
Yang Maha Menggenggam Kekuatan. Dari Al Qowiyy, Tuhan Sang Sumber Kekuatan.
Sumber kekuatan para cilmbers.
Sekarang
marilah ktia berpikir sejenak. Haggar (Siti
Hajar dalam bahasa Inggris) adalah seorang bekas budak berkulit hitam dari Ethiopia.
Ia berjuang di padang
pasir yang tandus, seorang diri. Untuk menyelamatkan putranya, Ismail.
Perhatikanlah kata-kata kunci berikuti ini ; bekas budak, berkulit hitam,
seorang diri ; Padang Pasir tandus ; panas terik; berlari-lari dari Shafa ke
Marwan ; tujuh kali.
Mengapa
Allah memilih dia, Siti Hajar ? yang diikuti umat manusia ketika bersa’I.ini
menjelaskan bahwa ketika kemampuan logika sudah habis (putus asa), atau bisa
dikatkan sudah kehabisan akal di tengah padang
pasir. Kondisi ini dilambangkan dengan seorang wnaita bekas budah, bekrulit
hitam, di tangah padang
pasir yagn tandur. Dan seorang diri. Bagiamana mungkin seorang Climbers gaya Stoltz (AQ) masih bisa melihat “noktah”
sebagai cahaya pencerah kesuksesan saat itu…..? Kala otak atau IQ tidak melihat
harapan di tengah padang
pasir. Ketika emosi (EQ-Daniel Goleman dan Robert Cooper) sudah berputus asa di
sana. Saat AQ
(Adversity Quotient-Stoltz) tidak bisa lagi meluihat peluang. Ketika
proaktifnya Stphen Covey pupus. Kala berpikri besarnya Schwartz menciut. Saat
pikiran bawah sadarnya Napoleon Hill Hancur. Dan ketika siti Jahar seorang diri
di tengah padang
pasir. Apa yang diyakininya ? Apa cahaya harapan itu ? Itulah cahaya Allah.
Cahaya
pencerah hidayah, dari Al Wahhaab, Sang Pemberi. Dialah kekuatan yang abadi,
tidak hanya untuk Siti Jahar, tetapi pelajaran bagi seluruh umat manusia. Dalam
Shafa dan Marwah, air zam-zam dilambangkan sebagai wujud kekuatan dan kekuasaan
Allah. Kekuatan pantang menyerah dari Al Matiin dan Al Qowiyy. Lambang
ketidakberputusaan manusia. Dan lambang eksistensi Allah SWT.
Sungguh, Shafa
dan Marwah merupakan sebagian Syi’ar Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke
Batullah atau ber-Umroh, tidalah salahnya di berthawaf mengelilingi kedeanya/
dan berangsiapa atas kemauan sendiri berbuat kebaikan, sungguh, Allah Maha
Berterima kasih,
Maha Tahu.
Padang, Selasa 6 Agustus
2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar