Jumat, 15 November 2013

KIAT MENGATASI STRES DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI



Oleh : Dr.H.K.Suheimi
 
  Stres,  dulu itu hanya satu kosa kata khas manusia  Amerika, 

embel-embel  muram dari segala yag berbau gaya hidup Barat,  kini 

kata itu segera masuk dalam kamus se har-hari di kawasan ini. Dan 

merupakan  predikat  yang nampaknya mestI  membayar  mahal  untuk 

kemajuan yang di capainya.

Kemajuan  ekonomi yang sayangnya tidak  disertai  pemerataan 

dalam distribusinya, membuat kota-kota besar kian tumbuh dan  tak 

terkontrol.  Urbanisasi  terjadi sebagaimana  layaknya  air  bah, 

mengerikan.

   


 
Padatnya  penduduk menyebabkan penyempitan  "ruang  pribadi" 

masing-masing  orang.  Hilang atau kian sempitnya  ruang  pribadi 

adalah salah satu yang menimbulkan stress. Pada anak-anak efeknya 

lebih  besar.  Disamping kian sulit mengembangkan  diri--  akibat 

kurangnya arena tempat bermain.

   


 
Sementara  penambahan  mobil yang cepat  dan  pesat,  sering 

disebut  sebagai indikasi kemakmuran, mobil pula  sumber  stress. 

Kemacetan lalu lintas adalah menu se hari-hari yang di telan oleh 

penghuninya. Di beberapa ruas jalan, kecepatan lalu lintas  tidak 

lebih dari 7 km/jam-- alias sama saja dengan berjalan kaki. Belum 

lagi jika ada perbaikkan jalan, galian kabel listrik dan  telepon 

yang semuanya merupakan tuntutan ke hidupan modern tadi.

   


 
Kota  besar--  tempat beredarnya sebagian terbesar  uang  di 

negeri  ini--belum berhenti melahap para pemukim baru. Dan  belum 

berhenti mencekikkan mencekikkan stres yang kian pahit.
ð73 Š
   


 
Kemakmuran  yang  melimpah dan  meluasnya  informasi  secara 

cepat,  menyebabkan  perubahan gaya hidup dan  nilai-nilai  hidup 

secara seketika pula. Tak semua orang mampu menghadapi  perubahan 

cepat itu.

   


 
Stress,  kosa  kata  yang kian akrab  di  telinga  siapapun. 

Benarkah  stress  merupakan keniscayaan manusia  berbudaya?  Atau 

ongkos yang mesti di bayarkan kepada kemajuan peradaban semu?.

Stress adalah kondisi mutlak manusia berbudaya saat ini, dan 

memang itu adanya.

   


 
Stress  tengah melanda dunia. Kerja keras,  sukses  ekonomi, 

perubahan gaya hidup, perceraian dan kepadatan penduduk di tunjuk 

sebagai biang stress atau stressor.

   


 
Hari demi hari kata stres makin  sering terdengar  di telin­

ga siapapun. Di telinga eksekutif, pegawai negeri, sopir bis  dan 

penompang, pengamen dsb. Stress jadi pembicaraan di ruang berpen­

dingin,  di pos ronda, di tengah bau amis pasar tradisionil  atau 

di  rumah tangga, seminar dan artikel tentang  stresssangat  laku 

dan di datangi serta di baca orang.

   


 
Tapi  siapakah  yang sebenarnya yang paling mudah  di  timpa 

stress?

   


 
Datangnya  nilai baru rupanya tak mudah  menumbangkan  nilai 

lama. Sementara, dalam beberapa hal, mustahil mempertemukan kedua 

nilai tersebut.

   


 
Sebuah  keluarga  sukses-  punya jabatan,  uang  dan  banyak 

relasi-misalnya.  Mereka merasa berdosa jika belum  membahagiakan 

familinya. Maka jika ada posisi kosong di perusahaan,  keluargan­

yalah  yang  lebih  dulu menempati. Munculah apa  yang  di  sebut 
 
ð73 Škaryawan  "Instan",  karyawan  yang tak  perlu  mengikuti  aturan 

penerimaan pegawai.

   


 
Kita memang tengah bingung. Globalisasi menuntut kita  untuk 

memilih. Berpenampilan dan berprilaku sama dengan masyarakat maju 

dengan  resiko  meninggalkan budaya leluhur? Atau  hidup  menjauh 

dari kesempatan dan kemajuan yang di tawarkan?.

   


 
Stress telah menimpa semua lapisan sosial.

   


 
Di  wilayah  padat interpersonal  physical  distance  (Jarak 

fisik  antar pribadi) adalah barang langka yang sangat  berharga. 

Mustahil  orang  bisa melakukan aktifitas  pribadi  dengan  enjoy 

tanpa  di  dengar  dan di lihat orang lain.  Menurut  para  ahli, 

panas,  bau,  suara, sentuhan badan meninggkatkan  ke  pekaan  di 

tengah  ke padatan. Terganggunya ini menimbulkan perasaan  terte­

kan. Malah sering menimbulkan tindakkan yang bertentangan  dengan 

nilai-nilai sosial.

   


 
Pria  yang  tinggal didaerah padat  cendrung  menyembunyikan 

kesedihannya.  Perilakunya lebih bersaing, gampang curiga,  serta 

garang.  Sifat  inilah  yang menyebabkan  tindakkan  agresif  dan 

perbuatan  ke  jahatan. Sedang wanita  lebih  mudah  menyesuaikan 

diri. Ia cendrung bisa membagi membagi rasa kesedihan dan gampang 

bekerjasama.

   


 
Lingkungan hidup mereka, tak pernah sepi tentram. Dari waktu 

ke waktu mereka terus di hujani rangsangan dari luar.  Rangsangan 

itu  berupa raungan motor, lengkingan klakson, suara  kereta  api 

dan banyak lagi, yang semuanya melewati kemampuan mereka mencerna 

rangsangan  tersebut. Semua kebisingan itu,  mengurangi  tanggung 

jawab  sosial  mereka.  Mereka merasa  lingkunganpun  tak  pernah 

toleran pada kehidupan mereka. Membuat mereka 24 jam hidup  dalam  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šhingga bingar.

   


 
Berkeluarga bagi kebanyakkan orang masih merupakan tindakkan 

luhur.  Hidup melajang di nilai tak layak, dengan alasan,  takdir 

laki-laki dan perempuan adalah untuk di persatukan.

   


 
Tapi  kini  nilai-nilai dalam  keluarga,  tengah  menghadapi 

ujian  yang  cukup berat. Penyebabnya keluarga  diharapkan  mampu 

menseleksi  serbuan budaya global yang kian  menderas.  Sementara 

peran  ayah  ibu sebagai penopang hidup  keluarga,  nyaris  sama. 

Keduanya  sama-sama mencari nafkah dan meninggalkan rumah.  Istri 

yang  bekerja,  tak  terelakkan akan  menimbulkan  dampak  buruk. 

Terutama jika posisi istri lebih tinggi katimbang suami.


   


 
Hal  ini akan membuat suami mengeluh. Dia merasa  kurang  di 

layani  yang  membuat wibawa dirinya berkurang.  Akibatnya  suami 

akan  memperlihatkan  kekuasaannya dengan  cara  marah-marah  dan 

mencelakakan istri.

   


 
Tindakkan suami semacam ini memang beralasan, sebab keluarga 

Indonesia  masih teguh memandang konsep lama yakni ;  bapak  tahu 

yang  terbaik  bagi anggota keluarganya. Konsep  ini  menempatkan 

bapak sebagai kepala keluarga.

   


 
Sementara tekanan ekonomi telah mengubah struktur  keluarga, 

terutama  di pedesaan. Maka di desa tak jarang kita temui  wanita 

menjadi  kepala  keluarga, karena suami mencari  kerja  di  kota. 

Selain  itu  ada bapak yang merangkap kerja ibu  karena  istrinya 

pergi  TKW. Sedangkan di kota-kota besar, kitapun sering  menemui 

keluarga jarak jauh, istri dan suami bekerja dan tinggal di  kota 

yang berbeda.

   


 
Perubahan-perubahan ini otomatis menuntut terjadinya peruba­

han sikap dan nilai dalam keluarga yang menganggap bapak  sebagai  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šsosok "paling tahu". Mendidik anak merupakan tanggung jawab suami 

istri, tak lagi merupakan tanggung jawab istri. Masyarakatpun tak 

semata menyalahkan ibu jika salah seorang anaknya nakal.  Harapan 

ideal rupanya harus menapaki jalan berduri dulu. Terbukti  banyak 

pasangan suami istri tak tahan dengan perubahan-perubahan.  Angka 

perceraian meningkat dari tahun ke tahun.

   


 
Manusia membayar mahal "kemajuan peradaban" dengan tingginya 

angka perceraian. Kedua belah pihak tidak di untungkan dan  anak-

anak menjadi korbannya yang paling nestapa ada potret buram dalam 

kehidupan perkawinan.


   


 
Jika  benar bahwa perceraian adalah faktor  penyebab  stress 

yang tertinggi. Negara-negara Industri di Barat tengah mengumpul­

kan  manusia-manusia  yang rawan stress.  Mereka  harus  membayar 

mahal kemajuan dan kelimpah ruahan.


   


 
Adanya perubahan kultural, merosotnya nilai-nilai moral yang 

di sebabkan oleh menipisnya pengaruh ajaran agam dan meningkatnya 

pemujaan materi.

   


 
Tampaknya  meski  mereka pasangan suami  istri,  mereka  tak 

memiliki kedekatan jiwa dengan pasangannya masing-masing.

   


 
Kesenjangan  antara harapan dan kenyataan akan semakin  men­

ganga, bila pasangan suami istri itu telah punya sejumlah  anak.. 

Bila  mereka sama-samsa bekerja. Kesempatan buat ngobrol  bersama 

atau waktu untuk beromantis akan semakin berkurang.

   


 
Gangguan  stress biasanya timbul secara lamban, tidak  jelas 

kapan  mulainya dan sering tidak disadari. Namun dari  pengalaman 

Psikiatri,  stress ternyata memperlihatkan sejumlah  gejala  yang 

bisa dimasukkan ke dalam tahapan seperti ini

   


 
Stress tingkat 1, merupakan tahapan paling ringan,  biasanya  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šdi sertai dengan perasaan-perasaan seperti semangat besar,pengli­

hatan tajam, energi dan gugup berlebihan, dan kemampuan  menyele­

saikan pekerjaan lebih dari biasanya.

   


 
Pada  stres  tingkat 2, hal menyenangkan  mulai  menghilang. 

Sebalinya  timbul keluhan-keluhan, seperti merasa  letih  sewaktu 

bangun  pagi,  merasa  lelah, susah makan,  ada  gangguan  sistem 

pencernaan,  jantung berdebar-debar, rasa tegang  pada  otot-otot 

punggung, dan erasaaan tak santai.

   


 
Stress  tahap  3,  semakin letih,  disertai  dengan  gejala-

gejala,  gangguan usus lebih besar, otot tegang. Perasaan  tegang 

semakin meningkat, gangguan tidur dan badan terasa mau pingsan.

   


 
Stress  tahap  4, gejala semakin  memburuk,  sulit  bertahan 

sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan menjadi  sulit, 

muncul  mimpi-mimpi yang menegangkan, perasaan  negatifistik  dan 

perasaan takut yang tak jelas sebabnya

   


 
Tahap  lima,  perasaan takut semakin  menjadi,  mirip  orang 

panik,  letih  fisik dan jiwa semakin  mendalam,  akhirnya  masuk 

gawat darurat rawat di ICCU

   


 
Akibat stress itu, bagian-bagian tubuh yang terkena,  adalah 

rambut kepala yng mudah rontok, lepas berubah warna, bahkan  bisa 

botak.

   


 
Mata  agak kabur untuk melihat meskipun bila di  periksakan, 

mulut  kering  sukar menelan,  sering  berkeringat,  gatal-gatal, 

sering jerawat, nafas sesak dan berat, rongga dada sempit.

Jantung berdebar, pusing, maag, sering kencing.

   


 
Adanya  perubahan yang sangat cepat di  masyarakat.  Ketidak 

mampuan  untuk  memenuhi harapan harapan yang  di  tentukan  oleh 

kaidah-kaidah baru, sering kali membawa stress.
ð73 Š
   


 
Apakah  kita  semua jadi orang modern  dalam  sosok  manusia 

besi,  dingin, hardless, saya kira itu tidak betul  juga.  Nilai-

nilau tradisi tetap perlu, supaya kita jangan jadi manusia besi.

   


 
Dalam masyarakat Barat yang modern , masih dikenal  tenggang 

rasa  sesama  keluarga. Modern tidak berarti harus  putus  dengan 

ikatan  keluarga  besar kita. Selalu ada hubungan  keluarga  yang 

hangat, cuma harus di rasionalkan.

   


 
Bagaimana  kiat dalam mengatasi stressdan emosi  ini,  untuk 

itu beberapa pegangan akan saya coba jelaskan.

   


 
Pertama , kita perlu mengakui bahwa emosi itu tidak apa-apa. 

Sebetul nya emosi dapat sangat bermanfaat. Kadang-kadang, teruta­

ma  jika kita menjadi marah atau frustrasi, kita  berfikir  bahwa 

emosi  itu  buruk. Tuhan menciptakan emosi. Emosi  adalah  bagian 

dari wujud manusia. Emosi mendorong kita untuk bertindak.

   


 
Namun  emosi dapat menimbulkan masalah bila kita tidak  men­

gendalikannya.  Emosi  yang tidak  terkendali  dapat  menimbulkan 

tekanan darah tinggi, keteganggan otot, berbagai macam  penyakit, 

atau  menjadi  marah terhadapa anak-anak dan  terhadap  pasangan. 

Akibat-akibat negatif itu tidak banyak disebabkan oleh emosi  itu 

sendiri,  tetapi lebih banyak karena ke tidak mampuan kita  untuk 

mengendalikannya dan memanfaatkannya secara konstruktif.

   


 
Adalah  penting untuk di ketahui bahwa emosi berkaitan  erat 

dengan fikiran dan perbuatan.

   


 
Kedengarannya  bagus,  tapi sebetulnya sulit  menyuruh  diri 

kita  sendiri, "jangan cemas" atau "Jangan marah",  atau  "Jangan 

kuatir". Dalam sebagian besar kasus hal itu tidak berhasil.  Jika 

saya sedih, lalu sesorang berkata "Anda tidak perlu sedih",  saya 
 
ð73 Štidak akan mulai merasa gembira seberapa kerasnya pun saya  beru­

saha.

   


 
Emosi berkaitan dengan perbuatan. Kita perlu menyadari bahwa  

fikiran dan perbuatan berjalan bersama-sama.

   


 
Saya  mengenal  seorang ibu yang  yang  benar-benar  menjadi 

benci  kepada anak laki-lakinya. Ibu itu selalu  mengeluh  kepada 

anaknya,  selalu  memarahinya, selalu meledak  amarahnya  melihat 

anaknya itu. Suatu hari siibu berubah dan berkata"Tuhan tolonglah 

aku untuk melihat apa yang baik pada anakku. Tolonglah aku  untuk 

mengatakan  apa-apa yang baik dan bukan mengomel  setiap  saat".. 

Ibu  itu  tidak langsung merasa merasakan adanya  perubahan  pada 

diri  anaknya,  tetapi dia sendiri mengubah tindakkan.  Dan  pada 

waktu  ia mulai mengatakan hal-hal yang positif  kepada  anaknya, 

anaknyapun  mulai  menanggapi secara lebih  positif.  Maka  tidak 

perlu  lagi  si ibu marah-marah, karena tabiat  anaknya  berubah. 

Perbuatan  yang penuh kasih dari si ibu membangkitkan emosi  yang 

penuh kasih pula pada kedua belah pihak.

   


 
Tindakkan  lain  yang akan menolong  mengatur  emosi  adalah 

membicarakan masalah-masalah dengan seseorang yang kiranya  dapat 

membantu kita memandang berbagai hal dari sudut yang benar.  Kita 

juga dapat berbicara dengan Tuhan, mengendalikan emosi-emosi kita 

dengan do'a. Kita bisa meminta Tuhan menolong kita, atau- dan hal 

ini justru lebih efektif- kita dapat mencari sesuatu yang baik di 

tengah situasi itu dan mengucap syukur atasnya.

   


 
Humor  juga sangat bermanfaat- lihatlah segi yang lucu  dari 

persoalan  yang  saudara  hadapi. Cobalah  untuk  tidak  bersikap 

sinis. Penyelidikan menunjukkan bahwa sifat sinis dapat berakibat 

fatal.  Terus menerus memusatkan perhatian pada hal yang  negatif  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šdapat  menggaaggu  fisik  saudara dan  bahkan  dapat  menimbulkan 

serangan jantung dan penyakit lainnya. Tetapi "Hati yang  gembira 

adalah obat yang manjur".

   


 
Kunci  yang  paling   effektif  untuk  mengendalikan  emosi, 

adalah  dengan  fikiran,  perbuatan dan  kesadaran  kita  tentang 

betapa besarnya nikmat dan berkat yang telah kita terima. Disatu­

kan  dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah. Rasa syukur  adalah 

sikap  yang  hendaknya kita milikki baik terhadap  Tuhan  ataupun 

terhadap sesama kita. Rasa syukur dapat mengubah sudut  pandangan 

kita  pada situasi apapun. Bila kita bersyukur berarti kita  ber­

henti melihat pada persoalan-persoalan kita semata-mata dan  akan 

mulai memperhatikan berkah-berkah yang telah Tuhan berikan kepada 

kita. Bila kita bersyukur, semua emosi kita terkendali.

   


 
Satu kali saya menyaksikkan orang-orangan pengusir burung di 

tengah sawah, diatas kepala dan lengan orang-orangan itu  hinggap 

5 ekor burung. 

   


 
Rupanya   ada  burung yang bodoh dan ada pula  yang  cerdik. 

Burung-burung  yang  bodoh takut  pada  orang-orangan,  sedangkan 

burung yang cerdik justru tahu bahwa, dimana ada orang-orangan di 

sana terdapat padi yang menguning dan masak. Ketika burung-burung 

itu  melihat  melihat sebuah  orang-orangan  mereka  tertawa-tawa 

langsung  terbang menuju kesana untuk menimati padi  yang  masak. 

Ketakutan  dan kecemasan adalah seperti orang-orangan  di  tengah 

sawah.





P a d a n g  10 April 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar