Rabu, 16 Oktober 2013

G A L U A K



Oleh : Dr.H.K.Suheimi


Galuaklah  yang menyebakan saya sering pulang ke kampung  di

Pariaman. Galuaklah permaian yang paling saya gemari waktu kecil.

Kalau  sedang  bermain galuak saya seperti  lupa  dengan  keadaan

sekeliling,  lupa pulang, lupa mandi dan lupa makan.  Kalau  saya

hilang dari rumah, cari saja ke tempat anak-anak bermain  galuak,

tentu  saya ada disana. Galuak, sayak atau tempurung  atau  batok

kelapa  sangat  banyak di Pariaman karena memang  Pariaman  sejak

dula  kala  adalah penghasil kopra.  Bermain  galuak  membutuhkan

lapangan  yang agak luas. Dengan menjepit galuak di  tumit  kaki,

kemudian  galuak itu di gesekkan dan di putarkan dengan  menjijit

kedua  ujung  jari kaki, sehingga galuak itu dapat  di  lemparkan

jauh  pada garis batas yang di tentukan. Kemudian galuak  itu  di

jepit diantara jari-jari kaki dan di genggong, dengan cara dan ke

terampilan  tersendiri. Tapi yang paling sulit dan  sukar  adalah

waktu  samapai pada "Kadiak" Yaitu dengan kaki lurus badan  dika­

diakkan  atau  di  bengkokkan kebelakng  sampai  kepala  mencecah

tanah,  lalu dengan galuak di tangan di usahakan  memukul  galuak

lawan.  Kalau sudah sampai Kadiak ini saya selalu  kalah,  karena

badan saya gemuk, dari kecil memang saya selalu di cemeeh  dengan

gelar "si Gapuak" Sebagai anak semok pinggang saya kaku dan tidak

elastis,  dalam  hal kadiak mengadiak saya selalu  kalah,  karena

pinggang harus lentur selentur=lenturnya, bagaikan manusia  plas­

tik  yang  bisa di bentuk. Kelebihan  anak-anak  Pariaman  adalah

dalam  hal  kadiak ini, sehingga setelah dewasa  dan  tua  jarang

terdengar mereka mengeluh sakit pinggang. Karena dari kecil ping­

gangnya  sudah  terlatih dalam hal Kadiak mangadiak  setiap  kali

mereka bermain Galuak....

Permainan Galuak, untuk bergembira, untuk bersuka ria, untuk

ketawa  ria,  untuk  olah raga dan  untuk  melatih  keterampilan,

melatih  kaki  dan tangan, melatih otot paha dan  pinggang  serta

melatih otak. Dan dengan peraturan-peraturan yang harus di  patu­

hi,  menyebabkan  pemainnya menghormati peraturan yang  telah  di

gariskan.

Namun kini setelah lama saya ndak pulang kampung, di kampung

tak saya temui lagi permainan "Galuak". Mungkin karena pekarangan 

rumah  tak seluas dulu. Di lapangan itu, tempat dimana dulu  kami 

bermain Galuak dan main "Cak bur" sudah berdiri rumah-rumah baru. 

Dan  anak-anak sudah banyak yang hanya senang dengan video  game, 

banyak  yang duduk statis tidak bergerak di depan TV,  karena  TV 

bisa di tonton dari pagi sampai malam, entahlah. Namun  permainan 

galuak  yang sangat berfaedadh dan bermanfaat itu sekarang  sudah 

langka,  cuma mereka yang pernah merasakan nimatnya  bermain  ga­

luaklah yang ingin dan rindu akan permainan itu lagi. Teman-teman 

seangkatan  saya dulu sekarang sudah pada tua dan sebagian  telah 

tiada,  dan  permainan galuakpun seakan-akan  mulai  meninggalkan 

kita. Entah akan di budayakan oleh siapa dan entah akan dimainkan 

dimana.  entahlah  saya  ndak tahu, entah pabila  dan  entah  kan  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šdimana, dan siapakah lagi yang akan mepopulerkan main galuak yang 

sangat baik dan sangat berfaedah. 

   


 
Dulu  kami bermain dibawah kerindangan batang "Baguak"  atau 

malinjo, sambil memungut setiap buah baguak yang berguguran,  dan 

kadang-kadang  memanjat batang baguak untuk mengambil  putik  dan 

pucuknya sebagai sayur yang sangat lezat dan bergizi tinggi serta 

perlu  untuk menurunkan kadar cholesterol. Dan  dalam  kerimbunan 

daun-daun  baguak itu pulalah kami mendengarkan nyaringnya  bunyi 

uir-uir  yang berterbangan antara pohon yang satu ke  pohon  yang 

lain. Ah masa kecil yang gembira dan bahagia, hanya bisa untuk di 

kenang, tapi tak bisa untuk di gapai lagi, dia telah berlalu  dan 

pergi sebagaimana berlalunya umur yang semakin tua.

   


 
Galuak ini di B. Tinggi di sebut orang sayak. Dibersihkan di 

rapikan dan di jadikan barang antik dan di bikin sanduak pariuak. 

Dan kalau kita makan ketupat rang kapau, maka kita di beri  minum 

di  dalam sayak. "Minumlah kawa" kata amai-amai si penjual  ketu­

pat. Saya senang sekali minum kawa, hangat dan menyegarkan. 

   


 
Kawa  dibuat  dari  daun kopi yang sudah di  sengai  dan  di 

keringkan  diatas paran tungku didapur-dapur. Berbeda dangan  air 

teh atau kopi. Air Kawa mempunyai rasa tersendiri dan  mengharum­

kan  nafas.  Tapi semua itu hilang sudah, lenyap di  telan  masa. 

Masa  kecil dulu penuh dengan kesenangan dan kenangan,  untuk  di 

ingat dan di ulang-ulang. Kalau hari ini saya di B. Tinggi  makan 

ketupat  lalu  meminta air kawa, maka si  penjual  ketupat  hanya 

tersenyum-senyum.  "Bapak urang lamo, kuno ". "Sekarang  tak  ada 

lagi sayak dan juga tak ada lagi kawa. Sayak dan kawa hanya  bisa 

di  peroleh  dalam mimpi". Ciloteh si  penjual.  Dan  sayup-sayup 

terdengar alunan lagu Cik Uniang Elly Kasim :     
ð73 Š
                    Sungai nyalo urang mamukek

                    Kanai bada jo Ambu-Ambu

                    Kok basuo indak kadapek

                    Baok lalok dimimpi kok lai basuo.

   


 
Saya  pendam  keinginan minum kawa sebagaimana  saya  pendam 

keinginan  untuk bermain galuak. Rupanya saya ini telah  termasuk 

"Out Going Generation" yang sering bermimpi dan sering mengingin­

kan  masa lalu dan sering merenung dan sering bernostalgia.  Tapi 

ini hanyalah sekedar cerita untuk anak-anak bahwa dulu.... Galuak 

banyak  fungsinya. Sebagai alat-alat dapur, sebagai hiasan  dalam 

rumah  tangga,  sebagai ukiran, sebagai  permainan.  Yang  paling 

asyik  ialah galuak di gunakan orang untuk menari,  namanya  tari 

Galuak  yang  aktif, ceria. lincah melantunkan  kegembiraan  muda 

mudi  sedang merajuk hati. Tarian Galuak ini dengan  irama  musik 

yang  riang  dan gembira, di tingkah oleh  bunyi  pukulan  antara 

galuak sesama galuak. Dan banyak pula orang yang berjalan di atas 

galuak.  Galuak yang di beri bertali, kemudian tali itu di  jepit 

dengan kedua jari kaki, lalu siapa yang tercepat dan tidak  jatuh 

dalam  mengendalikan  galuak. Galuak perlu di  kendalikan,  kalau 

tidak  dia  akan  melenceng kesana  sini.  Yang  mengendalikannya 

adalah si pemegang tali kendali. Sebagaimana hidup, dia perlu  di 

kendalikan. 

   


 
Galuak  banyak  manfaatnya kalau kita tahu  cara  memanfaat­

kannya.  Hiduppun  akan sangat bermanfaat bila kita  berdoa  pada 

Allah  :"Ya Allah jadikanlah setiap detik dalam hidupku,  menjadi 

detik-detik  yang  bermanfaat". Dan kita  berusaha  mematuhi  dan 

menepati  doa yang telah kita lafaskan itu. Supaya jangan  setiap 
 
ð73 Šwaktu  yang kita lalui, kita dianggap merugi. Karena  orang  yang 

rugi  adalah  mereka  yang waktunya berlalu  tapi  imannya  tidak 

bertambah.  Orang-orang yang waktunya berlalu tapi amalnya  tidak 

bertambah.  Orang-orang yang waktunya berlalu  tapi  kebenarannya 

tidak bertambah dan orang-orang yang waktunya berlalu tapi  kesa­

barannya tidak bertambah.

   


 
Lalu  saya teringat akan sebuah Firman suci-Nya dalam  surat 

Al Asr

   


 
"Demi  masa,  sesungguhnya  manusia  dalam  keadaan  merugi, 

kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, berfatwa  dengan 

kebenaran dan kesabaran",



P a d a n g 2 September  1994.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar