Jumat, 18 Oktober 2013

JANGAN BIARKAN SETETES AIR KEMBALI KE LAUT



JANGAN  BIARKAN  SETETES AIR KEMBALI KE LAUT

Jangan  biarkan  setetes air kembali  ke laut  tanpa  dimanfaatkan, kata guru  saya waktu  memberi  ceramah,  karena “ Tuhan  telah  menyuling air laut  menjadi awan  yang  berarak  yang kemudian  digiring  ke gunung  dan di gunung  uap air  ini ditumpahkan untuk  dialirkan  kepada  manusia. Air  adalah sumber  kehidupan, hidup  tidak mungkin  ada tanpa air. Hidup  akan sirna  tanpa air, Dimana  ada air  di sana  ada  kehidupan. Tumbuhan  akan  hidup  dan menghijau, hewan  akan berjalan dan manusia  akan tersenyum,  maka setiap  turun  hujan  adalah rahmat-Nya. Untuk  itu  kita bersyukur  dan rasa  syukur  ini diperlihatkan  dalam memanfaatkan  nikmat  yang telah  diturunkan-Nya. Saya teringat  pesan  guru itu,  bahwa  salah satu  cara  bersyukur  adalah dengan  memanfaatkan  apa – apa yang  telah diberikan Tuhan.
            Memang, ketika  satu waktu  saya  pulang dari luar negeri  membawa  baju untuk anak saya. Saya  merasa senang  sekali ketika anak itu mau  memakai  baju  pemberian saya. Dan  semakin  sering  baju itu  dipakai,  semakin puas  rasanya saya, sambil  berkat: “Oh, senang  dengan apa  yang saya  berikan,  buktinya  baju itu  dimanfaatkannya  sebagai  barang  yang berguna  dan berharga. Dan  saya berjanji,  kemana  pergi nanti  akan  menginatnya  dan akan  membelikan  oleh – oleh  yang lain. Agajnya  Tuhanpun  demikian,  merasa  senang bila  hambanya  memanfaatkan setiap  rahmat-Nya yang turun  dengan menjadikan  apa – apa  yang  diturunkan – Nya itu sebagai  benda yang bermanfaat.
            Ketika  saya  bermain  di sungai,  teringat  kembali  pesan  guru  saya  itu : “ jangan  biarkan  setetes air  kembali ke laut  sebelum  dimanfaatkan:. Lalu saya  merenung  dan bertanya  kepada  diri sendiri :” Kenapa  rahmat yang berupa  sungai ini dibiarkan  mengalir  ke laut dan airnya  tumpah  ke sana  sebelum  sempat  dimanfaatkan ? Padahal  semua tahu, manfaat air  untuk  kesuburan  tanah  untuk  pengairan, untuk listrik, untuk  sumber daya dan  sumber dana, untuk  ternak  dan hewan – hewan. Tetapi  yang saya  saksikan  air yang  banyak  melimpah  ruah  yang mengalir  sejak pagi  sampai  petang  dan larut malam, tetap  tertumpah dan tercurah sebelum  sempat  dimanfaatkan. Dia  sudah  melalui  jalur yang  jauh, tetapi dimana – mana  dia Cuma  singgah,  dan setipa  peringgahannya  tidak  dimanfaatkan. Mungkin  kita tidak  bersyukur, mungkin kita  kurang berterima kasih, karena tidak menikmati pemberian Allah ini. Ditakutkan  bagi mereka  yang tidak  berterima  kasih dan  tidak  mensyukuri  nikmat Allah  akan  disediakan  azab  yang pedih, sehingga  air itu  pun  berubah  menjadi  banjir  yang  memusnahkan dan menghancurkan.
            Ketika saya amati  sungai – sungai  yang banyak  mengalir  di kampung – kampung  halaman ini, bahkan  kota Padang  tercinta  saja  dialiri  oleh empat  buah  sungai : Batang  Arau,  Banda  Bakali, Batang  Kuranji, dan  sungai  di Muaro  Panyalinan. Semua  sungai  itu besar – besar,  semakin  besar sungai semakin  banyak dia  membuang air  ke laut. Dan  keempat  sungai itu  saya  amati berasal dari  pergunungan, dan  pergunungan itu kebanyakan  terdiri  dari batu – batu  bukit kapur. Berarti  air yang  mengalir  itu tinggal zat  kapurnya. Kata  orang pandai – pandai, air dengan kadar zat kapur  yang demikian tinggi, mengakibatkan  ikan  tumbuh  dengan cepat  dan daging  ikan  itu  mempunyai  serat yang padat. Dan  yang lebih  utama  dagingnya  di payau – payau  di daratan  rendah.  Sehingga  ikan itu di samping  berbau  lumpur,  juga terasa  seakan  kita  termakan lumpur,  tidak enak  tentu  dan  sering  menimbulkan  mual.
            Itulah  agaknya  kenapa  ikan – ikan  yang  berasal dari sungai di Sumatera Barat  sangat  disukai  dan gandrungi  oleh sanak – sanak kita  yang  berada  di Riau dan  di Jambi, di mana  kebanyakan  sungainya  kuning  dankeruh. Sebaliknya  sungai – sungai  di Sumatera Barat, berair  jernih  dan  terarus  deras.  Dengan  derasnya  arus,  menyebabkan  ikan  yang hidup  di dalamnya  tampak  lincah. Lebih  kuat  berenang  untuk  melawan  arus  yang baik dan cukup, dapat  dibanyangkan  akan  terlahir  ikan – ikan yang  montok – montok, kepalanya  kecil  badannya  besar  dengan rasa  yang lezat  dan gurih. Apalagi kecendrungan  manusia  sekarang  meniru  orang  Jepang, ingin  memakan  ikan segar  supaya  kholesterol  tidak tinggi  dan  otak jadi  cemerlang  dan wajah menjadi  segar dan kulit  jadi halus  serta penyakit  pun menjauh.
            Ternyata ikan segar  yang paling  segar dan yang paling  lezat  hidup  di dalam  sungai  di Sumatera Barat, karena  airnya deras, lebih  jernih  dan  mengandung  zat kapur, kalaupun  keruh sedikit, itu disebabkan  cacing  - cacing  halus  dan serangga  - serangga  atau oleh  plankton – plankton  yang  menjadi sumber  makanan ikan. Lalu saya  bertanya  kepada diri sendiri, kenapa tempat yang demikian baik ini, kenapa  lahan – lahan  yang demikian  subur ini,  dibiarkan  begitu  saja ?  Tiba – tiba  terbaca  di koran  mengenai  ikan – ikan  dalam keramba bambu. Ya, kenapa  kita tidak  memasang  keramba  disetiap  sungai ? Di  setiap  air mengalir ? Kan  lebih tahan  dan bisa  di kunci  serta  lebih aman, ikan yang  berenang  di dalamnya  terlihat  lebih jelas. Dan keramba  yang seperti  ini saya lihat  di  Pauh V. Begitu  saya  melihat  keramba ini,  terbit  keinginan  untuk  mencoba  membesarkan  ikan  dalam keramba  terbuat  dari  besi.  Alhamdulilah, beberapa  keramba saya sudah siap, ikan – ikan  mas yang  merah, yang  belang dan yang hitam  legampun ada. Setiap  keramba  saya isi  sebanyak 12 kg ikan yang  sedang  tumbuh  dan berkemang.
            Oh, betapa  senangnya  hati  ini setiap  kali saya  menghamburkan pelet – pelet  makanan  ikan.  Berebutan  dan bertupang  tindih  ikan berebut  makanan,  menimbulkan  keasyikan  yang luar biasa, apalagi di alam  terbuka  dengan air  yang jernih  dengan  kincir  penumbuk  padi  di dekatnya. Irama – irama  yang ditimbulkan  membikin  saya terpesona  dan tanpa  disadari  waktu  telah berlalu  dengan cepat.Seminggu , sebulan, 3 bulan lagi, tentu  hasilnya  akan dipetik.  Biasanya  ikan yang  dimasukkan 12 kg, setelah  3  bulan  akan  menjadi  kurang  lebih 76 kg. Saya  lihat orang – orang  yang  sudah  pernah  memanen  kerambanya,  betapa  bahagianya  melihat  ikan – ikan  besar dan  sehat – sehat menggelepar  dan menerbitkan  selera.  Ingn  rasanya  saya memanggil  masyarakat  yang tinggal  disekitar sungai,  itu untuk  memasang  keramba juga.
            Betapa  tidak, setiap  yang punya  keramba  dengan sendirnya akan  membersihkan daerah  tempat  kerambanya  dari sampah  dan kotoran. Otomatis  temapt  itu akan  jadi  bersih,  indah, menyenangkan, sekalian menjadi  tempat  rekreasi  yang murah  dan meriah. Kecanduan  memancing pun  akan  tersalurkan. Karena ikan – ikan  ini sangat  rakus dengan makanan. Ah, sambil  menyelam minum air,  sambil berdiang nasi  masak, sambil berekrasi  dan menyenangkan  pikirkan,uang  pun  mengalir  melalui  keramba, sebagaimana  mengalirnya  air di sungai. Untuk  itusaya  teringat   pesan suci – Nya dalam Al-Qur’an  surat Al Khafir ayat 66 ; “Maka mana kala  mereka  sampai  kepertemuan  dua  buah  laut itu, mereka  lupa akan  ikannya, lalu  ikan itu  melompat mengabil  jalanya ke laut itu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar