Kamis, 17 Oktober 2013

B E Z O E K



Oleh : Dr.H.K.Suheimi


Memperhatikan tingkah laku orang-orang yang bezoek di RS  M.

Jamil  mengasyikkan  sekali, karena  bermacam-macam  tingkah  dan

polah mereka. Ada yang ketawa-ketawa cecicikkan, ada yng bersenda

gurau tak menentu, ada yang ngomong yang bukan-bukan, ndak  sedi­

kit  pula yang nyerempet-nyerempet kekiri dan porno,  seakan-akan

derita  demi  derita dan sakit yang sedang  di  tanggungkan  oleh

pasien  tidak  menggugah perasaan orang yang  bezoek.  Kalau  pa­

siennya  orang penting makin banyaklah yang  membezoek,  walaupun 

telah di beri pengumuman di depan pintu bahwa tamu terbatas  atau 

tak  menerima tamu, namun berduyun-duyun juga orang yang  datang, 

walau dilarang membezoek, mereka tak kehilangan akal,  diletakkan 

secarik kertas didekat pintu lalu beramai-ramai menuliskan  nama-

nama  mereka  yang  bezoek tapi tak bisa  bertemu  muka,  seperti 

mengisi absen di kantor saja. Banyak dan banyak lagi tingkah  dan 

kurenah orang-orang yang bezoek ini.

    


 
Satu  kali  saya  terkesan menyaksikkan  3  orang  mahasiswi 

sebuah  akademi yang membezoek gurunya. Sesudah  mereka  bersenda 

gurau di koridor dan sewaktu memasuki bangsal, hanya dua diantara 

mereka yang masuk, sedangkan yang seorang lagi tak mau masuk  dan 

tak  mau  membezoek, dia mencari kegiatan yang  lain-lain  diluar 

bangsal sambil menunggu kawannya yang sedang menjengguk  gurunya. 

Sewaktu  selesai  bezoek,  kedua  temannya  bertanya  pada   yang 

diluar," kenapa kamu tak mau masuk membezoek ibu guru?". di jawab 

dengan  sangat  enteng oleh temannya yang  menunggu  diluar  tadi  
 
ð73 Š"Saya  tak  ada  urusan lagi dengan dia, saya  sudah  lulus  mata 

pelajarannya,  kalau kamu berdua memang harus dan wajib  menjeng­

guknya, kamukan akan ujian dan belum lulus, kalau saya untuk  apa 

membezoek  dan apa gunanya, tak usah ya!". Jawaban seorang  maha­

siswi inilah yang selalu menusuk perasaan saya. Sukar saya  melu­

pakan  kata-kata  yang di ucapkan oleh  seorang  mahasiswi,  yang 

selama  ini dapat pelajaran dapat didikan dan  dapat  pengetahuan 

dari gurunya. Lalu sewaktu gurunya tergelak di Rumah saki  menan­

gung beban dan menderita sakit, sekedar untuk masuk  menjengukkan 

kepala, dia tidak mau karena tidak ada urusan lagi, urusan  sudah 

habis,  tidak akan ada ujian lagi dan saya sudah lulus.  Si  Guru 

sakit, biarkan saja. Padahal yang namanya guru, sekali dia  guru, 

seumur-umur kita dia tetap guru kita, tidak ada istilah itu bekas 

guru  saya, dulu dia pernah jadi guru saya sekarang  tidak  lagi. 

Saya kan sudah lulus mata pelajarannya, saya tak akan  berurusan­

lagi  dengannya. Sekali lagi saya ulangi, sekali  seseorang  jadi 

guru  selamanya dia tetap guru, walaupun kita telah  jauh  sekali 

meninggalkannya  namun dia tetap guru kita. Hanya  untuk  gurulah 

yang  tidak ada istilah "Dia bekas guru saya". Tidak ada  istilah 

bekas pada pak atau bu guru. Sampai detik inipun saya tetap salut 

dan hormat kepada guru-guru saya, mulai dari TK dan sampai  guru-

guru saya hari ini. Dan ternyata guru kita itu sangat banyak,  di 

sekeliling kita di lingkungan kita bahkan alam takambangpun  kita 

jadikan guru, Dan yang namanya guru, siapa saja, dimana saja  dan 

kapan  saja selalu kehormatan kita berikan dan kita  persembahkan 

padanya.  Dan  kalau  dia sakit, itulah saat  yang  paling  tepat 

menunjukkan rasa simpatik dan kalau perlu memberikan bantuan  dan 

pertolongan.  Jangan ada seorang guru sampai berkata  "Aku  sakit  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šengkau  tak menjengukku". Guru pahlawan tak di kenal, tidak  juga 

mengharap balas jasa, namun kalau bukan murid-muridnya siapa lagi 

yang akan menaruh simpati?.

    


 
Disinilah  kembali  saya merenung, inikah dunia  zaman  seka   

rang?,  murid  tidak  lagi menghargai  dan  mengacuhkan  gurunya, 

dimana letaknya terima kasih dan kapan seorang murid menyampaikan 

terima  kasihnya?. Lalu jawabannya sangat menyayat,  "saya  tidak 

membutuhkannya  lagi,  saya  sudah ujian dan  saya  sudah  lulus, 

peduli amat dengan dia".

    


 
Didepan  rumahpun, saya sering menyaksikan  murid-murid  SMA 

berebutan  naik oplet dengan guru-gurunya, tidak ada mereka  yang 

memberi  kesempatan  dan mendahulukan agar guru-gurunya  di  beri 

tempat dan di perjuangkan tempatnya.

    


 
Lalu siapakah yang salah dan apakah yang salah. Salahkah  si 

nurid  atau  salahkah  si guru, atau  salahkah  zaman  sekarang?. 

Tidak,  tidak  ada yang salah, cuma pendidikan di  rumah  agaknya 

perlu  di tingkatkan, diberi tahu tentang etiket,  tentang  sopan 

santun  tentang harga menghargai dan hormat menghormati,  agaknya 

inilah  yang kurang di zaman sekarang, pendidikan  budi  pekerti, 

akhlakul  Karimah. Ingin dan rindunya kita akan  pendidikan  budi 

pekerti, agar melahirkan manusia-manusia yang berbudi luhur, yang 

tahu sopan santun dan pandai berterima kasih.

    


 
Waktu saya jadi murid selalu di tanamkan, bahwa tak  mungkin 

saya  menjadi  orang dan tak mungkin saya ber  ilmu  kalau  bukan 

karena  jasa seorang guru. Lalu saya mendengar sebuah  lagu  yang 

mengalun  di TPI, "jasa guru"  kita jadi pintar  karena  siaapa?. 

Guru adalah manusia yang sangat berjasa mendidik, dari  tanganya­

lah  lahir  orang-orang besar dan orang-orang hebat.  Untuk  ini,  
ð73[1] 
 
ð73[1] Špendidik  ini,  dapat  di sejajarkan denga orang  tua  kita,  dan 

baginya  pantas kehormatan dan sebuah doa di panjatkan. Hari  ini 

saya  teringat sebuah firman suci_Nya dalam Al Qur'an  surat  Al-

Israa'  ayat 24 :"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka  berdua 

dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah :"Wahai Tuhanku, kasihilah 

mereka  keduanya, sebagaimana mereka berdua telah "mendidik"  aku 

waktu kecil".



P a d a n g  23 Februari 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar