Selasa, 22 Oktober 2013

Kepompong



Oleh dr H K Suheimi

Wahai  orang-orang ber iman, di wajibkan atasmu  berpuasa, sebagaimana di wajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,  agar engkau menjadi orang yang takwa". Manusia bukanlah satu-satunya makhluk hidup yang menjalani puasa.  Semua  makhluk  dibumi ini menjalani  suatu  fase  dimana mereka  berpuasa  walaupun mereka sedang berada  pada  lingkungan yang penuh dengan makanan : binatang darat, burung, ikan, serangga, semuanya berpuasa: malah tumbuh-tumbuhanpun berpuasa.
Ada  binatang yang tetap tinggal disaranngnya  berhari-hari, malah  berbulan-bulan  tidak bergerak dan tidak  makan. Demikian pula ada jenis burung yang tetap tinggal di sarangnya  tanpa makan pada musim-musim tertentu setiap tahun.  Seperti burung  elang dan enggang sewaktu bertelur, mengerami  telur  itu dan sewaktu menjaga anaknya. Diantara  jenis  ikan ada yang membenamkan  dirinya  didasar laut atau sungai untuk jangka waktu tertentu tanpa makan.  Bahkan ikan  Mujair,  kalau sedang beranak, dia memelihara  dan  menjaga anaknya  dengan menyimpan anak tu didalam mulutnya,  sampai  anak itu  bisa  berdiri  sendiri. Dalam melindungi  anak  itu,  Mujair berpuasa,  walaupun  di depan mulutnya  ada  makanan,  ditahannya dirinya, di tahanya seleranya, dia berpuasa.
Seranggapun  menjalani suatu fase kehidupan,  dimana  mereka berkumpul dan berpuasa. Sesudah  melaksanakan  puasa,  makhluk-makhluk  ini   muncul kembali dengan kegiatan yang lebih dinamis dan segar dan menarik, dan mulailah mereka ber kawin dan ber nyanyi. Seranggapun  keluar dari  sarangnya,  makan dengan lahap dan berkembang  biak  dengan cepat. Sekiranya  makhluk diatas, yang hidup dengan naluri,  dimana puasanya  dapat  dipandang  sebagai suatu  gejala  fisiologi  dan respon  terhadap  faktor-faktor alam.Baginya puasa  adalah  suatu keharusan hidup dan menimbulkan kesehatan serta ke gairahan.
Satu  kali saya menyaksikan ular bertukar kulit,  ditinggal kannya  kulit  yang lama, yang sudah buruk,  sudah  rapuh,  sudah kabur  tidak bercahaya lagi dan tidak segar, sudah  hilang  warna warninya.  Lalu di pakainya kulitnya yang baru, berkilat,  bercahaya, berwarna, berlendir, muda dan awet. Kelihatan ularnya lebih cakap,  lebih muda, dan geraknya lebih lincah. Kesana-kemari  dia bergerak  dengan gesitnya, mencari mangsa dan tampak lebih  kuat.
Waktu saya tanya ahlinya, ternyata ular itu bisa bertukar  kulit, karena dia berpuasa. Di tahannya dirinya, walaupun didepan  matanya  melintas, kodok, ayam dan burung, namun ular itu tetap  saja diam  dan tenang, karena dia berpuasa dan dia yakin setelah  berpuasa  dia  keluar mejadi makhluk yang lebih  berguna  dan  lebih sehat  serta kuat. Tidak mungkin ular bisa bertukar  kulit  kalau dia tergoda, lalu menyantap makanan yang lewat. Manusiapun  demikian, dia membutuhkan puasa, persis  seperti kebutuhan  manusia terhadap makanan, udara atau  bernafas,  gerak dan  tidur.  Setiap makhluk hidup jika  tidak  diberi  kesempatan untuk  tidur,  bergerak, maka tubuhnya akan  menderita  bermacam-macam  penyakit.  Demikian  pula  sekiranyaia  tidak  menjalankan puasa, maka tubuhnya akan diserang oleh bermacam-macam  penyakit.
Apa yang berlaku terhadap binatang ini, jelas berlaku pula terhadap manusia. Puasa  menyebabkan pembaruan dan penyegaran jaringan  tubuh, terutama  kelenjer  hormon. Semua ini  menjelaskan  kepada  kita, kenapa binatang, burung dan cacing lebih aktif dan cepat  berkembang sesudah melewati masa-masa berpuasa. Puasa  melatih kemaun dan pengendalian diri sejak dari  masa kanak-kanak.  Anak-anak  yang melihat  makanan  dihadapannya  dan berkeinginan  memakannya,  tetapi  dia dapat  menahan  diri  baik terang-terangan  maupun dalam keadaan sembunyi; maka  kanak-kanak ini  akan menjadi manusia yang mempunyai daya tahan  yang  tinggi
dan kemauan yang keras.
Puasa mengajarkan sabar, dia mampu bersabar menolak  panggilan perutnya. Orang berpuasa  adalah orang yang sabar menghadapai problema dan tekanan hidup. Lihatlah  kupu-kupu,  pelajaran apa yang  dapat  kita  petik darinya? Kupu-kupu sayapnya indah berwarna-warni, kumisnya  bagus badannya  ramping, jelas mana yang pinggang dan mana yang  leher.
Semua  orang  menyayanginya dan  menyanyikannya.  Kupu-kupu  yang lucu, kemana engkau terbang, hilir mudik mencari, bunga-bunga nan kembang.  Kedatangannya diharapkan oleh  bunga, karena kalau  dia hinggap  pada  bunga dia dapat  mengawinkankan  bunga-bunga  itu. Bukan hanya bunga, semua orang sampai anak-anakpun menyayanginya. Bentuknya  indah perangainyapun baik, dia hanya mau  hinggap ditempat-tempat  yang indah, pada sari-sari bunga. Yang  dimakan nyapun juga yang baik-baik, dia selalu memakan madu dan sari-sari bunga,  tidak  mau dia hinggap ditempat yang kotor  atau  memakan makanan  yang  kotor,  walaupun dipaksa dia tak  akan  mau  makan makanan yang kotor, lalu timbul pertanyaan, kenapa kupu-kupu  itu bentuknya  indah dan perangainya baik.
Padahal semua orang  tahu, burung-burungpun tahu bahwa kupu-kupu itu berasal dari ulat, ulatyang bentuknya buruk dan memakan makanan yang buruk serta  perangainya juga buruk. Semua orang jijik melihatnya. Kalau dia  hinggap di sebuah daun maka daun itupun akan hancur dan rusak,  semua dimakannya tidak peduli apakah itu baik atau kotor. Lalu  kenapa  ulat yang buruk rupa dan  buruk  perangai  itu dapat berobah menjadi kupu-kupu yang indah? Jawabnya hanya  satu, ialah  karena  ulat itu berpuasa, puasalah  yang  merobahnya  dan membentuk dirinya menjadi kupu-kupu. Begitu  datang  perintah Tuhan, Hai Ulat  diwajibkan  atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan pada ulat-ulat yang sebelum  kamu agar kamu bisa menjadi kupu-kupu.
Maka dijawab langsung oleh ulat, samia'na wa ataa'na. Sewaktu mendengar perintah itu, maka serakus-rakus ulat, setamak-tamak ulat, dia langsung berpuasa, dibungkusnya badannya dengan sehelai daun dia berpuasa didalam kepompong. Di dalam ke pompong ulat itu tidak  kena air, tidak kena cahaya, tidak kena angin,  dia  tidak makan  dan tidak minum selama lebih kurang 20 hari, dengan  suatu harapan setelah selesai tugasnya berpuasa dia akan langsung  jadi kupu-kupu.Lalu  ada  orang yang merasa tidak sehat  dan  sakit-sakitan waktu berpuasa, diman salahnya?.
Agaknya  karena dia belum mengamalkan satu ayat  suci  Tuhan dalam  firmannya  dalam surat AL JUMU'AH  ayat  10 "Apabila telah di tunaikan Shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah  banyak-banyak supaya kamu beruntung". Jelas  sekali  perintah Tuhan, sesudah  menunaikan  Shalat untuk bertebaran di muka bumi, ber amal dan berusaha. Tapi  kebanyakkan  manusia selesai menunaikan  makan Shalat subuh  kemudian tidur  lagi.  Apa  yang terjadi ?. Sesudah dia  makan  sahur  dan Shalat  Subuh, kalau langsung tidur, maka makanan  cepat  diserap dan  disimpan  dalam bentuk glikogen dan lemak.  Kemudian  jam  8  baru  bangun, maka perasaan jadi tak enak, diri rasa  tak  sehat.
Maka  dalam  kesehatan selalu dilarang tidur kalau  baru  selesai makan.Yang sebaiknya adalah mengamalkan perintah Tuhan itu,  Yaitu selesai makan sahur, di lanjutkan dengan menunaikan Shalat  sunat Fajar  dan  Shalat Subuh, kemudian bekerja,  kalau  bisa  berolah raga,  seperti yang kita lihat pada setiap pagi; anggota  jantung sehat melaksanakan senam, berlari-lari , berjalan pagi,  sebagaimana  yang  di contohkan Rasulullah, setiap  selesai  melaksanakan Shalat  subuh  selalu beliau berjalan  atau  berlari-lari  kecil.
Sewaktu berolah raga, lemak-lemak yang di tubuh di bakar,  pembakaran  yang  di hasilkan oleh pemecahan lemak  ini,  menghasilkan kalori yang tinggi. Maka untuk bekerja siang itu dengan menggunakan  energi  yang di hasilkan sewaktu bersenam pagi.  Maka  tubuh terasa  segar,  kemampuan kerja jadi lebih tinggi,  kita  bekerja secara  effektif dan effisien. Badan tidak mudah letih  dan  bisa bekerja  samapi  sore  tanpa terlihat  keletihan,  kelesuan  atau mengantuk.Agaknya  inilah  yang  dianjurkan oleh  Allah  agar  sesudah menuaikan  Shalat, untuk bertebaran di muka bumi,  berolah  raga, beramal,  bekerja dan berusaha. Sehinga bisa  melahirkan  manusia yang sehat jasmani dan rohani, selalu mendekatkan diri pada Allah
menjadi orang yang ber takwa.

Lalu saya teringat kupasan Ary Ginanjar dlm buku ESQ sbb
Tujuan akhir dari pengendalain diri yang dilatih dan dilambangkan dengna puasa sebenarnya adalah mencapai sebuah keberhasilan, bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyatan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi. Selama ini, begitu banyak orang yang menggap bhwa puasa adalah “menihilkan” dunia nyata, yang akhirnya menghasilkan orang-orang yang mengabaikan realitas kehidupan atau lari dari tanggungjawab pribadi dan tanggungjawab sosialnya, tanpa melakukan suatu perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu suatu tugas yang etlah diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga ia dijuluki sebagai ‘kalifah’ oleh Tuhan.
Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawi yang berlebihan dan tidak terkendali, atau nafsu batiniah yang tidak seimbang. Dimana kesemuanya itu, apabila tidak diletakkan pda porsi yang benar akan mengakibatkan suatu ketidakseimbangan hidup yang akan berakhir pada kegagalan.
Dorongan (keinginan/nafsu) fisik atau batin secara berlbihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan menutup asset yang paling berharga dari seorang manusia, yaitu “God-Spot”. God-Spot adalah kejernihan hati dan pikiran manusia yangmerupakan sumber-sumber sura hati yang selalu memberikan bimbingan dan informasi-informasi maha penting untuk keberhasilan dan kemajuan seseorang. God-Spot yang tertutup oleh afsu fisik dan batin yang tidak seimbang akan mengakibatkan seseorang menjadi “buta emosi”. Ia menjadi seseorang yang tidak peka dan tidak mampu lagi membca kondisi batiniah dirinya dan juga lingkungannya secara obyektif. Ia menjadi bodoh, ia tidak mampu lagi mendeteksi bahaya-bahaya yang ada di hadapannya, tidak bisa mengetahui lagi dimana ia berdiri, tidak mengerti siapa dirinya. Sederhananya, ia menjadi seorang mahluk asing di dalam dirinya sendiri dan didalam lingkngannya sendiri. Hal iin terjadi karena radar hati yang telah tertutup oleh nafsu. Ia menjadi tuli dan buti, sehingga tidak lagi mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, karena baginya kebenaran adalah apabila ia mengikuti “nafsu” pribadi. Namun apabila ia telah terbeas dari nafsu itu, maka hatinya kembali menjadi “terang”, suara hati kembali bekerja untuk memberikan informasi dan bimbingan ‘maha’ penting untuk meraih keberhasilan dengan cara yang sesuai dengan hati nurani manusia.
“Nafsu” akan cenderung mengambil jalan pintas untuk mencapai suatu keberhasilan, dan akan menciptakan suatu landasan yang rapuh dan berbahaya yang justru akan menghantam balik dirinya sendiri. Karena keberhasilan yang diraih mengganggu keseimbangan tatanan alam dan atanan sosial yang cenderung mengarah pada kerusakan dan kehancuran. Di satu sisi, ia merasa benar, tetapi di sisi lain orang lain akan merasa terganggu dengan sepak terjangnya. Ia mungkin tahu, bahwa ia telah membuat suatu kesalahan yang akan merugikan orang lain, tetapi belenggu nafsu telah menutup mata dan telinga, sehingga tidak lagi mampu menyadari bahw dirinya sedang menuju jurang kehancuran, tinggal waktu saja yang akan membuktikannya, karena alam akan kembali pada “keseimbangan-Nya”.
Secara umum, tujuan untuk berpuasa adalah mencapai suatu kemerdekaan sejati. Merdeka dan bebas dari berbagai belenggu yang mengkungkung God-Spot atau kecerdasan emosi seseorang. Hal ini telah saya bahas pada Bagian satu, yaitu Penjernihan Emosi, dimana hati dan pikiran seseorang menjadi tertutup akibat belenggu-belenggu tersebut. Puasa adalah suatu metode pelatihan rutin dan sistematis untuk menjaga fitrah manusia sehingg ia tetap memiliki sebuah kesadrn diri yang fitrah (God-Spot) dan akan menghasilkan sebuah “Akhlakul Karimah”.

Sungguh, sejahat-jahat mahluk menurut Allah, ialah orang yang tuli dan
Bisu, orang yang tiada menggunakan akal.

-Q.S. 8 Surat Al Anfaal (Rampasan Perang) Ayat 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar