Selasa, 22 Oktober 2013

K O M P A S


Oleh :Dr.H.K.Suheimi


Senin 3 Oktober 1994, Kami singah di Pelabuhan udara  Changi 

di  Singapura setelah kembali dari perjalana Jauh dari San  Fran­

sisco  di  Amerika Serikat terus ke Taipei di Taiwan  dan  singah 

sebentar  di  Singapura untuk Transit pindah  ke  Pesawat  Garuda 

menuju  Jakarta. Disini, sewaktu menunggu di ruang  tunggu,  kami 

pergi  melihat  toko-toko yang baru buka.   Toko  disini  bukanya 

sangat pagi, Jam baru menunjukkan pukul 5 waktu setempat, berarti 

pukul  4 pagi di Indonesia. Tidak salah lagi mereka sangat  rajin 

berusaha,  sebelum fajar menyingsing, masih gelap  gulita  mereka 

telah  bangun telah segar dan bugar, mereka telah Fantasyiru  fil 

Ardh, bertebaran di muka bumi mencari rezki, sehingga rezki  yang 

di  perolehnya  menjadi banyak dan melimpah ruah. Di  salah  satu 

toko saya mendapatkan dan menemukan pesananan anak saya yaitu Jam 

tangan  tag Heuer, setelah jam tangan itu saya beli, lalu  sambil 

membayar harganya, tampak lagi jam tangan yang lain yang istimewa 

karena  pada Jam tangan ini ada kompasnya, berwarna  hitam  kelam 

dan penunjuk kompas arah utara berwarna merah terang, kontras se­

kali  sehingga dengan cepat kita dapat menentukan  posisi  dimana 

kita  berada.  Lalu  saya teringat akan  anak-anak  saya,  mereka 
 
ð73 Šempat orang laki-laki semua, dan semuanya senang berolah raga dan 

suka mendaki gunung. semuanya mereka masuk kelompok pecinta alam, 

suka  menjelajah  dan masuk kelompok Rescue atau tim  SAR,  tentu 

mereka  memerlukan sebuah kompas untuk mengetahui kalau di  dalam 

rimba  dimana posisi dan kearah mana sedang  berjalan.  Terbayang 

oleh saya betapa gembiranya mereka nanti menerima oleh-oleh  yang 

saya  bawa. Maka saya beli arloji yang ada kompasnya itu  sebagai 

oleh-oleh  . Entah kenapa dimanapun saya berada selalu  memikrkan 

kira-kira apa yang di perlukan dan yang dapat membantu kelancaran 

anak-anak dalam mencapai cita-citanya. Kompas sangat di  perlukan 

bagi  seorang baik di tengah hutan maupun di tengah  kota  besar, 

atau di daerah kutub atau di belahan bumi lain.

    


 
Seperti  yang  baru saja saya alami. Di  Kota  Vancouver  di 

Canada,  seharian  kami di beri kebebasan  untuk  menjelajah  dan 

keliling  kota, maka untuk mengenal kota yang baru kami  di  beri 

map  atau  peta dan jalan-jalan di kota  vancouver,  maka  dengan 

petunjuk  dari peta dan adanya kompas di tangan  memudahkan  kita 

mengenal tempat dimana berdiri dan kemana harus melangkah.  Begi­

tupun waktu kami sampai di kam loop di bagian utara Canada  atau­

pun ketempat yang lebih utara lagi Kota Yasper yang sangat dingin 

ataupun di kota Bannf, walaupun di kota -kota ini kami selalu  di 

bimbing,  tapi untuk Shalat kami kehilangan pedoman kemana  harus 

menghadap.  Untunglah  saya kemana pergi selalu  membawa  sajadah 

yang  mempunyai  kompas, yang saya beli waktu  menunaikan  ibadah 

haji  6  tahun  yang lampau. Dengan kompas yang  ada  di  sajadah 

itulah  saya dapat dengan persis  menentukan kemana arah  kiblat. 

Didalam  hotel-hotel besar yang didalam kamarnya hanya ada  kitab 

suci  Injil, susah kita menentukan kemana arah kiblat, mau  tanya  
ð73[1] 
 
ð73[1] Špelayan  mereka  semua menggeleng karena tak  tahu,  maka  disini 

sangat terasa betapa pentingnya kompas.

    


 
Banyak  keanehan yang saya alamai selama di Canada.  seperti 

saya  tak pernah bayangkan sewaktu akan shalat bahwa  kiblat  itu 

kita harus menghadap ke timur, karena biasanya saya kalau  shalat 

di  Indonesia  selalu  menghadap ke Barat, maka  di  Canada  saya 

menghadap shalat ke Timur.

    


 
Satu  hari Kami sampai di Toronto jam 14.00 waktu  setempat, 

kemudian pergi makan siang, sewaktu mau shalat di dalam  restoran 

cina, teman-teman mengajak saya untuk Shalat berjemaah. Dan  saat 

ini kamipun bertengkar untuk menentukan kemana arah kiblat.  Lalu 

saya ambil sajadah yang kebetulan ada alat kompas melekat disitu, 

dengan mengarahkan dan berpedoman pada kompas dapatlah di  tentu­

kan  arah  kiblat. Tapi sebagian teman-teman ada  yang  membantah 

kenapa  kita kiblatnya menghadap ke arah Timur? dan agak  kesela­

tan?.  Padahal  selama ini  Kiblat menghadap  Barat.  Setelah  di 

terangkan barulah semua mengangguk bahwa kita sekarang berada  di 

belahan Bumi yang  lain maka menghadap kiblatnyapun jauh berbeda. 

Kalau  di Indonesia kita menghadap ke BArat, maka di  Canada  ini 

kita  menghadap  ke  timur arah selatan.  Khusuk  sekali  rasanya 

shalat  di siang itu berjemaah di Restoran cina dengan  menggeser 

kursi  dan meja yang ada dalam restoran tersebut. Betapa tak  kan 

kHusuk, sejauh ini perjalanan, entah dimana dan entah akan bagai­

mana,  maka  rasa ingin mendekatkan diri pada Allah  itu  semakin 

kuat,  karena  dalam setiap detik perjalanan  yang  kami  tempuh, 

melihat  alam  dan dunia yang lain  aneh,mengagumkan  dan  tampak 

kebesaran  Tuhan.  Allahu  akbar, kata  saya  sambil  mengucapkan 

Takbiratul Ihram yang diikuti oleh teman-teman lain.  
ð73 Š
    


 
Di  kali  yang lain si kota Montreal  pernah  seorang  teman 

tersesat,  hampir mendekat ke hotel, seharusnya dia  belok  kiri, 

tapi  dia  belok kanan, sehingga salah arah,  sehingga  terlempar 

jauh  sehingga berjam-jam kemudian dia baru memperoleh arah  yang 

benar  setelah bertanya kesana dan kemari, tapi badan lah  letih, 

kaki lah penat danwaktu dah habis, kaloripun terkuras.

    


 
Lalu  saya merenung, bukankah hidup didunia ini kita  sedang 

merantau, perlu petunjuk perlu tuntunan dan perlu kompas. Apalagi 

kalau sedang menempuh perjalanan jauh.

    


 
Saya  tidak  habis fikir, bagaimana kalau  seandainya  dalam 

perjalanan  yang  sangat jauh menuju akhirat,  kepada  siapa  mau 

bertanya, dan kalau telah tersesat atau salah jalan kepada siapa­

kah hendak mengadu dan dan siapakah yang akan memberi tahu. Jalan 

ke  akhirat  adalah satu jalan yang pasti akan kita  tempuh,  mau 

tidak mau, suka tidak suka, siapapun kita harus menempuh jalan ke 

akhirat. Pada hal jalan ke akhirat, belum seorangpun yang  pernah 

menempuhnya, betapa jauh dan mungkin betapa sulit, sedang  perbe­

kalan  belum  cukup. Agaknya untuk keakhiratpun  kita  perlu  dan 

butuh kompas penunjuk jalan. Nah kompas penunjuk jalan ke akhirat 

di  setiap persimpangan itu adalah para Rasul yang  menunjuk  dan 

mengarahkan,  kalau ingin selamat sampai di tujuan akhirat,  tem­

puhlah  jalan yang ini. Dan mematuhi petunjuka Al-Qur'an,  karena 

dari  membaca  Al-Qur'an kita bisa mengerti  dan  tahu  bagaimana 

jalan dan kehidupan akhirat. Kitab suci dan Rasul adalah bagaikan 

kompas yang akan membimbing dan jadi penunjuk arah di  persimpan­

gan  jalan. Tanpa itu kita tergelincir, sedikit saja  kita  salah 

memilih dan sedikit saja kita menyimpang, kita akan tersesat  dan 
 
ð73 Šakan  sampai ke kampung lain. akan sampai ke Neraka  tempat  yang 

sangat  kita takuti. Agaknya inilah yang selalu di ingatkan  oleh 

Rasul  kepada  kita semua. Dan tentu kita  semua  teringat  pesan 

penting dan pesan terakhir dari Nabi Muhammad s.a.w sewaktu  akan 

menghembuskan nafasnya yang terakhir :' Ummati... ummati, akan di 

jamin  keselamatannya  dunia dan akhirat, mereka  yang  berpegang 

teguh pada Al-Qur'an dan sunnah Rasul. Para pembaca yang budiman, 

mungkin jalan yang sedang kita lalui dan kita tempuh adalah jalan 

dosa,  jalan  yang sedang menggiring kita ke  neraka.  Untuk  itu 

setiap berjalan kita harus sering bertanya dan di setiap  persim­

pangan kita disuruh melihat kompas apakah posisi kita sudah benar 

untuk akhirnya berdo'a. "Ya Allah tunjukkilah kami jalan Mu  yang 

lurus dan benar. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, 

bukan  jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula  jalan 

orang-orang  yang sesat". Yang sering terlihat adalah orang  yang 

mengabaikan kompas penunjuk arah dan melupakan serta meninggalkan 

petunjuk dan bimbingan hidup, serta meninggalkan  pelajaran-pela­

jaran. Padahal kalau manusia mengerti sesungguhnya Al'Qur'an  itu 

adalah pelajaran yang datang langsung dari Allah, menjadi  petun­

juk  dan obat bagi hati yang sakit, jadi petunjuk dan jadi Rahmat 

bagi orang mukmin. Untuk itu saya teringat akan sebuah ayat dalam 

Surat Yunius Ayat 57 :" Sesungguhnya telah datang pelajaran  dari 

TuhanMu,  sebagai obat dan penawar sakit dari  sudit-sudut  hati, 

dan jadi petunjuk serta rahmat bagi orang ber iman".



Tidak ada komentar:

Posting Komentar