Jumat, 18 Oktober 2013

KAMBING HITAM



Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Saya di kambing hitamkan, semua kesalahan ditumpukkan  pada­

saya, akibatnya saya menderita, pangkat diturunkan, kekuasaan  di

cabut. Sebelumnya jadi chief resident, asisren kepala, mengepalai

asisten-asisten  yang  di bawah kelasnya,  dapat  memerintah  dan

mengatur bawahan atau adik kelas, sekarang jabatan itu di  copot,

saya harus menerima dan di paksa menjalankan hukuman, pangkat  di

turunkan,  wewenang tidak diberi, kekuasan yang dulu ada sekarang

dicabut.  Perih, pedih dan pahit, pahit karena orang  yang  biasa

kita perintah, sekarang dia pula yang memerintah kita. Saya tidak

megerti kenapa itu harus terjadi. Saya tidak pernah merasa bersa­

lah  dan tak pernah melakukan kesalahan, namun kok kesalahan  itu

ditimpakan  pada  diri saya?, sehingga semua  hukuman  ditimpakan

pada  saya  seorang, ndak tertahankan ndak  tertanggungkan,  saya

tahan  derita  itu  saya tahan kepedihan itu  dan  saya  tanggung

kepahitan itu dengan rasa kesal dan sesal, kenapa saya di begini­

kan  orang. Tak putus-putus saya mencari-cari apa salahku,  namun

saya  tak  menemukannya,   tapi yang jelas saya  jadi  korban  di

kambing  hitamkan,  dicari-cari kesalahan dan mungkin  di  fitnah

saya  ngak  tahu, tapi hari itu saya lihat dan  saya  rasa  semua

orang se akan-akan membenci, semua mata se akan-akan menuduh  dan

tak sedikit yang mengejek, pangkat diturunkan, jabatan di hilang­

kan,  kekuasaan di copot, perih memang. Saya benci kepoada  orang

yang  menjatuhkan  hukuman, sekalipun dia guru saya,  saya  benci

kepada   orang  yang menyebabkan saya  terpuruk  dan  terjungkel,

kendatipun mereka itu teman-teman daya. Lantas saya sesali semua,

saya  sesali guru, saya sesali teman, saya sesali nasib dan  saya

sesali  hidup  yang tidak adil ini. Hari-hari saya  suram,  hidup

saya tersa kelam, kenapa jadi begini,kenapa harus begini,  siapa­

kah  yang  salah dan apakah yang salah?. Tawa  riang  yang  biasa

terpancar  dimuka, senyum manis yang biasa menghias  bibir,  hari

itu semua sirna, berlalu dengan jatuhnya hukuman, berlalu  dengan

pangkat  yang  diturunkan dan kekuasaan yang di  cabut.


Cukup  lama  hari-hari suram itu saya lewati,  sampai  suatu

pagi saya pamit pada anak-anak dan istri untuk pergi kerja. Dalam

perjalan  di sebuah gang di koridor rumah sakit,  saya  mendengar

lagu kanak-kanak dengan bait-bait yang pagi itu sangat menyentuh, 

menyentak, menyadarkan dan merubah segala kehidupan saya, merubah 

sikap  saya  terhadap semua. Terngiang sebuah untain  sair  dalam

sebuah lagu.

Oh ibu dan ayah selamat pagi

Kupergi sekolah sampaikan nanti

Selamat belajar nak penuh semangat

Rajinlah selalu tentu kau dapat

Hormati gurumu sayangi teman

Tandanya engkau murid yang budiman.

Mendengar sayir yang menyentuh itu, seakan-akan di pagi  itu

saya mendengar suara orang tua saya "Suheimi, untuk menjadi  anak 

yang budiman, harus hormat pada guru dan sayang pada teman. Kalau 

tidak  tentu  engkau bukan anak yang budiman,  bukan  orang  yang 

berbudi". Oh suara itu membekas, berkesan dan menimbulkan  seman­

gat, di sepanjang koridor itu saya ulang-ulang menyanyikan  bait-

bait syair lagu itu. Dan pagi itu pula saya teringat pesan istri,

sebelum saya berangkat "Tabahkan hatimu menghadapi cobaan ini pa,

Tuhan  bersamamu,  kami  dan anak-anak  selalu  mengharapkan  dan 

menantikan  kepulanganmu".   Kata  ini  seakan  bergema  kembali, 

menguatkan kaki saya melangkah menuju tempat kerja

Walaupun  saya jauh di rantau di Bandung dan orang tua  jauh

di kampung, tapi di pagi itu di sepanjang koridor itu seakan-akan

orang tua saya mengiringi ke pergian saya dengan nasehat "hormati

gurumu,  sayangi  temanmu, tandanya engkau murid  yang  budiman".

Walaupun  saya  pernah jadi asisten kepala, namun pada  saat  itu

saya kan tetap murid yang sedang belajar menuntut ilmu pada  guru

dan  belajar  bersama teman-teman. Lalu saya  bertanya  diri  dan

tentu ingin jadi murid yang budiman. Untuk itu saya harus merubah

sikap  dan  merubah perangai merubah cara dan pola  fikir.  Sikap

membenci guru, membenci teman dan memandang suram harus di robah.

Pagi itu dengan secara pelan-pelan dalam diri ini terjadi peruba­

han,   saya bayangkan orang yang saya benci dan orang  yang  saya

kesali  dan  sebali itu,  lalu saya berdoa  "Ya  Allah  tolonglah

perlihatkan pada hambamu ini sifat baik yang ada pada orang  yang

saya benci itu".  Sesampai di kamar tempat saya bekerja,  kembali 

doa  itu saya lafaskan, entah kenapa tanpa saya sadari, air  mata 

saya titik menetes mebasahi pipi, dengan tersedu dan tersedan air 

mata itu saya usap. Rupanya air mata itu ikut membantu menjernih­

kan mata dan menjernihkan penglihatan dan yang lebih oenting  air 

mata itu telah membersihkan hati dari sifat dendam kesumat, sifat 

benci  dan dengki berubah menjadi sifat memaafkan dan sifat  pas­

rah. Dari sifat berfikiran negatif, memandang semua orang  jelek, 

berubah  menjadi sifat dan berfikr positif melihat  sesuatu  dari  
ð73[1] 
 
ð73[1] Šsegi baiknya. Kembali di pagi itu rasa hormat dan kagum saya per­

sembahkan pada semua guru-guru saya dan rasa sayang saya  berikan 

pada semua asisten-asisten teman-teman saya.

   


 
Akibat  perubahan  sikap ini, kembali saya di  terima  dili­

ngkungan  asisten,  dan hukuman yang saya terima itu  tak  terasa 

berat,  ternyata  dalam terhukumkum itu saya banyak  belajar  dan 

memetik  hikmah dan menemukan  rahasia hidup, dan  akhirnya  saya 

bersyukur, untung ada hukuman yang seperti itu. Pahit, pedih tapi 

ujungnya  manis. Lalu saya terungat akan pesan serang  guru  saya 

Sabar itu pahit, tapi buahnya manis. Sabar untuk sesaat, kesenan­

gan  akan kita petik untuk selamanya. Ternyata petuah  guru  ini, 

betul-betul saya alami dan hasilnya luar biasa.

   


 
Sayapun termenung, saya berubah karena mendengar sebuah sair 

lagu  kanak-kanak,  yang dulu tak pernah  menggetarkan,  tapi  di 

lorong koridor itu, saya menikmati kata demi kata sair demi sair. 

   


 
Seperti  di pagi hari ini pun sewaktu anak-anak  lagi  ujian 

EBTA,  mereka  berkumpul belajar bersama  teman-temannya,  ketika 

semua mereka pamit ke sekolah saya ungkapkan lagi senandung  lagu 

itu."Selamat  belajar nak penuh semangat, Rajinlah  selalu  tentu 

kau dapat, hormati gurumu sayang di teman, tandanya engkau  murid 

yang  budiman". Untuk semua anak-anak saya tanamkan nasehat  itu, 

sebagaimana orang tua saya juga menanamkan nasehat itu pada  saya 

puluhan tahun yang silam.

   


 
Untuk  semua itu saya teringat akan sebuah  Firman  suci_Nya 

dalam  Al_Qur'an  surat Al Qalam ayat 4 :"Dan  sesungguhnya  kamu 

benar-benar berbudi pekerti yang agung".



P a d a n g  1 Mai 1993
ð73 Š

Tidak ada komentar:

Posting Komentar