Jumat, 18 Oktober 2013

BANGKAI HALAL



BANGKAI HALAL

Oleh : Dr.H.K.Suheimi

"Semua bangkai haram" kata guru saya ketika saya duduk  klas

IV  SD,  "Kecuali bangkai Ikan" ulas bu  guru  sambil  mengatakan

bahwa  hanya  bangkai ikan saja yang halal, boleh  dimakan.  Maka

saya tak pernah ragu memakan bangkai ikan, ikan yang sudah  mati,

bahkan  ikan yang sudah kering dan mersik karena sudah lama  jadi

bangkaipun saya makan. Ikan siam, maco kukai dan sepat,  pokoknya

semua ikan asin mulai dari ikan teri sampai ikan gabus yang besar

enak  dan lezat, selalu jadi santapan saya setiap  hari.  Makanan 

terasa  kurang  lengkap kalau tak disertai  ikan  asin,  sehingga 

kalau  selera patah saya cari ikan asin, nafsu  makanpun  terbuka 

karenanya.  Memang  dari kecil saya suka makan ikan dan  saya  di 

juluki "Palauak", suka makan lauk, senang makan ikan. Dari  kecil 

kebiasan  dan  kesukaan makan ikan itu sampai saat  sekarang  tak 

pernah  kendur-kendurnya.  Setiap  kali lewat  di  sicincin  saya 

usahakan singgah di Eka Sari untuk menikmati panggang ikan. Kalau 

ke Painan singgah sebentar di Rumah makan keluarga untuk  melahap 

kepala  ikan  Baracuang,  begitupun kalau ke  Pariaman  tak  lupa 

mampir di rumah makan Pauh, lagi-lagi yang di cari ikan,ikan  dan 

ikan. Apalagi kalau ikannya baru di tangkap,  menggelepar-gelepar 

alangkah  gurih dan lezatnya. Setiap makan ikan itu  saya  sering 

teringat  petuah sang guru, bahwa bangkai ikan itu halal.  Ketika 

saya duduk di bangku SD itu, lagu yang saya senangi adalah lagu : 

Saya hendak kepekan, mau beli ikan

Ku masak dengan santan, untuk ayah makan

 
ð73 Š
    


 
Tak  pernah saya bosan dan tak pernah saya menolak  jika  di 

suguhi ikan, tidak ada do'a penolak rezeki. Maka kemana pergi dan 

dimanapun  saya berada selalu saja dalam ingatan  ini,  ikan,ikan 

sekali  lagi ikan. Waktu di Ujung Pandang, yang paling  enak  itu 

justru  ikan bakarnya dan udang, apalagi kalau  kembali  berlayar 

dari  pulau  Lai-lai  dan pulau Kahyang di laut  di  depan  ujung 

pandang,  dulu  namanya Makasar, dan saya  menginap  di   Makasar 

golden hotel, didepan pantai ujung Pandang.

    


 
 Saya senang sekali melihat ikan yang berenang dan  bermain, 

saya  senang melihat ikan yang lagi pacaran, saya senang  melihat 

ikan yang melahirkan sambil memelihara dan menyelamatkan  anaknya 

didalam  mulutnya, saya senang menyaksikan semua  ikan-ikan  hias 

yang sangat indah dan menarik hati. Mereka selalu bergerak sambil 

mengipas-ngipaskan  sirip dan ekornya yang  berjumbai-jumbai  dan 

berwarna-warni.  Baik siang maupun malam mereka  terus  bergerak, 

seakan-akan  tak  pernah tidur, menimbulkan  ke  asyikkan.  Asyik 

memandang ikan ini, menyebabkan kita terlupa akan persoalan hidup 

yang kadang-kadang ruwet. Kalau fikiran sedang kacau, saya  pergi 

ke pinggir kolam, disana segala kekacauan dan ke ruwetan  fikiran 

saya curahkan kedalam kolam dengan menikmati  akrobatik-akrobatik 

ikan. Selepas memandang ikan, biasanya fikiran kacau dan perasaan 

risau itupun terasa berkurang. Entahlah, kalau berbicara  tentang 

ikan dan ikan seakan-akan tak mau habis-habisnya. Tapi yang  saya 

tak habis fikir adalah, kenapa ada kekecualian bahwa bangkai ikan 

itu halal?. Kenapa Tuhan memberi kekecualian pada bangkai  ikan?. 

Pasti  ada apa-apanya. Pasti dalam ikan itu banyak ke  istimewaan 

dan ke lebihan, kalau tidak kenapa Tuhan memberikan kekecualian?.
 
ð73
Š
    


 
Akhir-akhir  ini  baru saya sedikit  mengerti  setelah  saya 

membaca  bahwa  orang  jepang adalah manusia  yang  paling  doyan 

melahap  ikan.  Dibandingkan dengan orang Indonesia  kita  sangat 

jauh  ketinggalan.  Penyelidikan  berkata  bahwa  ternyata  orang 

Jepang  memakan ikan setiap orangnya sebanyak 24 kg  per  minggu, 

sedangkan  orang Indonesia memakan ikan hanya sebanyak 16 kg  per 

tahun.  Bayangkan 24 kg/minggu dibandingkan dengan  16  kg/tahun. 

Pantaslah  orang  Jepang daya kerja dan  semangat  kerja  tinggi, 

mereka  berjalan cepat, bekerja cepat dan tepat dari pagi  sampai 

malam, tiada hari tanpa kerja. Bagi mereka tak ada istilah berme­

nung  dan membuang-buang waktu, waktu adalah uang,  waktu  adalah 

kerja.  Daya fikirnya tinggi, IQnya baik,  kwalitas  manusinyapun 

luar biasa. Kulitnya halus dan bercahaya. Saya ngak tahu,  apakah 

karena mereka selalu melahap ikan?. Padahal di Jepang harga  ikan 

sangat  mahal. Bayangkan khabarnya ikan Tuna harganya  36  Dollar 

satu  kilo, atau Rp 75.000,- udangpun 28 Dollar sekilo.  Walaupun 

mahal, mereka tetap membelinya. Memang di negara-negara maju kita 

lihat  harga  ikan rata-rata 4-6 kali lebih mahal dari  harga  da   

ging.  Tapi tetap di beli dan di cari, kenapa?. Tak lain dan  tak 

bukan  karena mereka mengerti dan paham bahwa daging ikan  sangat 

besar faedah dan mafaatnya. Seratnya jauh lebih halus, asam amino 

essentialnya  jauh  lebih  lengkap di dalam  daging  ikan.  Kadar 

kholesterolnya  sangat rendah. Apalagi di zaman  sekarang  kholes  

terol  merupakan sumber bermacam-macam penyakit. Didalam  ikanpun 

banyak kadar Phospor dan kalsium, yang sangat baik untuk  metabo­

lisme  otak sehingga orangnya jadi pintar dan  untuk  pertumbuhan 

tulang. 

    


 
Mungkin  karena manfaatnya yang sangat banyak,  dari  semula  
ð73[1] 
 
ð73[1] ŠTuhan  telah  memberi isyarat bahwa "bangkai ikan  halal",  tentu 

pada ikan itu banyak kelebihan dan manfaatnya. Sekaranglah  orang 

baru  mengerti  manfaat dan ke unggulan ikan,  sehingga  walaupun 

mahal orang tetap berebut mencarinya. Padahal ikan yang sampai di 

jepang itu sudah lama jadi bangkai, ber hari-hari. Tentu  sebaik-

baik bangkai, akan jauh lebih baik ikan segar yang sedang mengge­

lepar-gelepar.

    


 
Saya  teringat ikan garing dari lembah anai, alangkah  lezat 

nya,  sampai-sampai sisiknyapun enak di goreng. Kenapa ikan  yang 

hidup di sungai-sungai Sumetera Barat lezat, gurih , bermutu  dan 

begizi  tinggi?.  Agaknya karena sungai-sungai di  Sumbar  selalu 

mengalir  dan  berair deras, sehingga nafsu  makan  ikan  semakin 

bertambah.  Apalagi bukit dan gunung di sumbar banyak  mengandung 

mineral dan zat kapur, akibatnya ikan-ikannyapun mempunyai  serat 

daging yang enak dan lezat serta banyak mineralnya. Makanya  ikan 

dari Sumbar sangat laku di Riau dan di Jambi. Tapi yang saya  tak 

habis mengerti kenapa orang kita tidak begitu doyan makan  ikan?, 

baik  ikan air tawar maupun ikan laut. Padahal  ikan-ikan  disini 

dengan mutu yang baik dan harganya jauh lebih murah dari  daging. 

Saya kira sudah masanya kita merubah pola laku dan kebiasaan dari 

pemakan daging dan lemak serta isi perut atau jeroan, hati, limpa 

tambusu  dan otak, di rubah menjadi kebiasaan makan ikan.  Semoga 

semangatnya  bisa  pula seperti ikan, yang bergerak  dan  bekerja 

terus  walaupun  siang maupun malam, sehingga  terlahir  manusia-

manusia  seperti  orang Jepang. Jangan sampai kita  seperti  yang 

diungkapkan  oleh  sebuah pepatah "Ayam mati  kelaparan  di  atas 

padi".  Di tanah kita, ditempat kita hidup, ditempat  udara  kita 

hirup,  bertebaran zat-zat dan ikan-ikan yang sangat  bermanfaat,  
ð73[1] 
 
ð73[1] Štapi  kita biarkan begitu saja, lalu ikan-ikan ini di  curi  oleh 

bangsa  asing,  sehingga bangsa asing semakin  kuat  dan  semakin 

sehat, sedangkan kita....?

    


 
Marilah  kita  syukuri nikmat yang telah di  turunkan  Tuhan 

dengan  memanfaatkan  dan memaksimalkan penggunaan  apa-apa  yang 

telah  di  turunkan_Nya ini. Untuk itu semua saya  teringat  akan 

sebuah firman suci_Nya dalam Al_Qur'an surat An Nahl ayat 14 :

"Dan Dia Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu  dapat 

memakan  daripadanya   daging yang segar (Ikan) dan  kamu  menge­

luarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai dan kamu  meli­

hat  bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari  (keuntun­

gan) dari Karunia_Nya dan supaya kamu bersyukur".




P a d a n g  16 September  1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar