Kamis, 31 Oktober 2013

B U K U



Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Lemari buku saya sudah menumpuk dengan buku-buku. Buku-buku tidak 
tersusun  lagi sudah centang parenang, dan disana sini ada  debu. 
Saya ingin membersihkan, menyusun dan menyisihkan mana yang perlu 
dan  mana  yang tak perlu. Yang tak perlu dan tak  berguna,  yang 
memenuhi lemari dan merusak pandangan, saya buang dan saya bakar. 
Dalam seleksi buku-buku itu, ternyata banyak yang harus di  buang 
dan banyak yang harus di bakar. Sewaktu saya akan menyalakan  api 
untuk membakar buku itu. Saya balik kembali lembaran-lembarannya, 
kenapa  mereka harus dibakar?. Mereka di bakar  karena  lembaran-
lembaranya  sudah  kabur  tak  terbaca  lagi.  Karena   lembaran-
lembaranya  sudah  di makan bubuk, keropos  disana  sini.  Karena 
lembarannya ada yang terkoyak. Karena lembarannya ada yang kosong 
sudah menguning. Karena lembaranya dulu di tulis dengan seenaknya 
sehingga sulit dibaca. Karena lembarannya ditulis dengan semraut, 
garis-garisnya  nyelonong kesana-sini. Karena  lembaranya  banyak 
yang  sudah remoh. Setumpuk buku-buku itu harus di bakar  dan  di 
musnahkan, menjadi makanan yang empuk oleh api.

Sewaktu  api  melalap lembaran-lembaran buku itu,  ketika  itulah 
saya  tercenung. Merenung hidup ini. Karena hidup  inipun  adalah 
bagaikan  buku. Hari-hari yang berlalu  adalah  lembaran-lembaran 
dari  buku  kehidupan. Saya khawatir karena hari-hari  yang  saya 
lewati,  lembaran-lembaran  buku saya banyak yang  kosong.  Tidak 
jarang  lembaran  buku  itu saya tulis dengan  tulisan  yang  tak 
keruan, centang parenang sehingga sukar membacanya. Banyak corat-
coret  dalam setiap helai buku itu. Saya coba mebalik-balik  buku 
kehidupan. Ketika kecil boleh dikata tak ada isinya paling-paling 
garis  lurus  yang tak bisa di baca. Ketika  remaja,  helai-helai 
buku itu sering diisi dengan hal-hal yang tak berguna. Ketika itu 
waktu sering di buang-buang. Ketika dewasa buku itu asyik  berisi 
dengan  usaha  dan  kerja untuk menggapai  kebutuhan  dunia.  Dan 
ketika beranjak tua buku itupun muram karena hari-harinya  sering 
diisi oleh sakit disana dan sakit disini. Kalau tidak kepala yang 
sakit,  atau kaki yang ngilu, sakit di langkahkan. Lalu apa  yang  
ð73 Šberharga  dari  lembaran-lembaran buku kehidupan  yang  dapat  di 
simpan?. Saya ragu, saya sangsi, jangan-jangan  lembaran-lembaran 
buku, dan hari-hari yang berlalu tak bernilai sama sekali. Karena 
lembaran-lembaran  yang  bernilai dan  bermutu  adalah  lembaran-
lembaran yang diisi dengan amal saleh yang di goresi oleh  tinta-
tinta iman. Amal saleh dan tinta iman inilah lembaran yang  dapat 
disimpan dan di perlihatkan kelak di hadapan Allah sebagai insen­
tif dan pahala yang akan di peroleh di akhirat kelak.
Saya berhitung, berapa diantara hari-hari yang telah saya  lewati 
yang  telah  diisi  oleh kerja (amal)   bermanfaat  (Saleh)?  dan 
berapa banyak tinta iman yang telah menggoresi  lembaran-lembaran 
buku kehidupan ini?.
Jangan-jangan saya terkelompok pada golongan orang yang rugi.
Karena orang yang rugi adalah orang-orang yang waktunya  berlalu, 
tapi keimanannya tidak bertambah. Ialah orang-orang yang waktunya 
berlalu  tapi  amalnya tidak bertambah;  Ialah  orang-orang  yang 
waktunya  berlalu,   tapi  kebenarannya  tidak  bertambah.  Ialah 
orang-orang yang waktunya berlalu tapi  kesabarannya tak  bertam­
bah.
Taqwa adalah gabungan dari Iman dan amal saleh. Iman adalah garis 
vertikal  tegak  lurus ke atas berhungan  dengan  Allah.  Imannya 
semakin tebal dan kokoh, hubungan dengan Allah semakin dekat  dan 
semakin kuat. Garis vertikalnya atau Hablumminallah makin  tebal. 
Amal saleh artinya kerja yang bermanfaat, bermanfaat untuk sesama 
manusia, dan amal saleh ini banyak berhubungan dengan kemanusiaan 
atau  Hablumminannas, sehingga garis horizontalnya menjadi  tebal 
dan  kokoh. Kalau di gabung garis iman dan garis amal  saleh  ini 
akan  terbentuk  tanda  tambah yang menjadi  nilai  tambah  dalam 
setiap  detik kehidupan. Manusia yang berkualitas  adalah  mereka 
yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
WAktu sangat cepat berlalu, dia berlalu laksana awan yang berarak 
meninggalkan  kita tak bisa di tahan, walau dengan  cara  apapun. 
Dia berlalu dan berlalri bagaikan angin nan berhembus tanpa henti 
dan  tanpa mengenal istirahat. Dia akan meninggalkan  orang-orang 
yang  lalai  dan yang melupakannya. Kalau dia telah  berlalu  dan 
pergi tak kan mungkin kembali lagi. Kesempatan yang sama tak akan 
pernah berulang pada waktu yang lain.
Waktu  sangat  berharga. Kalau hilang tak ada  gantinya.  Berbeda 
denag uang hilang dapat di cari. Waktu tak dapat di  depositokan, 
waktu tak dapat di kredit. waktu tak dapat dipinjam
Setiap kali kita mendengar khutbah jumat, khatib selalu  menyebut 
Ibadallah Innalaha ya'mur bil 'adil wa ihsan.   Beribadatlah pada 
Allah. sesungguhnya Allah menyeru untuk berlaku adil dan  berbuat 
baik.  Adil bisa tercapai bila orientasi manusia  adalah  mencari 
kebebaran,  Dalam mencari kebenaran hukum di tegakkan,  Jika  ma­
syarakat menghormati hukum terciptalah masyarakat yang tertib.

Kelebihan  Islam adalah, kita sebagai khalifah di beri  kebebasan 
dan  kemerdekaan  yang bertanggung jawab.  "Perbuatlah  sesukamu, 
tapi  ingat setiap perbuatan akan diminta  pertanggung  jawabnya. 
Setiap  kamu adalah peminpin dan akan di minta kelak  pertanggung 
jawabnya tentang apa-apa yang kamu pimpin.

Setiap  detik  waktu yang di pakai akan di tanya,  untuk  apa  di 
gunakan.  Kita  hanya  di tuntut, agar setiap  detik  waktu  yang  
ð73 Šdipinjamkan  Tuhan  di gunakan untuk hal  yang  bermanfaat.  Maka 
selalu kita memohon "Ya Allah berilah hambamu setiap detik  waktu 
menjadi detik-detik yang bermanfaat". Karena sebaik-baik  manusia 
adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

Maka  orientasi  manusia yang mencari  kebenaran  dan  menegakkan 
hukum  ini,  senantiasa mencari kebaikkan dan berbuat  baik.  Dan 
senantiasa  berdoa.  Ihdinas  siratalmustakim,  Tunjuukilah  kami 
jalan_Mu  yang  lurus  menuju kebenaran.  Kebenaran  yang  Mutlak 
adalah  Allah,  Ialah jalan lurus jalan tol yang  tak  bersimpang 
kekkiri  dan  kekaknan  yang segera akan  mendekatkan  diri  pada 
Allah.  Setiap kegiatan yang mendekati Allah di sebut  dengan  Fi 
sabilillah. Berjuang pada jalan Allah. Orang yang berada di jalan 
Allah  ini,  anadaikan mati. Kata Tuhan "janganlah  kamu  mengira 
orang-orang  yang jihad fi sabilllah itu mati, disisi  Allah  dia 
senantiasa hidup", namanya selalu harum di sebut.

Sebaliknya  bagi  mereka yang orientasi hidupnya  adalah  mencari 
kepentingan,  kepentingan  diri dan  golongannya.  Sukar  baginya 
menegakkan  keadilan,  sukar  baginya  mempertahankan  kebenaran. 
Sering  dia melakukan ke dhaliman, Mereka membikin kerusakan  dan 
konaran di muka bumi, menimbulkan keresahan. Menghalalkan  segala 
cara, tidak menghormati hukum.

Jika manusia berorientasi pada kepentingan diri, melakukan kedha­
liman. Mengerjakan yang Fahsya' dan yang mungkar. Fahsya  artinya 
merusak  diri sendiri. Mungkar artinya merusak orang  banyak  dan 
lingkungan.  Maka tidak sedikit orang-orang yang menganiaya  diri 
sendir dan menimbulkan keresahan dan kerusakkan pada orang lain.
Maka  selalu  dipenghujung khotbah di ingatkan oleh  sang  khatib 
'ibadallah Innalaha ya'muru bil 'adil wal ihsan, waita izil kurba 
wayanha anil fahsya i wal mungkar. ya izzukum laallakum tazakkar­
un.

Untuk itu satya teringat akan sebuah Firman Suci_Nya dalam  surat 
Al Insyiraah:[1]
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu ?
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu
Yang memberatkan punggungmu (beban membawakan risalah)
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu (Muhammad SAW)
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
Maka apabila kamu sudah selesai dari satu urusan, kerjakanlah
dengan sungguh2 urusan yang lain
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar