Minggu, 13 Oktober 2013

H A L A L B I H A L A L


Oleh Dr.H.K.Suheimi

Halalbihalal berarti halal dengan halal, boleh dengan boleh,
saling  menghalalkan, saling melepaskan ikatan, dan  saling  men­
cairkan  hubungan  yang  membeku.  Merupakan  tradisi   berkumpul
sekelompok  orang Islam  di Indonesia dalam satu tempat  tertentu  
untuk  saling  bersalaman  sebagai ungkapan  saling  meminta  dan
memberi maaf. Kata maaf asalnya  berarti "Menghapus" karena  yang
memaafkan   menghapus  bekas-bekas   luka  di  hatinya.  Bukanlah
memaafkan  nama nya  apabila masih tersisa bekas-bekas  di  dalam
hati apalagi bila masih ada dendam membara.

Tradisi Halalbihalal di Indonesia baru mulai diselenggarakan
dalam bentuk upacara sekitar tahun 1940 dan mulai berkembang luas
setelah  tahun  1950. Dewasa ini Halalbihalal   di  selenggarakan
hampir oleh seluruh lapisan masyarakat muslim Indonesia.

Asal usul halalbihalal dan kapan kegiatan tersebut mulai  di
selenggarakan  sulit  di  ketahui dengan  pasti.  Karena  tradisi
sembah  sungkem, datang menghadap untuk menyatakan sembah  hormat
dan bakti kepada orang tua, orang yang lebih tua atau orang  yang
lebih  tinggi   status sosialnya, sudah membudaya  dan  ada  pada
hampir semua suku dalam masyarakat Indonesia

Tradisi Halalbihalal adalah alternatif pemecahan yang  prak­
tis  dari kunjungan silaturahmi yang biasanya  membutuhkan  waktu
berhari-hari.  Dengan menghadiri  acara halalbihalal yang  diada­
kan  di suatu tempat seseorang sudah dapat bersilaturahmi  dengan
banyak  orang. Dari sini lahir kesungguhan melakukan  shilaturra­
him. Shilat berarti menyambung  dan menghimpun. Ini berarti hanya 
yang putus dan terserak  yang di tuju oleh shilat itu.  sedangkan
rahim  pada  mulanya berarti kasih sayang ,  kemudian  berkembang 
sehingga  berarti  pula kandungan- karena anak  yang  di  kandung
selalu mendapatkan curahan kasih sayang . Bukan bersilatur  rahim
namanya   orang   yang membalas kunjungan  atau  pemberian,  yang
bersilatur rahim adalah  yang menyambung apa yang pernah putus.

Halabihalal  bersumber dari ajaran Islam  mengenai  hubungan 
antar manusia dan Tuhannya, dan hubungan antar manusia sesamanya.
Seperti  tertera dalam surat An-Nur 22 :"...dan hendaklah  mereka
memaafkan  dan  berlapang  dada. Apakah kamu  tidak  ingin  Allah
mengampunimu

Dalam  ayat ini tegas-tegas Allah baru memberi keampunan  di
kaitkan  dengan pelaksanaan  perintah memberi maaf dan  berlapang
dada atas kesalahan orang lain terhadap dirinya.

Begitupun  dalam surat Al Baqarah ayat 237 di  nyatakan:
"...  dan pemaafan kamu itu lebih dekatkepada  taqwa..."
Dengan memaafkan orang lain  seseorang dapat mendekati dan menja­
di  manusia  yang taqwa. Orang yang mau memaafkan  dan  menyambut
tangan  orang yang bersalah terhadapnya, adalah orang  yang  baik
dan  dicintai  Allah SWT. Kesalahan  untuk sesama  manusia  ,  ia
harus meminta maaf kepada orang yang besangkutan. Didasarkan pada
ajaran  agama dan tradisi sungkem, maka tradisi silaturahmi  yang
dinilai  sejalan  dengan ajaran agama Islam  dilaksanakan  secara 
luas.
    


 
Setiap  kali kita mengadakan Halal Bi Halal, maka  kata-kata 
yang  populer  di  ucapkan  ialah  kata-kata  "Minal  'Aidin  Wal 
Faizin". Kalau kita coba perinci maksud dan tujuanya dari  ucapan 
di atas adalah sebagai berikut.
    


 
Kata min disini berarti "Termasuk/bahagian dari",  sedangkan 
'Al=Aidiyn seakar dengan kata Ied yang berarti kembali,  sehingga 
ia berarti orang-orang yang kembali.
    


 
Ucapan ini adalah sebuah doa yang bila di terjemahkan secara 
harfiah  berbunyi (semoga kita) termasuk  (kelompok)  orang-orang 
yang kembali dan orang-orang yang beruntung.
    


 
Kata  "kembali"  memberi kesan bahwa selama ini  kita  tidak 
berada  di tempat itu, selama ini kita langkah atau  posisi  kita 
keliru,  sehingga perlu di luruskan dengan kembali  ketempat  dan 
keadaan semula yakni kembali kepada Fitrah.
    


 
Idul  fitri berarti kembali kepada kesucian atau agama  yang 
benar atau asal kejadian.
    


 
Bila  kita memahaminya dalam arti kesucian atau  agama  yang 
benar  atau  asal  kejadian maka dengan ucapan  itu  kita  berdoa 
semoga kita bersama kembali menjadi manusia yang suci bersih dari 
segala  noda  dan  dosa atau dalam bahasa  Nabi  Muhammad  S.A.W, 
"Seperti  saat dilahirkan oleh ibu". Bukankah  dalam  kepercayaan 
muslim seorang bayi tidak mewarisi satu dosa apapun?.
    


 
Berdoa  agar  kembali ke asal kejadian mengandung  arti  dan 
harapan semoga kita menyadari jati diri kita sebagai makhluk  dwi 
dimensi  yaitu  kita berasal dari "debu tanah" dan  "roh  Illahi" 
yang perpaduannya menjadikan kita "Manusia utuh". Sehingga  tidak 
terjadi pemisahan antara Aqidah dan Syariah, perasaan dan perila­
ku,  perbuatan dan moral, idea dan kenyataan, dunia dan  akhirat, 
tetapi  masing-masing  merupakan bagian yang  saling  melengkapi, 
sehingga jasad tidak mengalahkan ruh, kenyataan tidak menghalangi 
imaginasi,  kecendrungan individu tidak mengorbankan  kepentingan 
kolektif,  titik  pandangan  tidak hanya terpaku  di  bumi,  atau 
menerawang mengawang-awang di angkasa saja.
    


 
Masih  ada harapan lain dari ucapan itu ialah Wa  Al  Faizin 
(dan  termasuk  pula orang-orang yang  beruntung).  Keberuntungan 
dalam  bahasa agama, adalah keberuntungan taat kepada Allah   dan 
RasulNya, serta memperoleh pengampunan Ilahi dan SurgaNya.
    


 
'Aidin, kembali keasalnya ialah suci dan bersih. Kita kemba­
li kepada asal, bahwa manusia berasal dari Saripati tanah. Dihar­
apakan  manusia juga dapat mewarisi sifat tanah. Untuk  itu  saya 
teringat  satu peristiwa ketika anjing kesayangan saya di  tabrak 
truk  fuso,  anjing itu terkapar mati berserakkan  dan  membusuk. 
Lalu anjing itu saya masukkan kedalam tanah dan diatas tanah  itu 
anak saya menanamkan batang puding.
    


 
Beberapa minggu kemudian bunga puding itupun kembali berdaun 
dengan rimbun dan nampak lebih semarak, dan apa yang di tanam  di 
dekat batang puding itupun tumbuh dan berkembang subur.
    


 
Menyaksikan tanah tempat tumbuhnya bunga yang mekar dan  ber  
ð73 Šbauharum  itu,  saya  coba merenung. Beberapa  minggu  yang  lalu 
kedalam  tanah  itu saya kuburkan bangkai anjing  yang  berdarah-
darah,  remuk  kepalanya  dan pasti dia  membusuk.  Bangkai  yang 
dimasukkan kedalam tanah serta semua yang busuk-busuk di kuburkan 
serta semua sampah-sampah ditimbunkan ke dalam tanah, namun tanah 
yang  menerima  itu tak pernah marah, tak pernah  gusar  dan  tak 
pernah mengomel, semua di terimanya dengan pasrah, bahkan  ditem­
pat  mana bangkai itu masuk, disana pula tumbuh  bunga.  Ditempat 
mana sampah dan segala yang busuk-busuk di tanamkan, disana  pula 
tumbuh  pohon nan rindang. Tanah selalu membalas  keburukkan  dan 
kebusukkan  dengan  menerbitkan dan menumbuhkan  pohon-pohon  dan 
buah-buahan berharga diatasnya. Demikian mulianya bumi dan  tanah 
yang selalu membalas kebusukkan dan ke burukkan dengan  kebaikkan 
dan keharuman. Dari tanah tumbuh segala yang baik, yang harum dan 
yang  bermanfaat.  Dirobahnya segala yang tidak perlu  dan  tidak 
bermanfaat menjadi barang yang berguna dan bernilai tinggi.
    


 
Perhatikan jugalah tatkala cuaca jelek,  guruh, petir, hali­
lintar seakan-akan marah. Semua kemarahan itu dengan mudah  dita­
war  oleh  tanah, kelebihan muatan listrik yang ada  dalam  awan, 
guruh dan kilat yang sambar menyambar dengan sekejap dapat  dire­
dakan oleh bumi. Untuk menjinakkan semua itu cukup dengan  membe­
namkan seutas kawat ke Bumi, Bumi akan meredam semua kemarahan .
    


 
Mengapa Bumi dapat menenangkan dan meredam serta  menetrali­
sir  semua gejolak dan kemarahan? Agaknya karena Bumi itu  sabar, 
mau menerima dan mendengarkan, karena Bumi tidak pemarah,  karena 
Bumi  dan tanah itu tempatnya paling di bawah dan paling  rendah, 
walaupun dia di injak-injak di cangkul dan di rusak, selalu  saja 
dia membalas dengan kebaikkan. Karena kesediaannya menjadi  orang 
di  bawah, bersedia sebagai tempat luapan  kemarahan,  menanggung 
yang  buruk-buruk lalu menggantinya degan sesuatu yang  baik  dan 
berguna.  Sering kita lihat orang yang di bawah   menjadi  bulan-
bulan,  sebagai  tempat  tumpuan dan pelepas  luapan  emosi  dari 
orang-orang  yang  berada  diatasnya. Tapi  sesungguhnya  dia  di 
butuhkan  oleh  atasan sebagai penyalur untuk  menetralkan  serta 
meredam emosi yang sedang meledak bergejolak. Dia dibutuhkan  dan 
dia  diperlukan  sekalipun dia sering  dimarahi  dan  ditumpukkan 
semua  yang  buruk-buruk padanya. Dia bagaikan  tanah  dan  bumi. 
Karena  dia  sabar,  tawakal dan pasrah. Sabar  itu  pahit,  tapi 
buahnya  manis,  sabar untuk sesaat, kesenangan untuk  selamanya. 
Dan  saya teringat akan petuah guru saya. Sabarlah,  sesungguhnya 
Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan bersdabar serta memaaf­
kan  jauh  lebih  baik daripada membalas. Untuk  semua  itu  saya 
teringat  akan sebuah firman suci_Nya dalam Al-Qur'an  surat  Asy 
Syuura  ayat 39-40: Dan bagi orang-orang yang apabila  mereka  di 
perlakukan dengan zalim mereka membela diri.
    


 
Dan  balasan  satu kejahatan adalah kejahatan  yang  serupa, 
maka  barang siapa memaafkan dan berbuat dan berbuat  baik,  maka 
pahalanya   atas  Allah, sesungguhnya dia tidak  menyukai  orang-
orang yang zalim".
    


 
Surat  Al_Baqarah ayat 155 :"Dan sungguh akan  kami  berikan 
cobaan  kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,  kekurangan 
harta, jiwa dan buah-buahan.Dan berikanlah berita gembira  kepada 
orang-orang yang sabar".

P a d a n g  22 Februari 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar