Jumat, 18 Oktober 2013

HUJAN TURUN TERLALU PAGI



HUJAN  turun  terlalu  pagi. Pagi  jadi  kelabu,   seperti kelabunya  hati ini. Mendung masih menggelantung, seakan-akan  tidak mau  beranjak,  tidak mau meninggalkan tempatnya. Awan  belum  lagi tersibak, matahari seakan-akan tidak mau menampakkan dirinya. Kabut begitu  tebal.  Biasanya di pagi seperti itu, gunung  Merapi  dan Singgalang  tampak  cerah. Tetapi pagi ini,  udaranya  redup,  angin bertiup,  itik dan ayam basah kuyup, tidak lagi terdengar  kokoknya.  Semuanya diam, semuanya bisu, murai pun tidak berkicau. Alam bagaikan  menyimpan satu kedukaan.
Rumah  Sakit  itu diliputi mendung, semua  berwajah  muram, semua  tertekur dan satu-satu ada yang terisak,  menahan  tangis dalam  sedu.  Sedu sedan diiringi linangan dan tetesan  air mata yang mengalir  di pipi tidak terasa. Badanku basah kuyup ditimpa  hujan, tetapi  asinkah  air  hujan yang turun di pagi itu?  Terasa  asin karena bercampur dengan air lain yang juga mengalir di pipi  ini.
Pelan-pelan dan secara sembunyi saya seka air yang  mengalir di pipi itu, saya saksikan satu pemandangan yang memilukan. Di pembaringan itu dia tergeletak, umurnya terlalu muda, baru menginjak  21 tahun. Biasanya dia pakai kerudung  putih dan  baju putih sebagai perawat, namun hari ini dia tidak memakai semua itu lagi.  Dia terbaring di pembaringan, diam, bisu,  bibirnya  kebiruan, dia bertambah kurus, dan benjolan itu, benjolan yang ada  di leher  kirinya  itu, kentara sekali  terlihat,  berbenjol-benjol, merah kebiruan, menakutkan dan tampaknya ganas sekali.
Hari  itu dia baru selesai menjalani operasi untuk  yang  kedua kalinya. Operasi yang kedua ini, bukan operasi pada  benjolan yang ada di lehernya, tetapi operasi pada perutnya. Perutnya  sakit melilit  di  sebelah kanan, semula diduga  usus  buntu,  ternyata bukan.  Dokter bedah baru tahu setelah membuka  perutnya.  Rongga perutnya  sudah ditumbuhi oleh penjalaran-penjalaran tumor  yang berasal  dari  tenggorokannya. Karena terlalu luas  tidak  mungkin semua tumor itu diangkat, hanya sebagian kecil yang diambil untuk diperiksa di laboratorium.
Dia  tampak letih, dia tampak lesu, lebih-lebih ketika  disadarinya bahwa dia bukan menderita usus buntu, tetapi kanker tenggorokan yang dideritanya selama ini, itulah yang telah menjalar ke mana-mana. Menyadari semua itu, kondisinya cepat sekali  menurun. Dia  tidak bisa makan, dia tidak mau minum dan dia tidak bisa  tidur. Kadang-kadang dia tidak sadarkan diri, kadang-kadang dia menggigau, wajahnya  pucat,  tulang-tulangnya pada menonjol,  kurus  sekali, tidak seperti dulu.
Dulu,  tawanya renyah, setiap pasien kenal dengan  dia,  dia mudah senyum, dia tidak pernah mengatakan lelah atau cape, sekalipun  tengah  malam  disuruh mengangkat  atau  membersihkan  serta menolong  pasien, atau sedang membantu di samping  meja  operasi. Dia  begitu  cekatan,  tangannya lincah dan  dia  ringan  tangan. Karenanya  dia  sering dijadikan contoh dan  suri  teladan  bagi teman-temannya. Dia sering menggantikan temannya sesama  perawat untuk jaga malam, sifatnya suka dan ingin selalu menolong,  menolong  apa  yang  dapat ditolongnya,  meringankan  beban  sesama teman-teman.  Maka  teman-temannya  selalu  berkata,  dia  adalah tempat  kita  meminta tolong, dan tidak sedikit pun  tampak  kerut mukanya kalau kepadanya dimintakan bantuan dan pertolongan. Semua  pasien selalu menanyakannya, dia sederhana,  namanya mudah diingat, sesederhana orangnya.
Dia selau dipanggil Erni. Hari  ini Erni tidak bisa tertawa lagi, tidak ada lagi  senyum yang  menghias  bibirnya,  tidak ada  lagi  kelincahan  geraknya. Dipanggil  namanya pun, seperti tidak didengarnya lagi,  dia  tidak acuh dan tidak peduli lagi dengan keadaan sekelilingnya. Nafasnya sesak, suaranya hilang, keringat membasahi muka dan bajunya.  Dia tampak sedang menahan sakit yang hebat, keningnya menyeringit dan dari sana terpancar peluh. Hari  demi  hari berlalu dengan cepat,  setiap  datang  hari baru, bagi Erni bukan berarti datang dan timbulnya harapan,  tetapi hari  baru  baginya berarti keparahan dan  sakitnya pun  bertambah larat. 
Kadang-kadang  dia tidak sadarkan diri,  kadang-kadang  dia tahu  dan menyapa kita yang datang, tetapi suaranya  tidak  terdengar.  Dia  seakan-akan  minta tolong, dia  seakan-akan  minta  diringankan  beban dan deritanya. Tetapi semua dihadapkan ke  ketidakberdayaan. Terakhir dokter angkat bahu, tidak ada lagi jalan, tidak mungkin untuk  diobati lagi. Erni dan keluarga minta diizinkan pulang  ke kampung ke Kuraitaji. Di Kuraitaji, di sebuah desa yang tenang, tempat  dia dilahirkan , tempat dia dibesarkan dan  tempat  dia bermain, tempat dia pernah bergembira ria, berlari  ke sana  ke mari,  tertawa  cerah bersama teman-teman.  Di sana  pulalah,  dia menghabiskan sisa-sisa harinya yang terakhir, dan di sana dia akan menutup mata, pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan dunia yang fana  ini. Dan di sana pulalah dia minta dikuburkan. Permintaan  terakhir  untuk pulang ke Kuraitaji  itupun  dikabulkan oleh dokter.
Sementara dia di pembaringan, kakaknya  berusaha  mencarikan obat  ke  lereng gunung Merapi, ke rumah seorang  dukun.  Pertama minum obat dukun seperti ada perbaikan dan angsuran, tetapi seminggu  kemudian sakitnya semakin dan bertambah parah, dia  tidak  bisa lagi  duduk, dia tidak kuat lagi menggerakkan tangan  dan  kakinya, dia tidak bisa lagi menelan makanan dan dia tidak sanggup lagi  meminum  minuman.  Dia tidak kuat lagi berjuang melawan  kanker  yang bersarang di tubuhnya.
Dan tibalah hari itu, tanggal 16 April 1992, terjadilah  apa yang selama ini tidak diingini, terjadilah apa yang selama ini dikhawatirkan, hari yang membawa duka yang sangat dalam. Erni  yang telah  beberapa bulan menanggung penderitaan, akhirnya  menghadap ke Yang Satu, pergi untuk selama-lamanya, pergi untuk tidak akan  kembali lagi.  Dia meninggal karena sudah banyak penyakit yang  bersarang di tubuhnya. Semua tidak menyangka, semua tidak menduga bahwa  dia pergi  begitu  cepat,  usianya terlalu muda,  dia  terlalu  baik. Kerjanya selama ini selalu menolong dan meringankan beban  orang, melalui  tangan-tangannya  banyak yang  telah  terselamatkan  dan banyak  yang sudah tertolong, tetapi di saat dia butuh  pertolongan, seakan-akan semua tidak berdaya, semua tidak bisa menolongnya.
Sebetulnya semua orang mau, ingin dan bersedia  menolongnya, namun  tidak satu daya dan upaya pun yang dapat membebaskannya  dari derita  penyakitnya  itu. Penyakit kanker, penyakit  yang  sangat menakutkan dan penyakit yang mudah sekali merenggut nyawa,  penyakit  yang menyebar dengan sangat cepat dan ganas.  Penyakit  yang sampai  hari  ini, membuat dokter angkat  tangan,  penyakit  yang belum  ditemukan obatnya, penyakit yang membuat  orang  bertekuk lutut,  penyakit  yang menyebabkan manusia menyerah  dan  pasrah. Tiada  daya  dan tiada upaya. La haula wala Kuata  illa  billahil 'azidhul aziim.
Di hari ini hanya satu kata yang dapat diucapkan  "Innalillahi  wa inna illahi Raajiun". Milik Allah kembali  lagi  kepada-Nya. Semua tertekur, semua tersedu, semua kehilangan, kehilangan orang  yang sangat disayangi, kehilangan orang  yang  senantiasa ingin  menolong,  kehilangan putri terbaik di  usia  yang  sangat muda.
“Erni,  hari ini engkau pergi, engkau yang masih  bersih  dan suci,  engkau  belum lagi digeluti oleh dosa-dosa  di dunia  ini. Umurmu  sangat  pendek, tetapi telah memberikan  arti  yang  sangat dalam  bagi sesama yang pernah mengenalmu. Engkau hanya  sebentar mampir  di dunia,  tetapi jasamu sangat besar. Engkau  adalah  orang yang  terbaik  yang  pernah kami kenal. Ya  Tuhan,  kenapa  Engkau kirimkan dia kepada kami, kalau untuk Engkau ambil kembali dengan cepat?  Kami tidak mengerti apa mau-Mu dan  rahasia  apa  yang terkandung di balik semua ini. Mengapa tidak Kau biarkan dia  lebih lama lagi bersama kami? Kami ingin rasakan keramahannya, senyumnya,  kepeduliannya  dan kebaikannya. Ya Allah,  dia  orang  baik, terimalah  dia sebagai hamba-Mu yang terbaik, tempatkan dia  dalam golongan  hamba-hamba-Mu  yang  Kau cintai.  Tempatkan  dia  pada tempat  yang  sebahagia-bahagianya, pada  tempat  yang  semulia-mulianya. Ampunilah segala dosa-dosanya dan maafkan segala  kekeliruan dan kesalahannya. Berilah dia kesenangan di akhirat kelak, sebagai  ganti kesenangan, yang tidak pernah dirasakannya  selama hidup di dunia ini. Amin, amin.”
Semula  Erni cuma mengatakan dia ada amandel. Itu  kan  biasa, semua orang kebanyakan menderita amandel. Dimakannya obat,  namun amandel  itu tidak kunjung mengecil. Sampai selang  beberapa  tahun, dia mulai sukar menelan. Dia pergi ke ahli THT, dianjurkan  untuk operasi. Sebetulnya, sesudah operasi amandel, biasanya orang segera sembuh, tetapi tidak demikian halnya dengan Erni. Betapa  terkejutnya dia, betapa terkejutnya dokter yang merawatnya, betapa terkejutnya  keluarga  dan betapa  terkejutnya  teman-teman  sama-sama perawat.  Semua terkejut, semua tercengang dan semua diam,  semua bisu, sewaktu hasil laboratorium menunjukkan bahwa Erni  menderita kanker.  Kanker yang diidapnya itu sejenis tumor  yang  sangat ganas, dan cepat menyebarnya.
Memang,  dalam  waktu yang tidak begitu lama,  benjolan  yang tadinya  hanya  di  tenggorakan, menyebar ke  leher  dan  rahang. Tampak lehernya membengkak dan rahangnya tidak simetris. Dia  dianjurkan  berobat dan rontgen  ke  Jakarta.  Sebagai perawat  dia tahu, apa itu kanker, bagaimana ganasnya dan  akibat apa yang akan di- tanggungnya. Begitu dia membaca fonis bahwa yang diidapkannya  suatu kanker tenggorokan, dia  terisak,  tangisnya tertahan.  Dicarinya  setiap orang yang pernah   dikenalnya,  dan disalaminya, dia pamit, dia minta maaf, dia ingin pergi  berobat ke  Jakarta.  Saya betul-betul lupa pada wajahnya di saat dia  berkunjung ke rumah.
Betapa  terkejutnya  dan jadi penyesalan  sampai  hari  ini, sewaktu  Erni dengan lemah berkata, “Semua orang telah  melupakan Erni.” Bagaimana tidak akan lupa, dia tampak kurus sekali, loyo dan wajah pun  berubah.  Saya  menyesal, kenapa dia  tidak  saya  tegur, padahal  dia  datang hanya untuk pamit  kepada  kami  sekeluarga, sedangkan  saya pada waktu itu tidak ada di rumah. Hari  itu  dia pamit untuk pergi ke Jakarta. Kami lepas dia dengan rasa  terharu diiringi doa, semoga kepergiannya itu akan membawa kesembuhan.
Sekembalinya dari Jakarta, tampak dia sedikit sembuh,  bengkak  yang  dilehernya mulai mengecil, tampaknya dia  sudah  mulai biasa  kembali,  dikira sudah sembuh betul,  sampai  kami  mulai melupakan penyakitnya. Ternyata  itupun tidak terlalu lama. Beberapa  bulan  kemudian terbetik berita, Erni dioperasi lagi, tetapi di perut. Waktu  akan dioperasi, semula diduga usus buntu, karena dia mengeluh  sakit di  perut  sebelah kanan bawah, tetapi ternyata  kanker  itu  telah menyebar  luas  di seluruh perut. Dokter ahli bedah  tidak  dapat membongkar  semua  tumor itu, hanya mengambil  sedikit  jaringan. Sewaktu  jaringan  itu diperiksa, ternyata memang  benar  kanker yang sudah menyebar luas.
Erni kesakitan, namun dia tampak pasrah, penyakit itu  telah menggerogotinya  sampai  ke semua rongga perutnya, dia  tidak  punya harapan lagi. Dengan pertimbangan yang berat dia minta pulang dan diizinkan,  karena tidak ada lagi pengobatan yang dapat diberikan. Di rumahnya di Kuraitaji, Erni terbaring lunglai.  Tubuhnya tinggal  lagi kulit pembalut tulang, batuknya tidak kunjung  henti, nafasnya  sesak, panasnya tinggi. Dia mulai beralih  pada  dukun, yang  selalu saja memberikan harapan dan harapan.  Namun  harapan tinggallah  harapan, sakitnya semakin larut. Setiap  yang  datang menjenguk,  tidak  tahan  melihat deritanya.  Kami  datang,  kami terharu  dan  kami tersedu. Erni yang terbaring  sekarang,  bukan Erni yang dulu lagi. Setahun yang lalu dia tampak segar,  lincah, penuh  tawa dan keramahan, tetapi kini yang terbaring adalah  sosok tubuh  yang  lunglai rapuh dan tidak lama lagi mungkin  akan  pergi meningalkan kita semua. Memang beberapa hari kemudian Erni  pergi untuk selama-lamanya dengan goresan kenangan yang dalam untuknya.
Dalam  buku harian yang ditulisnya 4 tahun yang  lalu,  dia mengukir namanya ERNI MAYANA.  “Erni artinya hidup, Mayana artinya  mati. Erni tidak lama hidup, sebentar lagi akan mati,”  tulisnya.  Kami semua memarahinya waktu membaca tulisannya itu,  kenapa Erni  membikin  tulisan yang bukan-bukan. Tetapi entah  kenapa  dia mengartikan  namanya  begitu, entahlah, mungkin dia  lebih  tahu. Atau  Tuhan menggerakkan tangannya membikin itu.   Kita  yang tidak kunjung mengerti akan apa yang akan terjadi.
Sekarang barulah kami mengerti akan makna apa yang ditulisnya itu. Di  hari kepergiannya itu, si Ibu hanya berucap, “Tuhan,  dia anakku yang terbaik, kenapa Engkau berikan ia padaku, kalau untuk Engkau  ambil  kembali?” Pertanyaan itu tinggal  pertanyaan,  dan kita  tahu,  semua tahu, burung-burung pun tahu, bahwa  tidak  mudah mendapat jawaban dari atas sana.
           Erni orang yang terbaik yang pernah saya kenal, pergi terlalu cepat, usianya sangat muda, namun kanker itu, kanker itu telah merayap ke mana-mana, sehingga Erni tidak berdaya, dia jatuh dan dia pergi.  Hujan turun terlalu pagi, seperti turunnya hujan di  pagi itu, 16 April 1992.


Dan bahwa kepada Tuhanmu akhirnya kau kembali ?

Firman Tuhan di atas itulah yang dibutuhkan dan merupakan jawaban yang dibutuhkan oleh setiap insan. Suatu kawasan batiniah yang selama ini mereka cari-cari. Kesadaran akan “Hari Kemudia” yang akan mendorong manusia untuk terus berbuat dan berjuang dengan sebaik-baiknya di muka bumi hingga akhir hayat, tanpa perlu merasa diri sudah ‘mandeg’ (tidak berkembang) seperti itu, atau bertanya, “Apalagi sekarang?”
Kesadaran akan ‘Hari Kemudian’ adalah pusat dari segala integritas sekaligus pemenuhan akan dahaga batiniah. Suatu kesadaran bahwa segala tindakan dan hasilnya kelak dirancang untuk tidak berhenti hingga di dunia saja, tetapi juga hingga “Hari Keadilan’ tiba. Teruslah berjuang dengan sebaik-baiknya karena siklus tidak hanya berhenti di sini. Masih ada siklus lanjutan.
Kesadaran akan adanya ‘Hari Kemudian’ adalah suatu alat kendali dan pengawasan melekat yang mandiri, agar mausia selalu berada di jalan terbaiknya, serta terhindar dari kesalahan yang dibuatnya. Tatkala ia merasa sudah tidka da lagi orang lain yang mengawasi secara langsung untuk berbuat kejahatan atau kecurangan, maka kesadaran akan ‘Hari Kemudian’ dengan sendirinya akan megendalikan dirinya. Inilah sistem pemeliharaan Tuhan terhadap manajemen alam semesta raya. Inilah dasar dari segala dasar pengendalian kecerdasan emosi itu, yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah karya terbaik manusia untuk berbuat secara maksimal dengan cara yang sebaik-baiknya.
Kesadaran akan ‘Hari Kemudian’ adalah suatu pusat rasa aman yang sesungguhnya, di mana setiap orang selalu menghadap terhadpa i tekanan dari kondisi lingkungan yang terus berubah dengan cepat tanpa bisa dikendalikan. Ia akan merasa aman dengan adanya janji Tuhan itu.
Sikap proaktif yang selalu dikumandangkan oleh para penulis Barat itu, bagi saya barulah sebatas metode atau baru berupa kulit (surface), bukanlah jawaban yang tuntas untuk masalah ini. Sikap proaktif tanpa prinsip yang benar, bagi saya adalah seperti orang buta yang sudah bisa melihat kembali namun tidak bisa menentukan mana warna merah dan mana warna biru. Ia buta warna meskipun sudah mampu melihat. Begitu juga konsep visinya. Tidak akan efektif  seratus persen. Terbukti orang-orang yang telah sukses mewujudkan visinya di dunia, tetapi setelah mereka mencapai usia lima puluhan, mereka kembali menyadari bahwa mereka telah menaiki tangga yang salah. Konsep visi mereka barulah orientasi jangka menengah, belum menjangkau siklus yang sesungguhnya, yaitu “Hari Kemudian”.
Namun, janganlah anda salah mengartikan penjelasan saya ini menjadi suatu pengertian bahwa hidup di dunia ini tidak penting, dan kehidupan akhiratlah yang tutama, tanpa mau berusaha bekerja dengan sungguh-sunguh di duia. Tuhan menurunkan dan menciptakan anda sebagai ‘ wakil Tuhan’ di muka bumi, justru bertugas sebagai “rahmatan lil ‘alamin”. Kalau anda tidak mau berjuang dan tidak pernah memberikan upaya, bagaimana Tuhan menimbang pekerjaan dan usaha yang telah anda berikan selama anda bertugas di dunia ini? Berikan yang terbaik di dunia, maka niscaya kemenanganan akan anda raih, baik di dunia dan di ‘Hari Kemudian’.
Cobalah simak puisi Hasan Al Fatihah Bashri, pada zaman Rasulullah masih hidup :
Aku tahu rizkiku tak mungki diambil orang lain
Karenanya hatiku tenang

Aku tahu, amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain
Maka, aku sibukkan diriku bekerja dan beramal

Aku tahu, Allah selalu melihatku
Karenanya, aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat

Aku tahu, kematian menantiku
Maka, kupersiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabbku

Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia. Di bawah ini akan saya sampaikan perkataan manusia ketika di “Hari Pembalasan”, menurut FirmanTuhan,

Ia (manusia) berkata : “aduhai! (dahulu) kubuat persiapan untuk hidupku ini!”

Q.S. 89 Surat Al Fatihah Fajr (Fajar) Ayat 24

II.5.f. SIKLUS KEHIDUPAN DAN JAMINAN MASA DEPAN

Ia-lah yang menciptakan semula, Dan kembali (menghidupkan)

Q.S. 85 Surat Al Fatihah Buruuj (Gugusan Bintang) Ayat 13

Siklus kehidupan diciptakan tiga kali. Siklus pertama adalah alam Dzuriyah atau alam sebelum dunia. Siklus kedua adalah alam nyata, dan siklus ketiga adalah alam akhir atau kembali ke alam pertama. Inilah lingkaran siklus yang sesungguhnya atau life cycle. Siklus pertama adalah alam Dzuriyah, sebelum anda diciptakan, namun anda masih bisa megenal alam ini melalui pemahaman tentang suara hati yang telah saya jelaskan pada pemahasan prinsip pertama, pada bagian sebelumnya. Anda masih bisa merasakan keindahannya melalui perenungan suara hati anda sendiri yang terdiri dari sembilan puluh sembilan dorongan suara Tuhan yang masih “membekas”. Contohnya, dorongan suara hati igin selalu bersikap rahman dan rahim, ingin selalu indah, ingin selalu mulia, ingin selalu teratur, atau ingin selalu kekal atau kaya dan makmur. Itu semua masih tetap dirasakan hingga saat ini. Inilah rekaman suara hati dair alam ruh sebelumnya.
Siklus kedua, ketika manusia sudah dilahirkan ke muka bumi, dan ia ditugaskan untuk mensejahterakan bumi dengan modal suara hati yang serba agung, kecerdasan otak serta pancaindera. Kemudian tuhan menyerahkan tugas yaitu sebuah bumi untuk dikelola. Kemudian manusia diberikan oleh-Nya sebuah buku pedoman atau buku manual tentang pengelolaan alam semesta, yaitu Al Qur’an Al Karim. Namun manusia sering lupa bahwa hidup di dunia adalah sebuah tugas mulia dan kepercayaan yang diberikan oleh Sang Pemiliki alam semesta ini. Oleh karena, itu anda diminta untuk memberikan upaya terbaik yang anda miliki untuk mensejahterakan bumi. Tidak selayaknya anda mengharapkan sebuah “surga” dengan cara menghindarkan diri atau melarikan diri dari sebuah tugas dan perjuangan untuk tidak hanya menegakkankebenaran, namun juga menciptakan kemajuan.
Siklus ketiga, yaitu ketika fisik manusia sudah tidak berfungsi laig. Maka otomatis ia makan kembali lagi ke alam pertama. Ia, tentu saja seperti lazimnya, harus mempertanggungjawabkan kepercayaan dan tugas yang pernah diemban untuk mengelola bumi. Harapan Sang Pemilik tentu saja agar anda berhasil melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya tugas tersebut akan diteruskan lagi oleh generasi berikutnya didunia. Masa tugas anda rata-rata antara enam puluh sampai dengan tujuh puluh tahun. Begitulah seterusnya, sehingga suatu saat kelak bumi ini semakin sejahtera. Di mana idealisme suara hati sebagai ciptaan pertama menemukan bentuknya pada ciptaan kedua di alam nyata ii. Tidak mudah memang, karena tantangan dan rintangan berat pasti akan menghadang dan merintangi perjuangan kita. Kita pasti akan menghadapi lawan yang keras. Masih ingat perjuangan Rasulullah ketika menghadapi kaum Quraisy? Itulah misi Tuhan, dan itulah seni serta keindahan hidup yang sesungguhnya.

Apakah mereka menunggu sampai (azab) Allah datang kepada mereka dalam naungan awan gemawan dengan para malaikat? Tetapi perkara telah diputuskan, dan kepada Allah dikembalikan segala urusan.

Q.S. 2 Surat Al Baqarah (Sapi Betina) Ayat 210

II.5.g.  TIADA KERAGUAN

Pergunakan suatu metode historis untuk membaut suatu prediksi akan masa depan. Seperti layaknya sebuah proyeksi, data masa lalu dikumpulkan dan dianalisa kebenarannya, berdasarkan data masa lalu dan kondis saat ini. Kemudian, bandingkan kebenarannya dengan Al Qur’an, niscaya anda akan terkesima dengan kebenaran sejarah dan kondisi saat ini. Semua terbukti benar adanya. Contoh, kisah Fir’aun, yang begitu terlambat mengakui dosa-dosanya, hingga ‘mummi’-nya yang dalam posisi membungkuk diabadikan pada sebuah museum mesir kuno, dalam kisah Nabi dan Rasul yang masih bisa dilihat peninggalannya. Sekarang pelajari semua ajaran-ajarannya, lalu bandingkan dengan kondisi saat ini, seperti konsep EQ atau barangkali buku ini, yang membahas tentang Rukun Iman dan Rukun Islam, atau penemuan-penemuan ilmiah tentang alam semesta, misalnya kebenaran ilmiah Surat Yunus ayat 5 tentang matahari, bulan, dan bintang, atau tentang keseimbangan jumlah kata-kata yang berlawanan atau sepadan di dalam Al Qur’an.

Tiadakah mereka perhatiakn unta-unta bagaimana diciptakan ?
Dan langit, bagaimana ditinggikan? Gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?
Dan bumi, bagaimana dihamparka?

Q.S. 88 Surat Ala Ghaasyiyah (Hari Pembalasan) Ayat 17 – 20

Hai kumpulan jin dan manusia !
Jika sanggup kamu menembus keluar ari daerah-daerah
Langit dan bumi, tembuslah ?
Tanpa kekuasaan(kami), tiada sanggup kamu menembusnya.
Maka karunia manakah dari Tuhanmu yang kamu dustakan?
Yang merah laksana minyak berkilauan.
Maka karunia manakah dair Tuhamu yang kamu dustakan ?

Q.S. 55 Sruat Ar Rahman (Maha Pengasih) Ayat 33, 34, 35

Catatan :
Pelajari Big Bang (Ldakan bear) Stephen Hawkings (Black Hole). Tampak bahwa Big Bang adalah seperti bunga mawar raksasa yang merah berkilauan di angkasa.

HASIL ISION PRINCIPLE – PRINSIP MASA DEPAN

Selau berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang dibuat. Melakukan setiap langkah secara optimal dan sungguh-sungguh. Memiliki kendali diri dan sosial, karna telah memiliki kesadaran akan adanya “Hari Kemudian”. Memiliki kepastian akan masa depan dan memiliki ketenangan batiniah yang tinggi, yang tecipta oleh keyakinannya akan adanya “Hari Pembalasan”.


 
 









Katakalah : “Hai kaumku! Berbuatlah menurut kehendakmu! Sungguh, aku pun akan melakukan (kehendakku). Nanti kamuakan mengetahui, siapa (di antara kita) yang (paling baik)tempat kediamannya pada akhirnya.”
Sungguh, orang durjana tiadakan mendapat kejayaan

Q.S. 6 Surat Al An’aam (Binatang Ternak) Ayat 135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar