Selasa, 08 Oktober 2013

ANDAI DIA PERCAYA


Oleh : K Suheimi

Hal-hal kecil dan hampir tiap hari kita alami. Berbicara soal kesabaran dan tata tertib mengendara, Kisah-kisah seperti ini sangat menarik hati’
Hari ini saya dengar suara Adi yang khas  menyentuh dan menyejukkan, dia membacakan bahan dan ceritra yang telah di olah Yanti. Kisah ini sangat menyentuh dan menarik, Ingin saya ceritrakan juqa pada pembaca saya yang setia. Agar kita sama-sama berbagi.  
Ceritranya sederhana, bahannya berasal dari Meidi. Meidi sedang melanjutkan pendidikan pasca sarjananya di UNP. Dia suka sekali membongkar-bongkar internet. Banyak ceritra menarik dan penuh makna yang didapatnya , Seperti hari ini dia bertutur tentang Keledai. Ceritra inilah yang akan saya sampaikan pada pembaca dalam kolom Resonansi Jiwa.

Memang sulit sekali membuat orang lain mempercayai pihak lain, walaupun untuk hal-hal yang sederhana,, Soal lampu rem misalnya, jika ia menyala, itu pasti pertanda bahwa ada hambatan di depan,, Maka sudah sepantasnya, si belakang mengikuti si depan , karena depanlah yang tengah menjadi imam , melihat dengan mata kepala sendiri, dan yang paling menguasai data dan informasi,,
Tapi karena azasnya sudah tidak dipercayai , maka otoritas ini sering dianggap sepi,, Saat itu, aku yang mestinya paling berhak untuk mengerti bahwa di depan ada becak yang hendak menyeberang,, Biarlah ia lewat, karena bebannya berat amat,, Kalau ia harus berhenti dan menggejot dari awal lagi, tentu repot sekali,,
Tapi keputusanku ini ternyata cuma membuat mobil di belakang itu salah paham,, Baru saja aku menginjakkan rem , klaksonnya sudah menyalak dengan galaknya,, Tapi keputusan telah ditetapkan, dan si tukang becak telah mengambil jalan,, Hanya si mobil belakang ini juga telah membulatkan hati: memilih menyalipku katimbang ikut berhenti,, Maka yang terjadi ....terjadilah,,
(Smasshhhh... preeennggngngg)
selanjutnya ia harus kaget setengah mati ketika becak itu nongol begitu saja di depan mobilnya, lalu ia menginjak rem sekuat yang ia bisa,, Tabrakan keras memang tidak terjadi ... tapi sekadar ciuman bumper... telah membuat sang becak terguling,, Muatan buahnya yang menggunung berhamburan ke sekujur jalan,, Sebagai kecelakaan si becak tentu bukan hal yang aneh ,  tapi buah-buah yang berhamburan itu benar-benar telah menjadi provokasi tersendiri,,
Jalanan macet seketika, Si mobil yang tadi dibelakangku hanya bisa pucat pasi,, sepertinya ia seorang lelaki yang terpelajar, tapi saat itu sudah berubah menjadi orang dogol,, Posisi mobilnya secara mencolok mengatakan bahwa dialah biang keladi kemacetan ini, sehingga semua pihak kini menudingnya,, Dan abang becak yang terkapar ini entah belajar teori drama dari mana, membangun sensasi,, Ia membiarkan saja becaknya telentang,, Ia sendiri dengan ketenangan seorang jagoan, memilih bangkit dan berjalan menghampiri si pengemudi dan langsung menghajarnya,,
Cerita selanjutnya bukan urusanku lagi, tapi tak sulit merekonstruksi ending insiden ini,, Betapa tidak enak membayangkan pengemudi mobil tadi, seorang yang tampak terpelajar, bertampang bersih, tapi cuma jadi bahan olok-olok lingkungan dan dipukuli abang becak lagi,, Padahal, jika ia mau sedikit bersabar, dan terpenting, mau mempercayaiku untuk ikut berhenti, musibah ini tentu tidak akan terjadi,, Tapi begitulah memang keadaan di negeriku, orang lain tak pernah dibiarkan menjadi imam, walau ia memang tengah memegang otoritas yang sesungguhnya,,
Inilah kenapa kita selalu terdorong main klakson kepada mobil yang ada di depan,, Itulah kenapa dalam hal antre, leher kita cenderung terjulur demikian panjang untuk selalu gatal menginterogasi keadaan di depan,, Padahal di depan itu sering tidak terjadi apa-apa,, Kemacetan itu masih baik-baik saja,, Sekeras apapun klakson ini kita ledakkan, kita tetap saja akan macet jika waktu lancar memang belum tiba,, Pada gilirannya, antrean pasti akan bergerak maju dengan caranya sendiri,, Jika semua masih terhenti, pasti karena masih ada persoalan,, Tapi biarlah itu persoalan yang di depan,, Kita di belakang sini, tinggal mempercayai,, Berat memang, tapi inilah ongkos hidup bersama,, Harus ada semacam tebusan sebagai ongkos kepercayaan,,
classy people , ketidaksabaran membayar ongkos yang mahal. inilah yang membuat hidup kita sering dilanda kekacauan,, Para imam, pemimpin, dan pihak yang di depan itu, memang bisa saja menyelewengkan kepercayaan, kita boleh kecewa tapi tak perlu trauma,, Karena untuk hidup bersama, manusia memang butuh saling percaya,, Soal bahwa sesekali kita tertipu, tidak usah diherankan pula,, Siapa yang bisa membebaskan diri dari nasib sial? , Rasanya tak ada kecuali Tuhan,,,

Untuk itu ingin saya petikkan sebuah Firman suci Nya dalam Al Qur'an surat
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. 2:75)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar