Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Memperhatikan
tingkah laku orang-orang yang bezoek di RS M.
Jamil
mengasyikkan sekali, karena bermacam-macam tingkah
dan
polah mereka.
Ada yang ketawa-ketawa cecicikkan, ada yng bersenda
gurau tak
menentu, ada yang ngomong yang bukan-bukan, ndak sedi
kit pula
yang nyerempet-nyerempet kekiri dan porno, seakan-akan
derita
demi derita dan sakit yang sedang di tanggungkan
oleh
pasien
tidak menggugah perasaan orang yang bezoek. Kalau
pa
siennya
orang penting makin banyaklah yang membezoek, walaupun
telah di beri
pengumuman di depan pintu bahwa tamu terbatas atau
tak
menerima tamu, namun berduyun-duyun juga orang yang datang,
walau dilarang
membezoek, mereka tak kehilangan akal, diletakkan
secarik kertas
didekat pintu lalu beramai-ramai menuliskan nama-
nama
mereka yang bezoek tapi tak bisa bertemu muka,
seperti
mengisi absen
di kantor saja. Banyak dan banyak lagi tingkah dan
kurenah
orang-orang yang bezoek ini.
„
„
Satu
kali saya terkesan menyaksikkan 3 orang
mahasiswi
sebuah
akademi yang membezoek gurunya. Sesudah mereka bersenda
gurau di
koridor dan sewaktu memasuki bangsal, hanya dua diantara
mereka yang
masuk, sedangkan yang seorang lagi tak mau masuk dan
tak mau membezoek, dia mencari kegiatan yang
lain-lain diluar
bangsal sambil
menunggu kawannya yang sedang menjengguk gurunya.
Sewaktu
selesai bezoek, kedua temannya bertanya
pada yang
diluar,"
kenapa kamu tak mau masuk membezoek ibu guru?". di jawab
dengan
sangat enteng oleh temannya yang menunggu diluar
tadi
ð73 Š"Saya tak ada urusan lagi dengan dia, saya sudah lulus mata
pelajarannya,
kalau kamu berdua memang harus dan wajib menjeng
guknya,
kamukan akan ujian dan belum lulus, kalau saya untuk apa
membezoek
dan apa gunanya, tak usah ya!". Jawaban seorang maha
siswi inilah
yang selalu menusuk perasaan saya. Sukar saya melu
pakan
kata-kata yang di ucapkan oleh seorang mahasiswi,
yang
selama
ini dapat pelajaran dapat didikan dan dapat pengetahuan
dari gurunya.
Lalu sewaktu gurunya tergelak di Rumah saki menan
gung beban dan
menderita sakit, sekedar untuk masuk menjengukkan
kepala, dia
tidak mau karena tidak ada urusan lagi, urusan sudah
habis,
tidak akan ada ujian lagi dan saya sudah lulus. Si Guru
sakit, biarkan
saja. Padahal yang namanya guru, sekali dia guru,
seumur-umur
kita dia tetap guru kita, tidak ada istilah itu bekas
guru
saya, dulu dia pernah jadi guru saya sekarang tidak lagi.
Saya kan sudah
lulus mata pelajarannya, saya tak akan berurusan
lagi
dengannya. Sekali lagi saya ulangi, sekali seseorang jadi
guru
selamanya dia tetap guru, walaupun kita telah jauh sekali
meninggalkannya
namun dia tetap guru kita. Hanya untuk gurulah
yang
tidak ada istilah "Dia bekas guru saya". Tidak ada
istilah
bekas pada pak
atau bu guru. Sampai detik inipun saya tetap salut
dan hormat
kepada guru-guru saya, mulai dari TK dan sampai guru-
guru saya hari
ini. Dan ternyata guru kita itu sangat banyak, di
sekeliling
kita di lingkungan kita bahkan alam takambangpun kita
jadikan guru,
Dan yang namanya guru, siapa saja, dimana saja dan
kapan
saja selalu kehormatan kita berikan dan kita persembahkan
padanya.
Dan kalau dia sakit, itulah saat yang paling
tepat
menunjukkan
rasa simpatik dan kalau perlu memberikan bantuan dan
pertolongan.
Jangan ada seorang guru sampai berkata "Aku sakit
ð73[1]
ð73[1]
ð73[1] Šengkau tak menjengukku". Guru pahlawan tak di kenal, tidak juga
mengharap
balas jasa, namun kalau bukan murid-muridnya siapa lagi
yang akan menaruh simpati?.
„
„
Disinilah kembali saya merenung, inikah dunia
zaman seka
rang?, murid tidak lagi menghargai
dan mengacuhkan gurunya,
dimana
letaknya terima kasih dan kapan seorang murid menyampaikan
terima
kasihnya?. Lalu jawabannya sangat menyayat, "saya tidak
membutuhkannya
lagi, saya sudah ujian dan saya sudah
lulus,
peduli amat dengan dia".
„
„
Didepan
rumahpun, saya sering menyaksikan murid-murid SMA
berebutan
naik oplet dengan guru-gurunya, tidak ada mereka yang
memberi
kesempatan dan mendahulukan agar guru-gurunya di beri
tempat dan di
perjuangkan tempatnya.
„
„
Lalu siapakah
yang salah dan apakah yang salah. Salahkah si
nurid
atau salahkah si guru, atau salahkah zaman
sekarang?.
Tidak,
tidak ada yang salah, cuma pendidikan di rumah agaknya
perlu di
tingkatkan, diberi tahu tentang etiket, tentang sopan
santun
tentang harga menghargai dan hormat menghormati, agaknya
inilah
yang kurang di zaman sekarang, pendidikan budi pekerti,
akhlakul
Karimah. Ingin dan rindunya kita akan pendidikan budi
pekerti, agar
melahirkan manusia-manusia yang berbudi luhur, yang
tahu sopan
santun dan pandai berterima kasih.
„
„
Waktu saya jadi murid selalu di tanamkan, bahwa tak
mungkin
saya
menjadi orang dan tak mungkin saya ber ilmu kalau
bukan
karena
jasa seorang guru. Lalu saya mendengar sebuah lagu yang
mengalun
di TPI, "jasa guru" kita
jadi pintar karena siaapa?.
Guru adalah
manusia yang sangat berjasa mendidik, dari tanganya
lah
lahir orang-orang besar dan orang-orang hebat. Untuk
ini,
ð73[1]
ð73[1]
ð73[1] Špendidik ini, dapat di sejajarkan denga orang tua kita, dan
baginya
pantas kehormatan dan sebuah doa di panjatkan. Hari ini
saya
teringat sebuah firman suci_Nya dalam Al Qur'an surat Al-
Israa'
ayat 24 :"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah :"Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah "mendidik" aku
waktu kecil".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar