Oleh:dr.H.K.Suheimi
Kita bersyukur kepada Allah
SWT, karena kita terlahir kedunia ini sebagai makhluk yang beragama. Dengan
agamalah kita tahu dari mana kita ini,
sedang dimana kita ini dan kemana kelak
kita kan
pergi. Agamalah yang memberi tuntunan, apa yang
terjadi sebelum Roh ditiupkan, bagaimana saat-saat ketika roh akan ditiupkan,
untuk apa kita dilahirkan, mengapa kita harus lahir
dan apa tujuan hidup kita.Sebab
banyak orang-orang yang tak punya tujuan hidup dalam keresahan, tidak tahu kemana kaki nak
dilangkahkan, untuk apa dia hidup dan
mengapa dia hidup. Orang-orang yang resah inilah yang mencoba
mencari pegangan kemana-mana tapi sering tak menemukannya, sehingga dia terombang ambing
kesana kemari.
Semua manusia, tanpa terkecuali,
pasti akan mati. Bila demikian, apa sebenarnya yang akan dituju manusia di alam
dunia ini. Apakah manusia semata mata hidup hanya untuk bekerja, berumah
tangga,bersenang-senang dengan hata yang dimilikinya, atau pun berkeluh kesah dalam
kemiskinan; kemudian ia lalu mati tidak berdaya? Apakah setelah mati itu ia
akan hilang menguap seperti api obor yang padam? Atau, apakah manusia yang
dilahirkan dalam “ketiadaan” itu akan mati dalam “ketiadaan” pula? Bila ya,
apakah berarti hidup manusia di dunia ini sia-sia belaka? Tentu tidaklah
demikian. Allah telah berfirman, bahwa manusia akan terus ada dan tidak akan
pernah hilang atau menguap. manusia akan mengalami kehidupan abadi di akhirat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
sesungguhnya yang dituju oleh semua manusia adalah akhirat! Cepat atau lambat,
suka atau tidak suka, semua manusia pasti akan menuju ke sana.
Kualitas manusia di akhirat nanti
akan ditentukan setelah ia melalui proses ujian demi ujian terhadap ketaatannya
pada Allah selama hidupnya di dunia. Jadi jelaslah, kualitas kita di akhirat
nanti tergantung pada keberhasilan kita sendiri dalam mengatasi ujian-ujian
yang dihadapi, apakah kita mampu selalu taat mengikuti perintah-perintah-Nya,
atau membangkang sebagaimana yang dilakukan iblis ketika diperintahkan sujud
kepada Adam.
jelaslah
bahwa tujuan hidup manusia di dunia, pada hakekatnya adalah untuk mencari/
mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan akhirat.Tingkat manusia di
akhirat nanti, akan ditentukan oleh sedikit banyaknya bekal yang dibawa dari
dunia. Semakin banyak bekalnya, maka akan semakin tinggi pula tingkat
kemuliaannya. Apakah yang dimaksud dengan bekal itu? Jika untuk mencapai
kedudukan tinggi di masyarakat kita harus berbekal pendidikan yang cukup, maka
untuk mencapai kedudukan tinggi di akhirat nanti, yang kita perlukan adalah
pahala.
Dengan demikian dapatlah
dikatakan, kehidupan di alam dunia ini adalah arena untuk mengumpulkan pahala
bagi kehidupan akhirat. Semakin banyak pahala yang berhasil kita raih, maka
semakin tinggi pula tingkat kita kelak.
Seringkali suara hati kita turut berbicara
memberikan informasi yang maha penting dalam menentukan sebuah prioritas.
Tetapi seringkali suara hati itu diabaikan oleh kepentingan dan nafsu sesaat
atau kepentingan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek, yang justru akan
mengakibatkan kerugian jangka panjang. Atau menurut KH. Habib Adnan adalah
mengambil jalan pintas yang akan mengakibatkan kerusakna di muka bumi. Bisikan
suara hati akan mengendanlikan prioritas.
TENGADAH KE BINTANG-BINTANG
Berilah hamba kearifan
Oh, Tuhan
Seperti sebuah teropong bintang
Tinggi mengatas galaksi
Rendah hati di atas bumi
Bukankah manfaat pengetahuan
Penggali hakikat kehidupan?
Lewat mikroskop
Atau teleskop
Bimbinglah si bodoh dalam menemukan :
Sebuah wujud maknawi
Dalam kenisbian sekarang …..
LANGKAH MENENTUKAN PRIORITAS
“Orang yang sabar, orang yang benar, orang yang
taat beribadah, orang yang memberi nafkah, dan orang yberdoa memohon ampun
sebelum fajar
menyingsing.”
Q.S. 3 Surat Ali Imran (Keluarga Imran) ayat 17
Berdasarkan diagram kepentingan dan
prioritas tersebut, maka kesibukan dibagi menjadi tiga jenis kelompok. Kelompok
yang sibuk mengisi waktu, kelompok yang sibuk pertengahan, dan kelompok yang
sibuk menapia tujuan :
Kelompok sibuk pengisi
waktu, melakukan kegiatan sepele
yang memboroskan waktu tetapi tidak
penting. Kegiatan ini biasanya tidak memiliki tujuan jangka panjang. Mereka
tidak tahu kemana akan melangkah, di dalam pikrian mereka, mereka merasa sudah
mencapai tujuan hidup, namun ibarat orang jalan ditempat, mereka tidak
kemana-mana. Mengalir saja seperti air dan sibuk menyalahkan nasib. Kelompok
ini juga selalu tampak sibuk namun sebenarnya mereka tidak produktif sama
sekali. Pekerjaan tanpa visi dan misi adalah perbuatan sia-sia. Nabi Muhammad
SAW menyatakna bahwa tanda baik keislaman seseorang ialah meninggalkan
perbuatan yang sia-sia (H.R. Turmudzi).
Kelompok pertengahan, adalah kelompok yang melawan gelombag
lautan. Pekerjaan mereka terus-menerus mengatasi krisis dari hari kehari.
Terus-menerus mengerjakan masalah mendesak. Bekerja seperti ini bisanya lebih
mudah karena masalahnya sudah jelas di depan mata dan tidak memerlukan visi.
Lama kelamaan dia akan terperosok juga pada rutinitas pekerjaan yang kurang
penting, tetapi mendesak. Kelompok itu tidak akan cepat maju, karena tidak
memiliki ivsi dan inisiatif. Prinispnya sederhana saja, selesainya
masalah-masalah yang timbul kemudian beristirahat . mereka tidak kemana-mana
tetapi merasa dirinya sudah melakukan banyak hal secara maksimal. Tidak ada
kemajuan yang berarti. Karena ia tidak memiliki visi yang kuat, mereka menjadi
korban lingkugnannya sendiri. Umumnya mereka sering meneluh dengan mengatakan :
“Saya sudah bekerja maksimal tetapi hasilnya begini-begini saja, kurang apalagi
saya.”
Kelompok pencapai tujuan, adalah orang yang sudah memiliki tujuan
hidup yang jelas. Setiap langkah yang diambil adalah pengjawantahan dari
visinya. Kelompok ini selalu merencanakan langkah-langkah yang dibuatnya secara
sistematis. Target jangka panjangnya telah dipecah-pecah menjadi tujuan-tujuan
jangka pendek, yang bisa dicapai secara realisits, dalam jangka waktu tertentu.
Dia slalu mematuhi visinya, dan visi tersebut menjadi auto pilotnya. Suara hati
terus dihidupkan sebagai radar kecerdasan hati yang mampu mendeteksi mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kelompok ini mampu menentukan skala
prioritas berdasarkan visi, prinsip, dan suara hati secara bijaksana.
“Hari orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah. Hendanklah setiap orang meperhatikan perbuatan apa yang telah
dilakukannya, sebagai persediaan untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah tahu benar apa yang kamu lakukan”.
Q.S. 59 Surat
Al Hasyr (Pengusiran) Ayat 18
Sedangkan kita sebagai orang Islam, disebut
oleh Allah, bahwa "Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia, melainkan
hanya untuk menyembahKu" (Surat 51 ayat 56). Jelas tujuan hidup kita adalah untuk mengabdi
kepada Allah SWT. Dengan demikian, maka
setiap kaki yang dilangkahkan adalah dalam
rangka mengabdi kepadaNya. Setiap kata
yang diucapkan adalah kata-kata
pengabdian, dan setiap amal yang
dikerjakan adalah amal yang ujungnya mendekat kepada Allah. Kalau kita
simak, sebetulnya manusia itu dibagi
3, yaitu Orang yang optimis,
pesimis dan apatis.
Orang yang optimis ialah orang yang punya tujuan hidup, tahu
persis kemana kaki akan dilangkahkan, mengerti apa
yang akan dicapai, punya
cita-cita. Andaikan dalam mencapai tujuan hidupnya itu, dia
dihalangi oleh dinding atau tembok, maka
dinding itu akan dipanjatnya,
jika dinding itu tak mungkin dipanjatnya,
maka dicarinya jalan melingkar
yang akhirnya akan membawanya kembali
ketempat tujuannya semula.
Baginya tidak ada gunung
yang tinggi, tidak ada lurah yang dalam
dan tidak ada laut yang luas. Gunung kan didakinya, lautan kan
diseberanginya dan lurah akan
dituruninya asal dia
dapat mencapai tujuan hidupnya. Apakah ia pernah gagal oleh karena
halangan dan rintangan?. Mungkin dia
pernah gagal mungkin dia pernah terjatuh, tapi kejatuhan dan kegagalannya itu,
tidak menyebabkan dia patah semangat.
Sebaliknya
kegagalannya itu dijadikannya
cambuk untuk dapat meloncat lebih tinggi lagi.
Dijadikannya kegagalannya itu menjadi batu loncatan , dan dijadikannya
kegagalannya itu sebagai pengalaman dan
guru yang berharga, agar jika dia melangkah lagi bersua penghalang yang sama
dia bisa lebih hati-hati dan teliti. Memang
kita saksikan bahwa
kebanyakkan tokoh-tokoh dunia yang
sukses sekarang dan dari zaman
dahulu, sebetulnya adalah orang-orang yang sering gagal, dan
tidak patah oleh kegagalannya itu. Kita
boleh saja gagal, tapi jangan sampai patah; kita boleh patah tapi jangan samapai hancur; kita
boleh hancur, tapi jangan sampai tidak
bangkit lagi; jangan sampai patah
semangat dan harapan. Lihatlah
Jepang, justru bangkit dari
kehancurannya, menjadi raksasa dunia.
Sebetulnya banyak yang bisa dipetik dari satu kegagalan dan banyak
pelajaran yang diberikan oleh kegagalan,
sebaliknya apa yang diajarkan
oleh satu kesuksessan?. Kadang-kadang orang
sesudah sukses, jatuh menjadi sombong lupa diri dan lupa daratan.
Sebetulnya semua kita pada hakekatnya memiliki jiwa optimis ini; lihatlah sewaktu kita kecil
dahulu; bukankah sewaktu belajar berdiri
dan berjalan, kita sering
terjatuh?. Sesudah terjatuh lalu
bangkit lagi, tidak kita pedulikan sakitnya jatuh,
bahkan kejatuhan itu jadi pelajaran bagi kita sehingga kita bisa berdiri
lebih kokoh dan berjalan lebih tegap.
Begitupun sewaktu belajar sepeda, berapa
kali kita terjatuh, berapa kali sepeda kita berlaga, dan
berapa kali masuk kali. Lutut yang terluka, baju
yang sobek dan sepeda yang patah,
tidaklah merupakan rintangan untuk
belajar sepeda.
Manusia yang optimis ialah
yang selalu berpandangan baik, yang
melihat sesuatu dari segi
baiknya, disebut sebagai orang yang
berfikiran positif. Positif thinking inilah yang
membantu dan membukakan jalan
hidupnya lebih bergairah dan lebih bercahaya. Yakin usaha sampai untuk kemajuan,
hidayah dan Taufik yang membimbingnya.
Qur'an dan hadis yang jadi pedoman hidupnya. Jika orang yang optimis dihadapkan pada satu
masalah, maka dia melihat masalah itu bukan sebagai masalah,
tapi masalah itu dilihatnya sebagai suatu peluang. Dengan masalah ini
merupakan satu peluang yang akan menjadikan dia lebih terobit kalau
dia
bisa memecahkan masalah tersebut.
Maka sebagai orang berilmu
dia merumuskan masalah dan mencarikan jalan keluarnya, dia mempermudah
dan tidak mepersulit-sulit satu
masalah. Kalau dihadapkan masalah kepadanya, tidak dicarinya jalan memutar dan
berbelit-belit. Pada hakekatnya
manusia yang mempersukar-sukar sesuatu, dan berbelit-belit, masalah yang
sederhana dijadikannya rumit dan ruwet, sebetulnya melambangkan kurang ilmunya
atau bodoh.Manusia yang pesimis, juga
orang-orang yang punya tujuan, tapi
bila ada halangan dan rintangan dalam mencapai tujuan itu, mereka
tidak berusaha mengatasi halangan dan
rintangan itu, bahkan setiap
rintangan itu dilihatnya dengan kaca mata pembesar, gamang saja
hatinya melihat rintangan,
tidak lantas angannya untuk menembus
dan menaklukkan rintangan.
Sehingga sering dia patah ditengah, cita citanya sering tidak
kesampaian. Dia sering kecewa dan putus asa. Jangankan kesulitan yang
nyata. Jika ada saja
orang membayangkan satu kesukaran, maka
yang terbayang olehnya adalah
kesukaran yang sangat besar,
sehingga hilang keberaniannya
untuk mengayunkan langkah mencapai sesuatu. Orang yang pesimis ialah orang yang memandang
sesuatu dari segi buruknya, dia
berpandangan negatif. Jika orang yang optimis melihat botol yang berisi air
setengah, dia berkata :"Air dibotol sudah berisi setengah tentu
sebentar lagi air
ini akan penuh", sebaliknya
orang yang pesimis berkata:"Air dibotol tinggal setengah, sebentar lagi tentu
air itu akan habis".Tuhan
berfirman:"Janganlah kamu berpurbasangka, karena sebagain dari
sak wasangka itu adalah dosa".
Kita khawatir, karena orang yang
pesimis melihat sesuatu dari segi jeleknya, dan sering berpandangan negatif atau berburuk
sangka, jangan-jangan ini merupakan
dosa pula.
Orang pesimis sering buntu ingatan,tertumpu pangana, sering berangan-angan. Sering patah semangat,
dan kurang berani menghdapi kenyataan.
Orang yang apatis,
ialah orang yang tidak punya
tujuan hidup, dia acuh saja terhadap apa yang
terjadi disekitarnya. Tidak satupun
hal yang dapat
merangsangnya. Masuknya tidak menggenapkan dan
keluarnya tidak mengganjilkan, adanya
sama dengan tidaknya, dia tidak masuk hitungan.
Andaikan dirumah istrinya mengatakan, "Pak, hari ini tak ada
beras", maka dijawabnya :"Tidak ada beras, yah mau apa lagi".
Kalau datang anaknya mengatakan, uang spp sudah
3 bulan tidak bayar,
maka dijawabnya; tidak apa-apa.
Kalau berhenti sekolah, yah
biarlah. Agaknya Ummat Islamlah yang
dituntut untuk optimis, karena dia jelas sekali tujuan hidupnya, yaitu
mengabdi kepada Allah. Kalau
dia sekolah menuntut ilmu,
niatnya adalah karena Allah, dicarinya ilmu dalam rangka mengabdi pada Allah.
Andaikan dalam sekolah dia
mendapat ilmu, itu adalah rahmat
yang diberikan Allah. Dan
seandainya dalam menerapkan ilmu yang diperolehnya dia dapat uang;
itu adalah berkahNya. Maka doanya
ialah:"Ya Allah berkatilah
rezki yang Engkau beri ini" Akan
jauh sekali bedanya rezki yang didalamnya ada
berkah Allah dengan Rezki yang
tidak ada berkah. Cobalah rasakan rezki
yang dapat membeli sepiring nasi dan sepotong tempe yang didalamnya diberkahi Allah,
rasakanlah nikmatnya memakan rezki yang
ada berkah Allah itu. Tapi
walaupun yang dimakan itu hidangan yang bermacam-macam ragamnya, tapi kalau didalamnya tidak
diberkahi Allah, akan berbeda rasanya.
Untuk mencapai berkahnya ini, maka dianjurkan kita menyebut NamaNya sebelum memulai sesuatu
pekerjaan, sebab setiap pekerjaan yang
tak didahului dengan menyebut
namanya maka akan
dicabut berkahNya. Orang
yang paling optimis diatas dunia ini,
kita lihat adalah Rasulullah
Muhammad s.a.w. Tidak sedikit
halangan yang pernah dilaluinya. Belum lagi lahir ayahnya sudah
wafat, diusia kanak-kanak ibunya telah berpulang. Kakeknya meninggal
sewaktu usia 8 tahun, disaat-saat perjuangan berat pamannya meninggal dan
istrinya yang membantu perjuangan dengan segala
kekuatan dan hartanyapun dipanggil oleh Allah. Dia dicaci, Dia di maki,
Dia dihina, Dia dilempari dengan tahi onta, Punggungnya
berdarah, giginya rontok,
dapurnya tidak berasap, Dia diusir dari
negerinya.
Sewaktu di Thaif Dia tersandar ke sebuah pagar dengan kaki yang
terluka dan dengan hinaan yang luar biasa. Datang
tawaran dari Jibril untuk memusnahkan orang Thaif. Tapi Nabi
Muhammad melihat masalah itu sebagai suatu peluang. Beliau melihat
ini satu peluang untuk lebih meningkatkan derjat
kemuliannya dan menyelamatkan
umat dan negeri Thaif dari kehancuran. Maka tawaran Jibril itu ditolaknya,
seraya beliau berdoa :" Ya Allah ampunilah segala dosa-dosa
orang Thaif, mereka berbuat demikian
karena mereka tidak tahu" Memang
kalau kita mengertu sesuatu,
kita mudah memaafkan sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar