Oleh : Dr.H.K.Suheimi
32 orang meninggal di
tempat, 30 orang luka parah dan 12
orang luka ringan. Semua terkejut, semua tersentak, semua ngeri
membayangkan kejadian itu. Subuh 22 Juni. merupakan hari nahas,
tragedi itu datang demikian tiba-tiba. Mobil ANS di tabrak
dan
diseret puluhan meter oleh Kereta Api Limex di lampung
tengah,
kemudian terjatuh ke dalam jurang sedalam 6 meter. Mobil ANS
hancur rusak berat, penompangnya apalagi. 10 mayat tak di kenal
identitasnya. Kita tak dapat bayangkan, betapa ngeri dan menakut
kan peristiwa itu, betapa pekikan dan teriakkan yang membahana di
subuh itu, betapa tubuh yang terseret, terhimpit , tertindas dan
terlindas. Betapa serpihan daging dan tulang serta darah
yang
berceceran, tak dapat kita bayangkan. Semua menakutkan,
semua
mengerikan, bulu kuduk jadi berdiri. Mobil yang seharusnya berpe
nompang 37, hari itu di padatkan jadi 74 orang. Justru
dengan
penompang yang sepadat itu pula, dia kena tabrak, korban berge
limpangan, nyawa beterbangan, kerugian harta benda tak terkira
kan. Ada yang menyalahkan tukang empang-empang kereta api
yang
lalai, ada yang menyalahkan sopir yang tak acuh setelah di perin
gatkan oleh tukang empang supaya mobil yang rusak, pas di tengah
rel kereta api itu untuk di dorong, ada yang menyalahkan
mobil
yang rusak, tiap sebentar mogok. Lalu siapakah yang salah
dan
apakah yang salah. Yang jelas kereta api telah melindas
mobil
ANS, dan korban sudah bergelimpangan. Dan setiap kali kereta yang
menabrak mobil, selalu saja yang jadi korban adalah mobil dengan
penompangnya. Setiap kali Kereta api menabrak mobil, selalu saja
kesalahan di tudingkan kepada mobil yamg melintas. Orang
tak
pernah menyalahkan Kereta api, karena Kereta api itu
berjalan
diatas relnya, dia berjalan pada jalannya, dia tak salah dan dia
tak pernah di persalahkan, sekalipun dia telah merengut
banyak
nyawa. Dan setiap nyawa yang di rengutnya, menyebabkan badan di
tempat mana nyawa itu bersemayam selama ini, menjadi berantakkan
dan porak poranda. Beberapa kali saya menyaksikan
orang yang
tergilas Kereta Api, mengerikan, menakutkan. Sukar kita mencari
kan kata-kata yang dapat mengambarkan orang yang di tabrak Kereta
Api. Kalau kita pergi ke bekas tempat ke jadiaan, disana
akan
terlihat serpihan-serpihan tulang dan daging yang hancur, terse-
rak di mana-mana. Makanya saya paling ngeri menyaksikan
korban
yang di gilas kereta api.
Sering sekali kita mendengar dan
menyaksikan, korban tabra
kan kereta api ini. Di setiap pintu gerbang, mulai
di jalan
simpang haru, Alai, air tawar dan tabing, entah berapa
korban
yang berjatuhan. Agaknya tidak sebanding dengan keuntungan yang
di peroleh PERUMKA. Kerugian nyawa dan kerugian harta tak sedi
kit.
Sebetulnya semua orang
sudah berhati-hati. Lihatlah di
setiap jalan yang di lintasi kereta api, dibuat orang
empang-
empang kereta api. Dulu empang-empang ini berwarna putih hitam,
sekarang berwarna putih merah. Di tengah-tengah empangan itu di
letakan lampu merah yang menyala saat empang-empang turun. Bahkan
beberapa saat sebelum empang-empang turun dibunyikan lagi semacam
alarm tanda bahaya yang menyatakan bahwa beberapa
saat lagi
kereta api akan lewat. Bukan itu saja, di sepanjang dan di ping
gir rel kereta api, mulai dari air tawar sampai ke lubuk buaya,
jalan kereta api itu di pagar besi dengan warna
putih biru.
Sebetulnya PERUMKA sudah cukup banyak mengeluarkan dana
untuk
keselamatan orang-orang yang akan melintas jalan
kereta api,
namun tiap sebentar kita dengar juga berita orang tergilas kereta
api. Di Bogor, di Surabaya, di Pulau Jawa, di Pulau
Sumatera,
korban telah terlalu banyak. Lalu bagaimana usaha
lagi untuk
mengatasinya?.
Untuk semua itu, saya teringat kisah
perjalanan waktu di New
Zealand. Selama enam hari enam malam, kami beserta
rombanongan
ber langlang buana dengan sebuah bus. Sering mobil
kami itu
melintasi dan menyeberang jalan Kereta api, tapi sebanyak
itu
jalan kereta api yang di lintasi, tidak satupun jalan kereta api
itu yang punya empang-empang.
Pertama kali saya terkejut, sewaktu
bus kami melewati Padang
rumput yang
luas, tiba-tiba bus itu berhenti. Saya kira ada
sesuatu yang rusak, kenapa
tiba-tiba sopir itu mengurangi kecepa
tan dan berhenti, pada hal tidak ada lawan, dan padang
rumput
terbentang luas, mata bebas memandang ke muka ke kiri
dan ke
kanan. Pas didekat mobil yang berhenti itu saya lihat ada rambu-
rambu, perintah akan melintasi jalan kereta api. Setelah
sang
sopir melihat kekiri dan kekanan, yakin bahwa tidak ada
Kereta
api barulah bus itu berjalan melintasi rel kereta api.
Setiap
kali mau melintasi rel kereta api selalu saja mobil itu berhenti
didekat rambu-rambu penunjuk itu. Walaupun di
tengah padang
rumput yang sangat luas, mata dengan bebas
menyaksikan bahwa
disana tidak ada kereta api yang akan lewat, namun sang
sopir
selalu memperlambat kecepatan kenderaan dan berhenti
sejenak,
baru kemudian melintasi rel kereta api.
Jadi disana mereka
tidak butuh empang-empang kereta api.
Empang-empang kereta api ada di kaki dan tangan sopir, begitu dia
melihat ada rambu-rambu akan melintasi rel kereta api,
dengan
otomatis, kaki mereka sudah menginjak rem dan
tangan mereka
mengendalikan stir untuk di ke tepikan. Mereka tidak butuh tenaga
yang harus menjaga empang-empang siang maupun malam yang
harus
digaji dan di biayai. Dan siapa yang akan mengira dan
menduga,
oleh karena sesuatu sebab penjaga empang itu jatuh sakit
atau
tertidur, atau sedang ngelamun memikirkan kehidupan yang semakin
sulit, maka tabrakkanpun tak dapat di hindari.
Agaknya sikap dan tatacara sopir
yang membawa bus di New
Zealand itu patut kita tiru, hanya dengan berhenti beberapa
saat
di pelintasan jalan kereta api, yang setiap akan memasuki linta
san itu ada rambu-rambu yang terpasang.
Sebetulnya ini adalah latihan
kesabaran, yang berguna sekali
untuk perkembangan rohani kita. Dan menjalankan
mobil terus-
terusan dengan kecepatan tinggi dengan konsentrasi dan perhatian
penuh, semua itu mudah sekali melelahkan dan jiwa dalam keadaan
stress yang terus menerus. Dengan mengurangi kecepatan mobil dan
berhenti sejenak sewaktu akan melintasi rel kereta api,
adalah
satu kebutuhan tubuh agar anggota bisa bekerja lebih efisien dan
alat-alat tubuh bisa lebih tahan untuk di pakai lama.
Latihan
kesabaran dan pengendalian diri sangat dibutuhkan oleh
seorang
sopir, karena di tangannya tergemgam banyak nyawa. Kesabaran itu
sendiri adalah obat yang paling mujarab untuk seorang sopir kalau
dia ingin sehat dan menikmati hidupnya kelak di hari tua. Kesaba
ran itu sendiri akan menambah panjang umur dan usianya. Dan satu
yang perlu kita ingat adalah bahwa Allah bersama orang-orang yang
sabar. Didalam sebuah mobil, sopir adalah langsung menjadi pemim
pin bagi semua orang yang ada di dalam mobil itu,
dan setiap
pemimpin akan di mintakan pertanggung jawabnya terhadap apa-apa
yang di pimpinnya. Maka setiap kali akan membawa sebuah
mobil
dianjurkan kepada sopir untuk berdo'a dan berserah diri kepada-
Nya, karena tangung jawabnya sangat besar. Dengan
sabar dan
waspada demikian insya Allah, kecelakaan di jalan raya akan bisa
dikurangi. Dan keselamatan diri, keluarga dan penompang
lebih
terjamin. Untuk semua itu saya teringat akan sebuah Firman suci-
Nya dalam surat Al Bagarah ayat 177:" Orang-orang
yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang
yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang-orang yang
bertakwa".
P a d a n g 26 Juni 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar