Oleh :Dr.H.K.Suheimi
Senin 3 Oktober 1994, Kami singah di Pelabuhan udara
Changi
di
Singapura setelah kembali dari perjalana Jauh dari San Fran
sisco di
Amerika Serikat terus ke Taipei di Taiwan dan singah
sebentar
di Singapura untuk Transit pindah ke Pesawat
Garuda
menuju Jakarta. Disini, sewaktu menunggu di ruang
tunggu, kami
pergi melihat toko-toko yang baru buka. Toko disini bukanya
sangat pagi, Jam baru menunjukkan pukul 5 waktu setempat,
berarti
pukul 4 pagi di Indonesia. Tidak salah lagi mereka
sangat rajin
berusaha, sebelum fajar menyingsing, masih gelap
gulita mereka
telah bangun telah segar dan bugar, mereka telah
Fantasyiru fil
Ardh, bertebaran di muka bumi mencari rezki, sehingga
rezki yang
di perolehnya menjadi banyak dan melimpah
ruah. Di salah satu
toko saya mendapatkan dan menemukan pesananan anak saya
yaitu Jam
tangan tag Heuer, setelah jam tangan itu saya beli,
lalu sambil
membayar harganya, tampak lagi jam tangan yang lain yang
istimewa
karena pada Jam tangan ini ada kompasnya, berwarna
hitam kelam
dan penunjuk kompas arah utara berwarna merah terang,
kontras se
kali sehingga dengan cepat kita dapat menentukan
posisi dimana
kita berada. Lalu saya teringat akan anak-anak
saya, mereka
ð73 Šempat orang laki-laki semua, dan semuanya senang berolah raga dan
suka mendaki gunung. semuanya mereka masuk kelompok
pecinta alam,
suka menjelajah dan masuk kelompok Rescue
atau tim SAR, tentu
mereka memerlukan sebuah kompas untuk mengetahui
kalau di dalam
rimba dimana posisi dan kearah mana sedang
berjalan. Terbayang
oleh saya betapa gembiranya mereka nanti menerima
oleh-oleh yang
saya bawa. Maka saya beli arloji yang ada kompasnya
itu sebagai
oleh-oleh . Entah kenapa dimanapun saya berada
selalu memikrkan
kira-kira apa yang di perlukan dan yang dapat membantu
kelancaran
anak-anak dalam mencapai cita-citanya. Kompas sangat di
perlukan
bagi seorang baik di tengah hutan maupun di tengah
kota besar,
atau di daerah kutub atau di belahan bumi lain.
„
„
Seperti yang baru saja saya alami. Di
Kota Vancouver di
Canada, seharian kami di beri kebebasan
untuk menjelajah dan
keliling kota, maka untuk mengenal kota yang baru
kami di beri
map atau peta dan jalan-jalan di kota
vancouver, maka dengan
petunjuk dari peta dan adanya kompas di tangan
memudahkan kita
mengenal tempat dimana berdiri dan kemana harus
melangkah. Begi
tupun waktu kami sampai di kam loop di bagian utara
Canada atau
pun ketempat yang lebih utara lagi Kota Yasper yang
sangat dingin
ataupun di kota Bannf, walaupun di kota -kota ini kami
selalu di
bimbing, tapi untuk Shalat kami kehilangan pedoman
kemana harus
menghadap. Untunglah saya kemana pergi selalu
membawa sajadah
yang mempunyai kompas, yang saya beli waktu
menunaikan ibadah
haji 6 tahun yang lampau. Dengan kompas
yang ada di sajadah
itulah saya dapat dengan persis menentukan kemana arah kiblat.
Didalam hotel-hotel besar yang didalam kamarnya
hanya ada kitab
suci Injil, susah kita menentukan kemana arah
kiblat, mau tanya
ð73[1]
ð73[1]
ð73[1] Špelayan mereka semua menggeleng karena tak tahu, maka disini
sangat terasa betapa pentingnya kompas.
„
„
Banyak keanehan yang saya alamai selama di Canada.
seperti
saya tak pernah bayangkan sewaktu akan shalat bahwa
kiblat itu
kita harus menghadap ke timur, karena biasanya saya kalau
shalat
di Indonesia selalu menghadap ke Barat,
maka di Canada saya
menghadap shalat ke Timur.
„
„
Satu hari Kami sampai di Toronto jam 14.00 waktu
setempat,
kemudian pergi makan siang, sewaktu mau shalat di dalam
restoran
cina, teman-teman mengajak saya untuk Shalat berjemaah.
Dan saat
ini kamipun bertengkar untuk menentukan kemana arah
kiblat. Lalu
saya ambil sajadah yang kebetulan ada alat kompas melekat
disitu,
dengan mengarahkan dan berpedoman pada kompas dapatlah di
tentu
kan arah kiblat. Tapi sebagian teman-teman
ada yang membantah
kenapa kita kiblatnya menghadap ke arah Timur? dan
agak kesela
tan?. Padahal selama ini Kiblat menghadap Barat. Setelah
di
terangkan barulah semua mengangguk bahwa kita sekarang
berada di
belahan Bumi yang
lain maka menghadap kiblatnyapun jauh berbeda.
Kalau di Indonesia kita menghadap ke BArat, maka di
Canada ini
kita menghadap ke timur arah selatan.
Khusuk sekali rasanya
shalat di siang itu berjemaah di Restoran cina
dengan menggeser
kursi dan meja yang ada dalam restoran tersebut.
Betapa tak kan
kHusuk, sejauh ini perjalanan, entah dimana dan entah
akan bagai
mana, maka rasa ingin mendekatkan diri pada
Allah itu semakin
kuat, karena dalam setiap detik perjalanan
yang kami tempuh,
melihat alam dan dunia yang lain
aneh,mengagumkan dan tampak
kebesaran Tuhan. Allahu akbar, kata
saya sambil mengucapkan
Takbiratul Ihram yang diikuti oleh teman-teman lain.
ð73 Š
ð73 Š
„
„
Di kali yang lain si kota Montreal
pernah seorang teman
tersesat, hampir mendekat ke hotel, seharusnya dia
belok kiri,
tapi dia belok kanan, sehingga salah arah,
sehingga terlempar
jauh sehingga berjam-jam kemudian dia baru
memperoleh arah yang
benar setelah bertanya kesana dan kemari, tapi
badan lah letih,
kaki lah penat danwaktu dah habis, kaloripun terkuras.
„
„
Lalu saya merenung, bukankah hidup didunia ini kita
sedang
merantau, perlu petunjuk perlu tuntunan dan perlu kompas.
Apalagi
kalau sedang menempuh perjalanan jauh.
„
„
Saya tidak habis fikir, bagaimana kalau
seandainya dalam
perjalanan yang sangat jauh menuju akhirat,
kepada siapa mau
bertanya, dan kalau telah tersesat atau salah jalan kepada
siapa
kah hendak mengadu dan dan siapakah yang akan memberi
tahu. Jalan
ke akhirat adalah satu jalan yang pasti akan
kita tempuh, mau
tidak mau, suka tidak suka, siapapun kita harus menempuh
jalan ke
akhirat. Pada hal jalan ke akhirat, belum seorangpun yang
pernah
menempuhnya, betapa jauh dan mungkin betapa sulit, sedang
perbe
kalan belum cukup. Agaknya untuk keakhiratpun
kita perlu dan
butuh kompas penunjuk jalan. Nah kompas penunjuk jalan ke
akhirat
di setiap persimpangan itu adalah para Rasul yang
menunjuk dan
mengarahkan, kalau ingin selamat sampai di tujuan
akhirat, tem
puhlah jalan yang ini. Dan mematuhi petunjuka
Al-Qur'an, karena
dari membaca Al-Qur'an kita bisa mengerti
dan tahu bagaimana
jalan dan kehidupan akhirat. Kitab suci dan Rasul adalah
bagaikan
kompas yang akan membimbing dan jadi penunjuk arah di
persimpan
gan jalan. Tanpa itu kita tergelincir, sedikit saja
kita salah
memilih dan sedikit saja kita menyimpang, kita akan
tersesat dan
ð73 Šakan sampai ke kampung lain. akan sampai ke Neraka tempat yang
sangat kita takuti. Agaknya inilah yang selalu di
ingatkan oleh
Rasul kepada kita semua. Dan tentu kita
semua teringat pesan
penting dan pesan terakhir dari Nabi Muhammad s.a.w
sewaktu akan
menghembuskan nafasnya yang terakhir :' Ummati... ummati,
akan di
jamin keselamatannya dunia dan akhirat,
mereka yang berpegang
teguh pada Al-Qur'an dan sunnah Rasul. Para pembaca yang
budiman,
mungkin jalan yang sedang kita lalui dan kita tempuh
adalah jalan
dosa, jalan yang sedang menggiring kita ke
neraka. Untuk itu
setiap berjalan kita harus sering bertanya dan di setiap
persim
pangan kita disuruh melihat kompas apakah posisi kita
sudah benar
untuk akhirnya berdo'a. "Ya Allah tunjukkilah kami
jalan Mu yang
lurus dan benar. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat,
bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan
bukan pula jalan
orang-orang yang sesat". Yang sering terlihat
adalah orang yang
mengabaikan kompas penunjuk arah dan melupakan serta
meninggalkan
petunjuk dan bimbingan hidup, serta meninggalkan
pelajaran-pela
jaran. Padahal kalau manusia mengerti sesungguhnya
Al'Qur'an itu
adalah pelajaran yang datang langsung dari Allah, menjadi
petun
juk dan obat bagi
hati yang sakit, jadi petunjuk dan jadi Rahmat
bagi orang mukmin. Untuk itu saya teringat akan sebuah
ayat dalam
Surat Yunius Ayat 57 :" Sesungguhnya telah datang
pelajaran dari
TuhanMu, sebagai obat dan penawar sakit dari
sudit-sudut hati,
dan jadi petunjuk serta rahmat bagi orang ber
iman".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar