Jumat, 11 Oktober 2013

C I N T A



Oleh : Dr.H.K.Suheimi

      Banyak orang di mabuk cinta. Hidup tak berarti tanpa cinta. Cinta adalah  segala-galanya.  Betapa sunyi dan sepinya  kalau  tak  di sentuh  cinta. Dengan cinta segalanya bisa di capai.   Namun  ada cinta  buta, ada cinta harta, ada cinta tetangga. cinta tak  mengenal  miskin dan papa... Cinta.. cinta dan  cinta...lagi.  Lagu-lagu baru asyik di dengar kalau ada senandung cinta. Cintamu  dan cintaku. Dimana-mana ada cinta. Dimana-mana terserak cinta.  Jika berbicara  tentang cinta kita akan terpesona  tak  habis-habisnya dan semakin cinta semakin asyik.
      Namun bagaimana pula cinta dalam Islam. Untuk itulah saya lama di depan komputer sambil mencari-cari dalam ISNET atau Islam  Internet. Sambil ber isnet ria, disana saya dapatkan cinta yang  ditulis,  dan tulisan itu saya kutib dan saya selang  selingi  dengan apa yang ada dalam ingatan saya. Maka jadilah tulisan ringan yang mudah-mudahan menambah wawasan.
Sabda Rasul :
"  Hendaklah kalian mencintai Allah karena Dia memelihara  kalian dengan ni'mat-ni'mat_Nya.  Dan cintailah aku demi cintamu  kepada Allah.   Dan  cintailah  akhli  rumahku  demi  cintamu  kepadaku.  
(H.R. At Tirmidzi, Al Hakim dari ibnu Abbas).
      Dia adalah cinta atas sebuah konsekuensi, cinta yang muncul sebagai  akibat  syari'.  Cinta yang berakar pada  syahadah,  menguat pada tha'at, dan bermuara pada amal.  Cinta yang realistis, cinta yang  sarat pembelaan, cinta yang muncul sebagai  refleksi  cinta kepada Allah dan RasulNya.
      Maka  cinta kepada ahlul bait adalah cinta yang selaras dan  berharmoni  dengan  endapan rasa cinta mereka  kepada  Allah.  Cinta kepada  ahlul  bait  adalah salah satu dari  sekian  bukti  cinta kepada Rasulullah, dan seorang Muslim yang telah berikrar untuk beruswah kepada Rasulullah mestilah mengadakan pembuktian  cinta. Bila  tidak  maka kata cintanya hanyalah  kehampaan,  absurd  dan tanpa makna.
      Dalam garis ini maka setiap bukti cinta tak pernah akan memunculkan kontradiksi.  Karena cinta adalah harmoni, tak ada cinta yang berlebih  dan mubadzir.  Bahkan bagi seorang Muslim urutan  cinta
adalah  suatu  kejelasan; Allah, RasulNya, dan  orang-orang  yang beriman. Ahlul bait adalah orang-orang yang beriman, yang merupakan kerabat Rasulullah SAW.  Cinta dalam aqidah dien ini tak akan pernah bertentangan, karena garis syari' hanya satu, cinta kepada Allah.  Dan semuanya diturunkan dari rasa cinta ini.
      Maka mestinya rasa cinta kepada ahlul bait tak akan pernah  melebihi  rasa  cinta kepada Rasulullah SAW, dan  rasa  cinta  kepada Muhammad bin abdullah tak akan pernah melebihi rasa cinta kepada Allah  SWT,  Rabb,  Khalik dan Malik manusia.   Juga  rasa  cinta kepada  ahlul  bait itu tidak akan pernah  berkontradiksi  dengan rasa  cinta  kepada kaum beriman. Karena  wala  (loyalitas)  kaum beriman hanyalah kepada Allah, RasulNya dan orang-orang  beriman. 
      Dan  juga karena hakekat cinta itu sendiri yang berpilar  tauhid. Inilah cinta umat Muhammad SAW, cinta kepada ahlul bait Rasulnya, karena  rasa cinta kepadanya.  Dan mereka cinta  kepada  Muhammad SAW,  karena  cinta mereka sangat dan sangat  bersangatan  kepada Tuhan-nya.   Inilah diinul Islam.  Dia tegak di atas  sendi-sendi aturan "langit", di atas nilai-nilai luhur, dan berkembang  dalam basis  fitri  kemanusiaan.  Apalah artinya  hijrah  kalau  amanah dilanggar; apalah artinya persiapan teliti untuk suatu perjuangan islam  kalau  amanah diabaikan ?  Sesungguhnya  Islam  tegak  dan ditegakkan  untuk dan melalui nilai-nilai luhur yang datang  dari Allah,  bukan  menegakkan kekuasaan untuk kekuasaan.   Dan  bukan pula meraih kekuasaan dahulu baru menegakkan nilai-nilai  samawi. Sejak  panji  risalah ini dikibarkan, maka  nilai-nilai  "langit"
ditegakkan  di  bumi dengan kekuasaan ataupun  tidak.   Karenanya dalam titik ini, menegakkan amanah, menegakkan satu nilai  islami dalam  diri  seorang Muslim berarti menegakkan Islam  dan  memancarkan keharumannya. Inilah agama yang lurus.
      Islam adalah agama yang mulia.  Hanya dengan kemuliaan dia  ditegakkan  dan  untuk kemuliaan dia tegak.  Hanya  orang-orang  yang berhati  mulia ikut dalam barisannya dan tidak untuk mereka  yang munafiq.  Maka dalam pemahaman aqidah ini kekuasaan hanyalah alat bukan tujuan, perangkat kekuasaan dan politik adalah sarana bukan ghoyyah.
      Qiadah  (kepemimpinan)  muncul dari tegaknya  nilai-nilai  islami dalam dada setiap Muslim, dan nilai-nilai itu yang ingin ditegakkan  dengan ataupun tanpa kekuasaan dan perangkatnya.   Sesungguh nya  qiadah itu akan muncul dengan sendirinya,  manakala  kondisi Islami  telah tercipta.  Ibarat buah, manakala tepung sari  sudah menempel pada putik, secara alamiah sunatullah, buah akan  muncul perlahan  tapi  pasti.  Inilah diinul islam dengan  misi  tunggal rahmattan lil alamiin.

      Amanah yang di berikan Tuhan pada manusia adalah karena  cintanya Allah  pada manusia itu sendiri. Dalam cinta yang saling  berkait ini,  maka  segala amanah yang diamanahkan; Istri,  anak,  rumah, harta,  ilmu,  waktu  dan semuanya,,,semuanya  ...amanah  itu  di kerjakan dengan rasa penuh cinta pada Tuhan.
      Untuk itu ingin saya petikkan sebuah Firman suci_Nya :
"Sesungguhnya  Allah telah menawarkan amanah itu  kepada  langit, bumi  dan bebukitan, namun semuanya menolak  untuk  menanggungnya karena  khawatir mengkhianatinya, lalu dipikulah amanah itu  oleh manusia.  Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh"    ( al-Ahzab: 72)


P a d a n g  19 Juli 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar