Oleh :
Dr.H.K.Suheimi
Banyak orang di mabuk cinta. Hidup tak berarti tanpa cinta. Cinta
adalah segala-galanya. Betapa sunyi dan sepinya kalau
tak di sentuh cinta. Dengan cinta segalanya bisa di capai.
Namun ada cinta buta, ada cinta harta, ada cinta
tetangga. cinta tak mengenal miskin dan papa... Cinta.. cinta dan
cinta...lagi. Lagu-lagu baru asyik di dengar kalau ada senandung
cinta. Cintamu dan cintaku. Dimana-mana ada cinta. Dimana-mana terserak
cinta. Jika berbicara tentang cinta kita akan terpesona tak
habis-habisnya dan semakin cinta semakin asyik.
Namun bagaimana pula cinta dalam Islam. Untuk itulah saya lama di depan komputer
sambil mencari-cari dalam ISNET atau Islam Internet. Sambil ber isnet
ria, disana saya dapatkan cinta yang ditulis, dan tulisan itu saya
kutib dan saya selang selingi dengan apa yang ada dalam ingatan
saya. Maka jadilah tulisan ringan yang mudah-mudahan menambah wawasan.
Sabda Rasul :
"
Hendaklah kalian mencintai Allah karena Dia memelihara kalian
dengan ni'mat-ni'mat_Nya. Dan cintailah
aku demi cintamu kepada Allah.
Dan cintailah akhli rumahku demi
cintamu kepadaku.
(H.R. At
Tirmidzi, Al Hakim dari ibnu Abbas).
Dia adalah cinta atas sebuah konsekuensi,
cinta yang muncul sebagai akibat syari'. Cinta yang berakar pada syahadah, menguat pada tha'at, dan
bermuara pada amal. Cinta yang
realistis, cinta yang sarat pembelaan, cinta yang muncul sebagai
refleksi cinta kepada Allah dan RasulNya.
Maka cinta kepada ahlul bait adalah
cinta yang selaras dan berharmoni dengan endapan rasa cinta
mereka kepada Allah. Cinta kepada ahlul bait
adalah salah satu dari sekian bukti cinta kepada
Rasulullah, dan seorang Muslim yang telah berikrar untuk beruswah kepada
Rasulullah mestilah mengadakan pembuktian cinta. Bila tidak
maka kata cintanya hanyalah kehampaan, absurd dan tanpa
makna.
Dalam garis ini maka setiap bukti cinta
tak pernah akan memunculkan kontradiksi.
Karena cinta adalah harmoni, tak ada cinta yang berlebih dan
mubadzir. Bahkan bagi seorang Muslim
urutan cinta
adalah
suatu kejelasan; Allah, RasulNya, dan orang-orang yang
beriman. Ahlul bait adalah orang-orang yang beriman, yang merupakan kerabat
Rasulullah SAW. Cinta dalam aqidah dien
ini tak akan pernah bertentangan, karena garis syari' hanya satu, cinta kepada
Allah. Dan semuanya diturunkan dari rasa
cinta ini.
Maka mestinya rasa cinta kepada ahlul bait
tak akan pernah melebihi rasa cinta kepada Rasulullah SAW,
dan rasa cinta kepada Muhammad bin abdullah tak akan pernah
melebihi rasa cinta kepada Allah SWT, Rabb, Khalik dan Malik
manusia. Juga rasa
cinta kepada ahlul bait itu tidak akan pernah berkontradiksi
dengan rasa cinta kepada kaum beriman. Karena wala
(loyalitas) kaum beriman hanyalah kepada Allah, RasulNya dan
orang-orang beriman.
Dan juga karena hakekat cinta itu
sendiri yang berpilar tauhid. Inilah cinta umat Muhammad SAW, cinta
kepada ahlul bait Rasulnya, karena rasa cinta kepadanya. Dan mereka cinta kepada Muhammad
SAW, karena cinta mereka sangat dan sangat bersangatan
kepada Tuhan-nya. Inilah diinul
Islam. Dia tegak di atas
sendi-sendi aturan "langit", di atas nilai-nilai luhur, dan
berkembang dalam basis fitri kemanusiaan. Apalah artinya hijrah kalau
amanah dilanggar; apalah artinya persiapan teliti untuk suatu perjuangan
islam kalau amanah diabaikan ?
Sesungguhnya Islam tegak dan ditegakkan untuk
dan melalui nilai-nilai luhur yang datang dari Allah, bukan
menegakkan kekuasaan untuk kekuasaan.
Dan bukan pula meraih kekuasaan dahulu baru menegakkan
nilai-nilai samawi. Sejak panji risalah ini dikibarkan, maka
nilai-nilai "langit"
ditegakkan
di bumi dengan kekuasaan ataupun tidak. Karenanya dalam titik ini, menegakkan
amanah, menegakkan satu nilai islami dalam diri seorang
Muslim berarti menegakkan Islam dan memancarkan keharumannya.
Inilah agama yang lurus.
Islam adalah agama yang mulia. Hanya dengan kemuliaan dia ditegakkan
dan untuk kemuliaan dia tegak.
Hanya orang-orang yang berhati mulia ikut dalam
barisannya dan tidak untuk mereka yang munafiq. Maka dalam pemahaman aqidah ini kekuasaan
hanyalah alat bukan tujuan, perangkat kekuasaan dan politik adalah sarana bukan
ghoyyah.
Qiadah (kepemimpinan) muncul
dari tegaknya nilai-nilai islami dalam dada setiap Muslim, dan
nilai-nilai itu yang ingin ditegakkan dengan ataupun tanpa kekuasaan dan
perangkatnya. Sesungguh nya
qiadah itu akan muncul dengan sendirinya, manakala kondisi
Islami telah tercipta. Ibarat
buah, manakala tepung sari sudah menempel pada putik, secara alamiah
sunatullah, buah akan muncul perlahan tapi pasti. Inilah diinul islam dengan misi
tunggal rahmattan lil alamiin.
Amanah yang di berikan Tuhan pada manusia
adalah karena cintanya Allah pada manusia itu sendiri. Dalam cinta
yang saling berkait ini, maka segala amanah yang diamanahkan;
Istri, anak, rumah, harta, ilmu, waktu dan
semuanya,,,semuanya ...amanah itu di kerjakan dengan rasa
penuh cinta pada Tuhan.
Untuk itu ingin saya petikkan sebuah
Firman suci_Nya :
"Sesungguhnya
Allah telah menawarkan amanah itu kepada langit, bumi
dan bebukitan, namun semuanya menolak untuk menanggungnya
karena khawatir mengkhianatinya, lalu dipikulah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
bodoh" ( al-Ahzab: 72)
P a d a n
g 19 Juli 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar