Selasa, 08 Oktober 2013

AWAN HITAM


Oleh : dr.H.K. Suheimi

SEWAKTU  akan  mendarat di  Singapura  dengan  penerbangan Qantas dari Sydney, pesawat terpaksa memasuki awan hitam. Di dalam awan hitam pesawat yang besar itu tergoncang, kami terkejut. Dari jendela  yang  tampak hanya awan hitam.  Biasanya  sayap  pesawat tampak dengan jelas, sekarang tidak kelihatan sama sekali.  Hanya dari  ujung sayap pesawat sebentar-sebentar tampak  kilatan  api, sebagai  akibat benturan sayap dengan awan hitam.  Dalam  suasana pesawat tergoncang itu, sementara  di luar tidak satu pun yang tampak, kami menjadi  kecut. Sebagian kelihatan cemas. Saya raba tangan isteri  yang duduk  di samping, terasa dingin dan berkeringat, di wajahnya  terpancar ketakutan, dan bibirnya komat kamit memanjatkan doa.
Cukup lama pesawat berputar-putar menembus awan hitam, lebih kurang 20 menit. Selama itu pula di dalam pesawat yang  jumlah penumpangnya  kira-kira  300 orang itu, tidak terdengar  yang berbicara,  semua  diam, semua bisu, setiap wajah  tampak  tegang. Pada saat seperti itu, terdengar anak kecil yang  berciloteh dan kemudian dia bernyanyi. Dia berciloteh dan dia  bernyanyi karena dia tidak menyadari dan tidak tahu apa yang sedang  terjadi.  Mungkin goncangan pada pesawat dianggapnya suatu  kesenangan tersendiri,  seperti dalam buaian. Maka anak  itu  senang, lalu dia pun bernyanyi.
Kemudian saya perhatikan pula awak pesawat dan pramugarinya. Mereka  kelihatan tenang-tenang saja. Mereka bisa  tenang  karena mereka  telah terlalu sering mengalami peristiwa seperti itu,  dan mereka  yakin bahwa sang pilot akan berhasil mendaratkan  pesawat dengan baik. Seperti waktu itu, setelah berputar-putar selama  20 menit,  akhirnya  pesawat mendarat dengan  mulus.  Dengan memakai peralatan komputer yang canggih, pesawat dengan mudah  mendarat.  Dan semua penumpang memancarkan  rasa  syukur. Dari samping saya terdengar ucapan Alhamdulillah dari mulut isteri saya.  Saya pegang tangannya, masih saja dingin dan  berkeringat. Memang dia berkeringat dingin karena kecemasan.
Peristiwa  itu menimbulkan kesan tersendiri bagi saya.  Lalu 'iktibar apa yang dapat dipetik dari peristiwa ini? Anak  kecil yang tidak mengerti dan tidak  tahu  apa-apa  dan tidak  memikirkan yang bukan-bukan, hatinya tetap aman  dan  tenteram,  goncangan pada pesawat dianggapnya sebagai mainan,  dianggapnya seperti berada di atas buaian, dia tidak tahu apa itu  awan hitam  dan  dia  juga tidak mengerti bahaya  yang  dapat  terjadi akibat awan hitam. Awak pesawat, pramugari serta pilot,  kelihatan  tenang-tenang saja.  Karena  pengalaman mengajarkan kepadanya,  bahwa  hal  itu dapat  diselesaikan, dan pendaratan dapat dilakukan. Pilot  punya kepercayaan diri yang kuat, dia yakin dia bisa mengatasi  kesulitan itu, dan memang dia berhasil.
Yang  cemas hanya penumpang, cemas dan takut  karena  mereka membayangkan  kemungkinan-kemungkinan  jelek  yang  akan  terjadi. Padahal  dalam  hidup  ini sering kita menemukan  apa  yang  kita takutkan  itu, namun kenyataannya, apa yang terjadi tidak seperti yang kita bayangkan semula.  Bayangan terhadap ketakutan itulah yang menghantui serta menimbulkan cemas dan khawatir.
Dalam  suasana seperti itu, sebetulnya untuk  apa  khawatir, untuk  apa cemas? Apa gunanya cemas, serta perlukah  cemas  itu? Dapatkah kecemasan dan kekhawatiran itu menolong kita?  Bukankah kita  dalam pesawat itu telah mempercayakan diri  kepada  pilot? Pilot  dengan  segala pengalaman dan  kemampuannya tentu akan berhasil mengatasi masalah yang dihadapinya.  Orang  yang sedang  dalam  ketakutan dan kecemasan sering menjadi  panik  dan melakukan gerakan dan tindakan yang tidak perlu.  Gerakan dan tindakan atau perbuatan yang tidak perlu ini sering memperburuk keadaan dan menyusahkan  pilot yang sedang berjuang dalam mengambil  keputusan. Di dalam pesawat, yang jadi pemimpin dan memutuskan sesuatu terletak di tangan  pilot.  Berdasarkan  pengalaman  dan  kepercayaan  yang diberikan  kepadanya,  maka keselamatan penumpang  terletak  pada keputusan yang diambil sang pilot.
Di saat  pesawat memasuki awan hitam, kita sebagai  penumpang memang  tidak  dapat berbuat apa-apa dan  tidak  boleh  melakukan tindakan  dan gerakan apa-apa. Semua harus duduk di tempat  dengan tenang,  jangan  membikin  keributan.  Tegakkan  sandaran  kursi, pasang  ikat  pinggang,  perhatikan  instruksi-instruksi   yang diberikan  pilot.   Tidak perlu melakukan  tindakan  dan perbuatan yang mungkin akan merugikan orang lain atau diri sendiri.  Agaknya juga tidak perlu cemas dan  khawatir,  karena kecemasan dan kekhawatiran itu tidak menolong sama sekali, apalagi kecemasan yang berlebihan, karena kita tidak tahu dan tidak mengerti. Agaknya perlu dicontoh sikap anak kecil yang masih bisa tenang  dan  bernyanyi, atau ditiru sikap pramugari  yang  masih tersenyum dalam suasana demikian.
Menghadapi  peristiwa itu, saya hanya bermohon  dan  berdoa, seperti  yang  diajarkan  Rasulullah:  “Ya  Allah,  beri  kami kekuatan  untuk dapat mengubah apa yang bisa kami ubah  dan  beri kami  ketabahan  untuk dapat menerima apa yang  tidak  bisa  kami ubah.”

“Dalam hubungan anatomi antara otak dan tubuh yang baru ditemukan, yang menghubungkan keadaan mental kita dengan kesehtan fisik, pusat-pusat emosi memainkan peran yang penting, terutama melalui jaringan penghubung yang sangat kompleks baik ke sistem kekebalan tubuh maupun sistem kardiovaskuler. Hubungan biologis ini menjelaskan mengapa perasaan-perasaan yang menekan – sedih, frustasi, marah, tegang, cemas berlebihan – melipat gandakan resiko penyakit jantung untuk mengalami berkurangnya aliran darah ke jantung sampai ke tingkat yang membahayakan selama ia mengidap perasaan-perasaan tersebut. Berkurangnya aliran darah ini kadang-kadang dapat memicu serangan jantung.
Saat kelelahan dan ketegangan otot meningkat, misalnya, banyak diantara kita yang akan terjebak dalam suasana hati yang tidak menyenangkn, sehingga kita kehilangan semangat dan keuletan. Anda tentu pernah merasakan yang berikut ini : Masalah kecil terasa sebagai hambatan besar ; penundaan semenit tersa seperti satu jam; komentar main-main terasa bagai celaan yang menyakitkan hati.

Entah disadari atau tidak, perubahan suasana hati dapat mendorong kita mengambil tindakan untuk mengatur atau mengubahnya. Dengan suasana hati yang memburuk, kita mungkin terasa terdorong untuk mencari seorang teman, mencari sesuatu untuk dimakan, menyesap soda atau secangkir kopi, atau pergi berjalan-jalan. Ketika anda merasa lelah atau merasa tertekan, misalnya, anda meraa sulit membedakan apa yang dirasakan oleh tubuh anda (lesu, lapar, letih, ingin istirahat) dengan apa yang dirasakan oleh pikiran (gelisah, bingung) dan emosi anda (frustasi, tidak sabar, cemas, enggan).

Kecemasan yang biasa dihadapi setiap kali menghadapi tugas yang menantang dipandang sebagai penegasan atas ketidakmampuan mereka, dan ini pada gilirannya. Menurut Steel, walaupun mereka mempunyai potensi untuk berprestasi dengan baik, kecemasan yang dipicu oleh informasi stereotip yang negaif terbukti merusak kinerja mereka.

Lalu saya teringat buku esq karangan pak ary gibajar tentang kepasrahan
Ibadah qurban melambangkan tingkat kepasrahan/berserah diri tertinggi hanya kepada Allah dengan segala keikhlasan jiwa dan raga, sekaligus melatih melepaskan berhala-berhala yang mungkin telah kita sembah selain Allah Yang Maha Esa, disadari atau tanpa disadari. Kita tidak mempersembahkan hewan qurban kepada Allah Yang maha Kaya itu, tetapi justru untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu yang telah membuat kita lupa dengan prinsip tunggal kita yaitu Allah Yang maha Esa. Menyembah sesuatu yang sangat kita cintai, seperti kedudukan, uang, harta, nama, keluarga, atau anak, membuat iman kita goyah.
Qurban, bukan berarti Allah melarang kita mencintai anak-anak atau harta kita. Bukankah semua itu fana dan akan hilang? Marilah kita berpikir sejenak. Apabila terlalu mencintai hal itu secara berlebihan, bahkan melebihi cinta kepada Allah Yang Maha Esa, maka ketika semua itu hilang, anda akan kehilangan pegangan. Allah Maha Tahu. ‘Idul Qurban justru merupakan perwujudan sifat Allah Yang Maha Melindungi Batin.

Ketahuilah bahw akekayaanmu dan anak-anakmu hanyalah ujian (bagimu) Dan bahwa Allah, pada-Nyalah pahala yang besar


Qurban adalah suatu pelatihan untuk mengembalikan diri kita kepada fitrah diri, yaitu Star Principle. Monotheisme, hanya menyembah dan berprinsip kepada Allah Yang Maha Tunggal, tidak ada yang lain. Laa Ilaaha Illallah.
… “Sungguh, kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali”
.

IV.2.h. Ka’bah Sebagai Pusat Jiwa


Akhirnya sampailah kita pada akhir sebuah perjalanan, untuk datang melihat dan membuktikan bahwa akhir dari semua ini adalah untuk tiba di suatu tempat untuk pertama kalinya. Di pusat dari seluruh jiwa manuisa. Pusat yang menarik seluruh jiwa, sebuah energi dahsyat tak terperi, cahaya diatas cahaya. Kita bukanlah diri kita. Kita bukanlah manusia. Kita adalah makhluk spiritual yang menjelma menjadi manusia, yang pada akhirnya kita akan kembali menuju dimensi suci, mistis, penuh kedamaian.
Wahai jiwa yang tenang …. Wahai belahan jiwa. Kembalilah engkau kepada-Nya dengan jiwa yang penuh kedamaian. Ia sangat mencintaimu. Ia sangat merindukanmu bagai buluh perindu …
Laa mahbuba ila huwa Allah …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar