Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Perbedaan
lelaki dan perempuan yang menonjol adalah pada
kemampuan perempuan mengandung melahirkan dan menyusukan
juga pada perasaan yang lebih halus dan yang kesemuanya membawa mereka
mampu menghadapi anak dan mendidiknya,akan sangat tercermin pada kemampuannya
mempersiapkan generasi yang akan datang. Syorga dibawah
telapak kaki ibu, sabda Sang Rasul, berarti Ibu memegang peranan penting
dalam mendidik dan memprogram agar anak-anak yang di lahirkan dari rahimnya agar
bisa masuk ke dalam syorga.
Islam
bahkan memandang fungsi keibuan seorang perempuan
sebagai sesuatu yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Peranan seorang
ibu sangat menentukan dan memberikan pengaruh pada
saat-saat paling kritis dalam kehidupan manusia.
Peranan laki-laki dalam proses reproduksi berlangsung singkat,
sementara peranan perempuan berlanjut sampai 280 hari attau 9 bulan --
masa kehamilan -- dihitung dari hari permulaan haid yang terakhir.
Kepada rahim kaum perempuan
Allah menitipkan janin yang lembut dan lemah di saat-saat
pengembangannya. Walaupun ayah dan ibunya menyumbangkan bagian yang
sama dalam pembentukan nucleus ovum, namun ibu memberikan semua
protoplasma yang mengelilingi
nukleus.
Pada tahap embrional dari kehamilan, sel
telur yang dibuahi tumbuh menjadi mudigah (embrio), di
situ terjadi pembentukan organ serta trofoblas atau lapisan
embrio paling luar yang kemudian membentuk plasenta (placenta).
Sementara itu rahim menjadi semakin besar karena pertumbuhan
yang pesat oleh hormon esterogen.
Setelah bulan ketiga mudigah mengisi
seluruh rongga rahim dan kemudian kehamilan meningkat ke
tahap yang disebut foetal. Pada tahap ini dalam rahim terdapat
plasenta yang mulai berfungsi : dihubungkan oleh tali pusat dengan janin yang
terbungkus selaput kandungan di mana di dalamnya terdapat air ketuban.
Pada saat itulah janin
dipelihara dengan zat-zat kimiawi yang masuk dari darah ibu
melalui membran plasenta. Demikianlah seluruh keadaan fisiologis dan
psikologi mempengaruhi calon anak manusia. Bukan saja yang dimakan ibu,
tetapi yang dirasakan baik suka maupun duka, akan mempengaruhi bayi
dalam kandungan. Pada saat yang sama, kehadiran si jabang
bayi itu mempengaruhi juga ibunya.
Kelahiran adalah perpindahan dari
satu dunia ke dunia yang lain. Dari dunia yang gelap tapi aman, ketika
bayi berada dalam kandungan ibunya, berpindah ke dunia baru yang
terang benderang namun asing dan keras. Dalam situasi
ketakberdayaan, pengalaman pertama yang mengagetkan itu membuat si bayi
tiba-tiba menangis. Namun tangisan yang memelas itu disambut ketawa
gembira dan rasa syukur dari orang dewasa yang menyaksikan kelahirannya.
Di saat-saat awal kelahiran yang
menegangkan di mana terjadi paradoks kehidupan itulah agama memberi
tuntunan agar diperdengarkan azan ke telinga bayi.
Pengalaman
lain segera menyergap sang bayi. TIba-tiba saja ia merasa haus dan
lapar, suatu keadaan yang tak pernah dialaminya sewaktu dia masih
dalam kandungan ibunya. Setelah itu sang bayi mendapat
pengalaman lain lagi. Rasa dahaga dan lapar itu terpenuhi
ketika ia menyusu pada ibunya. Inilah hubungan sosial pertama
sang bayi. Secara fisik ia merasakan kehadiran ibu dan secara
psikis ia kembali memperoleh rasa aman.
Pengalaman beruntun ini sangat
penting dalam kehidupan si anak selanjutnya. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa terpisahnya ibu dari
anaknya pada tahap perkembangan awal, banyak merusak anak
itu secara intelektual, emosiaonal, sosial bahkan juga fisik.
Penelitian lebih jauh membuktikan bahwa
menyusui bukan hanya untuk kepentingan bayi. Seorang ibu yang enggan menyusui
bayinya dapat merugikan diri sendiri. Menyusui diperlukan
karena dapat mengurangi risiko infeksi pada rahim
yang setelah melahirkan kondisinya lemah.
Seusai persalinan diketahui
bahwa jaringan pada lapisan rahim mudah
terinfeksi. Ini disebabkan luka akibat lepasnya
plasenta yang dalam masa kehamilan melakat pada selaput dinding rahim
(endometrium).
Pada waktu menyusui, terjadilah
kontraksi sehingga aliran darah ke kandungan menjadi
lancar. Proses ini sekaligus juga mengalirkan hormon
proklatin dan oksitosin yang mempercepat
pertumbuhan sel kandungan, sampai penyembuhan luka pada
rahim berlangsung optimal. Dengan kata lain, secara alami serbuan virus
dan bakteri yang menyebabkan terinfeksinya jaringan pada lapisan rahim,
terutama pada masa 6 minggu setelah bersalin, dapat dicegah oleh mekanisme
alamiah yang terjadi ketika menyusui.
Secara biologis perempuan memang
dikaruniai kemampuan menyusui, yang prosentasenya 99 %. Hanya 1 % yang tidak
mampu menyusui karena kerusakan di kelenjar susu. Tapi
itupun separuh masih dapat memberikan ASI setelah kerusakan
pada kelenjar itu diobati.
Dengan demikian proses
menyusui yang alamiah itu lebih banyak memberikan
dampak positifnya. Jadi, mengapa perempuan harus
mengabaikan salah satu fungsi keibuannya, yaitu menyusui
bayinya ? Demi mengejar keelokan tubuh ?
Yang banyak terjadi justru
sebaliknya, dengan alasan sibuk mencari nafkah atau berkarier di luar rumah mereka enggan
menyusui bayinya dan tanpa kekhawatiran lepaskan sepenuhnya
tugas perawatan anak kepada baby sitter atau pembantu
rumah tangga. Walaupun sesungguhnya mereka tahu akan
pentingnya ASI (air susu ibu) dan perawatan intensif bagi si bayi,
khususnya pada 2 tahun pertama usianya.
Sayangnya peranan maha penting ibu kini
sedikit demi sedikit mulai diabaikan oleh para ibu modern. Alasan mereka
untuk tidak menyusui bayinya bukan hanya karena faktor kesibukan karier
atau kerja di luar rumah, tapi juga karena alasan
kecantikan tubuh mereka. Mereka tak ingin tubuhnya menjadi kendor
akibat menyusui bayi. Lebih dari itu katanya, mereka ingin membahagiakan
suami.
Kalau seorang ibu tidak
terpanggil untuk menyusui bayi nya padahal dia mampu,
itu berarti sudah melawan kodrat. Apa pun alasanya. Alasan
demi suami sih boleh saja. Karena itu pun merupakan kewajiban seorang
istri untuk merawat diri demi kebahagian suami dan keluarga. "Tapi
tindakan untuk tidak menyusui bayinya, itu berarti memutuskan
hubungan batin dan kasih sayang serta hubungan sosial yang
seharusnya terjalin dengan anaknya. Itu bisa berakibat jauh bagi perkembangan
hidup si anak kelak.
Asi adalah immunisasi bayi. Tanpa Asi
bayi tanpa kekebalan, bayi tanpa kekebalan sama sekali
"Bayi tanpa Asi berarti bayi yang kurang daya
kekebalannya sehingga sekecil apapun terserang penyakit akibatnya fatal..
Susu formula tidak dapat
memberi kekebalan, sehingga anak yang hanya dapat susu tambahan
akan rentan terhadap penyakit seumur hidupnya dan akan
banyak tergantungakan obat. Tiap sebentar harus di bawa
ke dokter. Dan betapa mahal harga yang
harus di bayar untuk mengesampingkan ASI.
Baby friendly hospital yang juga
di sebut rumah sakit sayang bayi. Rumah sakit yang menempatkan bayi merah di
samping ibunya. Bukan memisahkannya di penjara kaca dengan alasan
yang sekarang di persoalkan banyak pihak agar terbebas dari
kuman penyakit. Kedekatan bayi dengan ibu bukan saja memungkinkan
bayi memperoleh AsI pada kesempatan pertama, tapi juga
mengurangi kemungkinan kematian mendadak dari bayi.
Nursery
place atau tempat perawatan dan penitipan bayi,
semestinya setiap kantor menyediakan sedikit ruangan untuk itu.
Jadi wanita pekerja yang masih menyusui bayinya dapat
bekerja tenang. Bayinyapun mendapat kepastian makanan terbaik "Jatah
cuti kan
3 bulan, sedangkan bayi perlu ASI sekuarangnya enam
bulan tanpa makanan tambahan. Mudah-mudahan sekarang cuti
hamil yang diusulkan jadi 4 bulan memang jadi kenyataan, agar
si ibu dapat lebih lama bersama bayi dan menyusukannya.
Adalah salah menolak menyusui
karena khawatir daya tarik seksualnya berkurang. Kita mengajarkan para ibu cara memeras ASI tanpa
pompa dari hanya menggunakan jari, "Lebih lancar, dan tak
merusak jaringan"
Untuk semua itu saya
teringat akan sebuah Firman SuciNya dalam Al Qur'an
surat Al Baqarah ayat 233 :
”Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak di bebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya".
P a d a n
g 28 April 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar