Selasa, 08 Oktober 2013

ASI


Oleh : Dr.H.K.Suheimi

      Perbedaan  lelaki  dan perempuan yang menonjol  adalah  pada kemampuan  perempuan  mengandung melahirkan dan  menyusukan  juga pada perasaan yang lebih halus dan yang kesemuanya membawa mereka mampu menghadapi anak dan mendidiknya,akan sangat tercermin pada kemampuannya  mempersiapkan generasi yang akan  datang.  Syorga dibawah telapak kaki ibu, sabda Sang Rasul, berarti Ibu  memegang peranan penting dalam mendidik dan memprogram agar anak-anak yang di lahirkan dari rahimnya agar bisa masuk ke dalam syorga.
      Islam  bahkan  memandang fungsi  keibuan  seorang  perempuan sebagai  sesuatu  yang paling penting  dalam  kehidupan  manusia. Peranan  seorang  ibu sangat menentukan dan  memberikan  pengaruh pada  saat-saat  paling kritis dalam kehidupan  manusia.  Peranan laki-laki dalam proses reproduksi berlangsung singkat,  sementara peranan perempuan berlanjut sampai 280 hari attau 9 bulan -- masa kehamilan -- dihitung dari hari permulaan haid yang terakhir.
      Kepada  rahim  kaum perempuan Allah  menitipkan  janin  yang lembut dan lemah di saat-saat pengembangannya. Walaupun ayah  dan ibunya  menyumbangkan bagian yang sama dalam pembentukan  nucleus ovum,  namun ibu memberikan semua protoplasma  yang  mengelilingi
nukleus.
      Pada tahap embrional dari kehamilan, sel telur yang  dibuahi tumbuh  menjadi  mudigah (embrio), di  situ  terjadi  pembentukan organ serta trofoblas atau lapisan embrio paling luar yang  kemudian  membentuk plasenta (placenta). Sementara itu  rahim  menjadi semakin  besar karena pertumbuhan yang pesat oleh hormon  esterogen.
      Setelah bulan ketiga mudigah mengisi seluruh  rongga  rahim dan  kemudian kehamilan meningkat ke tahap yang  disebut  foetal. Pada tahap ini dalam rahim terdapat plasenta yang mulai berfungsi : dihubungkan oleh tali pusat dengan janin yang terbungkus  selaput kandungan di mana di dalamnya terdapat air ketuban.
      Pada  saat  itulah janin dipelihara dengan  zat-zat  kimiawi yang  masuk dari darah ibu melalui membran plasenta.  Demikianlah seluruh keadaan fisiologis dan psikologi mempengaruhi calon  anak manusia. Bukan saja yang dimakan ibu, tetapi yang dirasakan  baik suka  maupun duka, akan mempengaruhi bayi dalam  kandungan.  Pada saat  yang sama, kehadiran si jabang bayi itu  mempengaruhi  juga ibunya.
      Kelahiran  adalah perpindahan dari satu dunia ke dunia  yang lain. Dari dunia yang gelap tapi aman, ketika bayi berada  dalam kandungan  ibunya, berpindah ke dunia baru yang terang  benderang namun  asing dan keras. Dalam situasi ketakberdayaan,  pengalaman pertama yang mengagetkan itu membuat si bayi tiba-tiba  menangis. Namun tangisan yang memelas itu disambut ketawa gembira dan  rasa syukur dari orang dewasa yang menyaksikan kelahirannya.
      Di saat-saat awal kelahiran yang menegangkan di mana terjadi  paradoks kehidupan itulah agama memberi tuntunan agar  diperdengarkan  azan ke telinga bayi.
      Pengalaman  lain segera menyergap sang bayi. TIba-tiba  saja ia merasa haus dan lapar, suatu keadaan yang tak pernah dialaminya  sewaktu  dia masih dalam kandungan ibunya. Setelah  itu  sang bayi  mendapat  pengalaman lain lagi. Rasa dahaga dan  lapar  itu terpenuhi  ketika ia menyusu pada ibunya. Inilah hubungan  sosial pertama  sang bayi. Secara fisik ia merasakan kehadiran  ibu  dan secara psikis ia kembali memperoleh rasa aman.
      Pengalaman  beruntun ini sangat penting dalam  kehidupan  si anak  selanjutnya. Berbagai penelitian membuktikan  bahwa  terpisahnya  ibu  dari anaknya pada tahap  perkembangan  awal,  banyak merusak  anak itu secara intelektual, emosiaonal,  sosial  bahkan juga fisik.
      Penelitian lebih jauh membuktikan bahwa menyusui bukan hanya untuk kepentingan bayi. Seorang ibu yang enggan menyusui  bayinya dapat  merugikan diri sendiri. Menyusui diperlukan  karena  dapat mengurangi  risiko  infeksi pada rahim  yang  setelah  melahirkan kondisinya lemah.
      Seusai  persalinan  diketahui bahwa  jaringan  pada  lapisan rahim  mudah  terinfeksi.  Ini disebabkan  luka  akibat  lepasnya plasenta  yang dalam masa kehamilan melakat pada selaput  dinding rahim (endometrium).
      Pada  waktu menyusui, terjadilah kontraksi  sehingga  aliran darah  ke  kandungan menjadi lancar. Proses  ini  sekaligus  juga mengalirkan  hormon  proklatin  dan  oksitosin  yang  mempercepat pertumbuhan  sel  kandungan, sampai penyembuhan luka  pada  rahim berlangsung optimal. Dengan kata lain, secara alami serbuan virus dan bakteri yang menyebabkan terinfeksinya jaringan pada  lapisan rahim, terutama pada masa 6 minggu setelah bersalin, dapat  dicegah oleh mekanisme alamiah yang terjadi ketika menyusui.
      Secara biologis perempuan memang dikaruniai kemampuan menyusui, yang prosentasenya 99 %. Hanya 1 % yang tidak mampu  menyusui karena  kerusakan  di kelenjar susu. Tapi  itupun  separuh  masih dapat memberikan ASI setelah kerusakan pada kelenjar itu diobati.
      Dengan  demikian  proses  menyusui yang  alamiah  itu  lebih banyak  memberikan  dampak positifnya.  Jadi,  mengapa  perempuan harus  mengabaikan salah satu fungsi keibuannya,  yaitu  menyusui bayinya ? Demi mengejar keelokan tubuh ?
      Yang  banyak terjadi justru sebaliknya, dengan alasan  sibuk mencari nafkah  atau berkarier di luar rumah mereka enggan menyusui  bayinya dan tanpa kekhawatiran lepaskan  sepenuhnya  tugas perawatan  anak  kepada baby sitter atau pembantu  rumah  tangga. Walaupun  sesungguhnya mereka tahu akan pentingnya ASI (air  susu ibu) dan perawatan intensif bagi si bayi, khususnya pada 2  tahun pertama usianya.
        Sayangnya peranan maha penting ibu kini sedikit demi sedikit mulai  diabaikan oleh para ibu modern. Alasan mereka untuk  tidak menyusui bayinya bukan hanya karena faktor kesibukan karier  atau kerja  di  luar rumah, tapi juga karena alasan  kecantikan  tubuh mereka. Mereka tak ingin tubuhnya menjadi kendor akibat  menyusui bayi. Lebih dari itu katanya, mereka ingin membahagiakan suami.
        Kalau  seorang ibu tidak terpanggil untuk  menyusui  bayi nya padahal  dia  mampu, itu berarti sudah melawan  kodrat.  Apa  pun alasanya. Alasan demi suami sih boleh saja. Karena itu pun  merupakan kewajiban seorang istri untuk merawat diri demi  kebahagian suami dan keluarga. "Tapi tindakan untuk tidak menyusui  bayinya, itu  berarti  memutuskan hubungan batin dan  kasih  sayang  serta hubungan sosial yang seharusnya terjalin dengan anaknya. Itu bisa berakibat jauh bagi perkembangan hidup si anak kelak.
        Asi adalah immunisasi bayi. Tanpa Asi bayi tanpa  kekebalan, bayi  tanpa  kekebalan sama sekali "Bayi tanpa Asi  berarti  bayi yang  kurang daya kekebalannya sehingga sekecil apapun  terserang penyakit akibatnya fatal..
        Susu  formula  tidak dapat memberi kekebalan, sehingga anak  yang hanya  dapat susu tambahan akan rentan terhadap  penyakit  seumur hidupnya  dan  akan banyak tergantungakan  obat.  Tiap  sebentar harus  di bawa ke dokter. Dan betapa mahal harga yang   harus  di bayar untuk mengesampingkan ASI.
        Baby friendly hospital yang juga di sebut rumah sakit sayang bayi. Rumah sakit yang menempatkan bayi merah di samping  ibunya. Bukan  memisahkannya di penjara kaca dengan alasan yang  sekarang di  persoalkan  banyak pihak agar terbebas dari  kuman  penyakit. Kedekatan bayi dengan ibu bukan saja memungkinkan bayi memperoleh AsI  pada  kesempatan pertama, tapi  juga  mengurangi  kemungkinan kematian mendadak dari bayi.
        Nursery  place  atau tempat perawatan  dan  penitipan  bayi, semestinya  setiap kantor menyediakan sedikit ruangan untuk  itu. Jadi  wanita  pekerja yang masih menyusui bayinya  dapat  bekerja tenang. Bayinyapun mendapat kepastian makanan terbaik "Jatah cuti kan  3  bulan, sedangkan bayi perlu ASI sekuarangnya  enam  bulan tanpa  makanan tambahan. Mudah-mudahan sekarang cuti  hamil  yang diusulkan  jadi 4 bulan memang jadi kenyataan, agar si ibu  dapat lebih lama bersama bayi dan menyusukannya.
        Adalah  salah  menolak menyusui karena khawatir  daya  tarik seksualnya berkurang. Kita  mengajarkan para ibu cara memeras ASI tanpa  pompa dari hanya menggunakan jari, "Lebih lancar, dan  tak merusak jaringan"
        Untuk  semua  itu saya teringat akan sebuah  Firman  SuciNya dalam  Al  Qur'an surat Al Baqarah ayat 233 :
        ”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua  tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan  kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan  cara yang  ma'ruf. Seseorang tidak di bebani melainkan  menurut  kadar kesanggupannya".

P a d a n g  28 April 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar