Oleh :
Dr.H.K.Suheimi
Hari ini
24 Juni 1994, saya berada di kedutaan Amerika
Serikat,
baru sekali inilah saya melangkahkan kaki ke Kedutaan
Amerika
di jalan Merdeka Selatan Jakarta untuk mengurus visa,
karena
saya akan berangkat ke Amerika dan Canada 15 September
1994.
Untuk mengurus visa ini tidak boleh di wakilkan,
harus
datang
menghadap sendiri untuk di lihat bentuk dan wajah kita,
serta
akan di wawancarai. Biasanya untuk mengurus visa, seperti
dulu
saya berangkat ke Australia dan New Zealand, cukup
minta
tolong pada
Biro perjalanan dan mengirimkan pasport, maka semuan
ya beres,
sudah menjadi tanggung jawab petugas di biro perjalanan
yang
akan membawa kami ke negara tersebut. Memang salah
satu
syarat
kalau kita akan mengunjungi satu negara harus lebih dulu
mempeoleh
visa, bagaikan surat izin untuk memasuki negara itu dan
visa di
tempelkan dalam pasport. Naka untuk ke Amerika serikat
kita
harus membuat surat permohonan dan jaminan bahwa kita
ke
Amerika hanya
untuk waktu yang di tentukan dan untuk urusan yang
Tertentu dan
mesti kembali lagi ke Indonesia, ada semacam jaminan
bahwa kita
harus kembali, karena mereka orang Amerika itu khawa
tir kalau kita
tinggal di Amerika, menetap disana, mencari kerja
disitu
atau mungkin jadi gelandangan disana karena tak ada uang
dan
tiket kembali yang nanti akan merepotkan pemerintah Amerika
sendiri.
Maka mereka harus melihat wajah dan tampang orang yang
akan memasuki
negaranya serta mewawancarainya.
Nah
untuk itulah, karena saya ingin pergi ke Amerika dan
terus ke
Canada menghadiri Kongres Ahli Kebidanan dan penyakit
Kandungan
di Montreal, maka hari ini saya berada di
kedutaan
Amerika.
Banyak orang yang akan berangkat
ke Amerika, sehingga
kita
harus Antri di pintu gerbang kedutaan, melihatkan
kartu
penduduk
dan mengisi formolir dan membawa pasport. Setelah foto
yang ada dalam
pasport di cocokkan dengan wajah saya maka saya di
persilahkan
masuk ke ruang tunggu yang di dalamnya sudah banyak
orang menunggu
giliran untuk di panggil dan di wawancarai. Ruang
tunggu
itu cukup besar dan disana disediakan tempat duduk yang
banyak,
namun tetap saja kursi yang tersedia tidak cukup memam
pung semua
orang sehingga sebagaian kami terpaksa berdiri berje
jar di dalam
ruang tunggu. Banyak pelajaran yang dapat saya petik
dalam
penantian di ruang tunggu itu. Ruang tunggu yang sangat
sederhana segi
empat tanpa hiasan tanpa lukisan dan tanpa ukiran-
ukiran.
Lantainyapun tidak pakai karpet dan juatidak mengkilat,
tapi bersih dan rapi.
„
„
Di ruang tunggu itu tak ada TV yang akan di tonton
dan tak
ada Radio atau tip yang akan di dengar, tak ada nyanyian
tak ada
apa-apa, tapi ruangan itu terasa tentram dan tak ada
kebisingian.
Ruangan ini juga tanpa AC, walaupun Jakarta panas, namun
di
ruang
tunggu itu tak terasa panas atau gerah, mungkin
karena
jendelanya
besar, sehingga ventilasinya baik dan di halamannya
ð73[1]
ð73[1]
ð73[1] Štumbuh pohon-pohon dan tanaman yang menyegarkan. Padahal kami di
ruang
tunggu itu penuh sesak, namun tak resah dan tak gelisah
dalam
penantian. Suasana yang menyenangkan dan menunggu tanpa
kekesalan.
Sering orang berkata menungu itu sangat membosankan
dan
mengesalkan dan waktu terasa berjalan lama, tapi di kedutaan
Amrika,
walaupun saya menunggu cukup lama tapi tak terasa.
„
„
Begitupun orang-orang yang antri, semuanya orang
Indonesia,
tapi
suasananya sudah terasa seperti di Amerika, mereka
pada
sabar,
tidak mau mendahului yang lain. Seorang ibu yang hampir
bersamaan
sampainya dengan saya di Kedutaan itu, saya silahkan
dia
lebih dulu, tapi dengan halus dia menolak, "bapak saja, bapak
sedikit
lebih dulu dari saya". Padhal
saya ingin berbuat baik dan
mempersilahkan
perempuan lebih dulu, namun si ibu tetap mematuhui
antrian. Kami
tidak berdesak-desak dan tidak berebutan, pada gil
rannya
kita akan sampai dan akan di panggil. Saya lihat orang-
orang
Indonesia yang ada dalam ruang tunggu di kedutaan Amerika,
dengan
sendirinya mencoba mematuhui tata tertib yang ada di ruang
ini. Karena di
papan yang tergantung dalam ruang tunggu itu, ada
petunjuk
untuk memperoleh visa dan semua yang di ruangan
itu
memamatuhui
semua yang tertulis, sehingga terasa tertib
dan
melegakan.
Petugas di kedutaan itupun seperti tidak lelah-lelah
nya, selalu
berada di tempatnya dan selalu segar, tak saya lihat
dia
sebentar kesana atau kesini atau ke cafetaria makan lontong
atau minum
kopi. Mereka sangat asyik dengan kerja dan tugas yang
di pikulnya
dan tidak mengeluh letih. Sekian banyak orang yang
dilayaninya
setiap hari namun badan dan penampilannya selalu
prima.
ð73 Š
„
„
Di kedutaan itu tak saya lihat adanya cafetaria,
sebagaimana
di kantor-kantor lain selalu ada
cafetaria dan cafetarianya
selalu
penuh, lebih penuh dari dan lebih sibuk dari kantornya
sendiri.
Sampai-sampai ada urusan di bicarakan dan di selesaikan
di
cafetaria. Dan kalau kita mencari seseorang di meja dan
di
kursi
tempat seharusnya dia mangkal, sering jawaban yang kita
terima,
bapak sedang minum atau sedang makan lontong pecal di
cafetaria.
Pada hal diatas mejanya juga tersedia segelas air dan
makanan kecil.
Namun untuk mencarinya harus ke cafetaria.
„
„
Sekian banyak orang yang mengurus visa di hari
itu, tepat
selesai pada waktunya, dan pertanyaan yang
diajukanpun to the
point. Kepada saya hanya di tanya, mengapa
dan apa tujuan ke
Amerika. Setelah saya jelaskan bahwa tujuan saya
sebenarnya ingin
ke Canada untuk kongres dan ke Amerika hanya untuk Holiday. Lalu
dia tanya : kenapa Holidaynya ke Seatle ? Kan jarang
orang pergi
kesana" Saya jawab singkat :"Pak harto kan
baru-baru ini juga ke
seatle
bersama dengan Clinton, pasti disana ada sesuatu
yang
istimewa dan
saya ingin melihat yang istimewa itu". Apakah sebe
lumnya pernah
ke Amerika?' Tanya lagi.
"belum " kata saya dengan
lugu.
"Sebagusnya kalau anda ke Amerika", jelasnya lagi "Sebaikn
ya perki ke New York Washington, Orlando,
Holly Wood, California
dan Los Angles". Dalam hati saya berkata
"Oh, tentu, tentu saya
ingin kesana, jika ada waktu luang nanti
tempat-tempat tersebut
akan saya kunjungi". Setelah wawancara selesai, saya
teringat
pesan semua
orang, bahwa untuk urusan visa kita sediakan uang 40
dollar,
kira-kira RP 100.000,- Saya lihat
sebagian orang yang
sudah di
wawancarai sudah membayar, tapi kok saya tidak membayar.
ð73 ŠLalu saya hubungi petugas yang mangkal di situ dan saya tanya,
kenapa
saya tidak membayar 40 dollar, sedangkan orang lain mem
bayar?.
Maka petugas itu menjawab :"Anda kan mau berlibur
ke
Amerika, tentu
anda akan berbelanja di sana, itu artinya keuntun
gan
untuk Amerika, maka anda di bebaskan dari biaya
yang 40
dollar itu".
„
„
Saya mengerti tapi di sepanjang jalan pulang saya tak
habis
fikir, petugas yang menolak uang dan tak mau
menerima 40 dollar
yang sudah saya sediakan. Bahkan menerangkan
pula bahwa saya
sebagai tamu di Amerika dan kedatangan
saya ke Amerika akan
menguntung Amerika, ulasnya. Agaknya sikap dan pribadi
demikian
yang belum menjadi kebiasaan petugas-petugas
di kantor-kantor
bangsa kita. Kadang-kadang yang tidak wajar di bayarpun
harus di
bayar, macam-macam saja alasannya sehingga
setiap mereka yang
datang berurusan harus di kenakan cukai ini dan itu.
„
„
Di kedutaan Amerika saya sudah sediakan uang dan saya
sudah
relakan akan meninggalkan uang itu, mengingat pelayanan
yang saya
terima dan pelajaran yang saya peroleh, namun
uang itu sampai
sekarang tetap utuh dalam dompet saya. Setiap kali
saya membuka
dompet selalu saja dalam itu tampak uang 40
dollar yang tidak
jadi saya berikan untuk mengurus visa di kedutaan
Amerika.
„
„
Oh betapa ingin dan rindunya saya akan suasana
yang demi
kian, tercipta
didalam kantor-kantor lain. Apalagi banyak kantor-
kantor
yang menghias wajahnya dengan ukiran dan lukisan, foto-
foto
pejabat yang besar-besar tergantung didindingnya, dan
di
setiap dada
dan bahu petugas ada atribut dan lambang-lambang yang
arti dan
maknanya bukan main. Dan didada kiri setiap petugaspun
ada
namanya masing-masing. Tentu dengan harapan
setiap yang
ð73[1]
ð73[1]
ð73[1] Šmemikul atribut, lambang dan nama dirinya akan memperlihatkan
bahwa
mereka adalah yang terbaik dan akan melayani setiap orang
yang datang
dengan sebaik-baiknya.
„
„
Lalu saya
teringat bahwa banyak perusahaan sekarang yang di
rubah jadi PT.
Banyak yang di swastanisasikan. Kalau dulu monopo
li, kalau
berusan sesuatu harus kepadanya, maka sekarang bisa ke
tempat-tempat
lain. Kalau dulu mereka menguasai sesuatu, sekarang
sudah
ada saingan. Dulu saya teringat, kalau menghidupkan TV,
yang
terpampang di layar kaca hanya siaran TVRI, sekarang sudah
bisa
pilih yang bermacam-macam saluran. Dulu kalau mau
naik
pesawat
harus dengan Garuda, sekarang sudah bisa banyak pilihan.
Siapa
tahu masa datang untuk Listrik, untuk telepon kitapun bisa
memilih,
karena banyak yang telah di robah jadi PT. Artinya
tadinya
mereka penguasa, sekarang di robah jadi pengusaha. Akan
jauh
sekali berbeda sikap antara seorang penguasa dan
seorang
pengusaha.
Sebagai pengusaha tentu dia akan berusaha memberikan
pelayanan
yang sebaik-baiknya, dan agar kita merasa puas tentu
bisa
memilih siapa yang bisa memberikan pelayanan yang terbaik.
Untuk
itu saya teringat pesan Tuhan "Irhammu Fil
Ardh", Yar
hamkum
Fis samak" Bila kamu mengasihi yang di dunia, maka yang
dilangit
akan mengasihimu!". Lalu saya teringat akan pesan Rasul
:"Lapangkanlah
nanti kamu akan di lapangkan, mudahkanlah, nanti
kamu
akan di mudahkan!".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar