Jumat, 11 Oktober 2013

Di Puncak Gunung Salju


LAIN  rasanya berada di puncak Gunung  Salju,  terasa  sepi dan mencekam, sunyi yang merasuk, dingin yang menusuk sampai   ke sumsum  tulang.  Termometer menunjukkan suhu di bawah  nol   derajat Celsius.  Di ujung lereng yang sangat curam, di puncak gunung  yang tertinggi, di atas  itulah pesawat Helicopter kami mendarat. Hanya 7  menit  saya mampu bertahan di luar, kemudian  sudah   tidak  kuat lagi.  Jari-jari  sudah mulai kaku, untuk menekan  tombol  tustel saja  rasa ndak bisa lagi. Di puncak gunung salju itu,  kaki  kami terbenam  di dalam  es, menggigil kedinginan dengan  geraham  yang gemeletuk, ujung hidung, ujung telinga dan  ujung jari kaki  kaku sudah.
Di puncak  gunung salju yang sunyi itu, di dekat  kota  Queens-town,  di daerah yang mendekati Kutub Selatan, walaupun di  musim semi,  namun  saljunya  tetap membeku  berwarna  putih.  Di puncak gunung salju yang seperti  ini, saljunya akan selalu ada,  walaupun  memasuki musim panas, disebut sebagai salju  abadi.  Apalagi ketinggian 3.000 meter di atas  permukaan  laut.
Di  lereng-lerengnya yang terjal, sebagian salju itu  tampak meleleh.  Lelehannya berubah menjadi air terjun  yang  sangat banyak  dan  sangat   tinggi  di sepanjang  lereng-lerengnya  yang curam. Dari  puncak  gunung salju, pemandangan terasa  lebih  luas, apa-apa  yang tidak terlihat dari bawah jelas sekali dari  puncak gunung ini. Menyaksikan panorama yang bukan alang kepalang indahnya,  dengan  danau Waikapu di bawah  terbentang  membiru  dengan pulau-pulau  dan  rumah-rumah penduduk  serta  dikelilingi   oleh hijaunya  padang rumput tempat domba-domba berkembang  biak.  Tidak  pernah  sebelum  ini  saya menyaksikan  pemandangan  yang  sangat menakjubkan itu.
Menyaksikan semua itu ada 2 hal yang bergema di hati.  Rasa syukur yang sedalam-dalamnya, atas rahmat  dan  karunia-Nya. Karena saya berhasil menjejakkan kaki di puncak gunung salju. Tidak  semua  orang bisa berhasil sampai ke sana.  Kalau  bukanlah karena limpahan rahmat-Nya tentu saya tidakkan mungkin sampai  ke sana.  Di puncak gunung salju itu cakrawala menjadi luas, alam terbentang  dengan sangat besarnya, di sana terasa betapa kecilnya  diri ini  dan  tidak berarti serta tidak berdaya sama  sekali.  Terlafas kata-kata  "Allahu Akbar" sewaktu menyaksikan betapa  besar  ciptaan-Nya  ini.  Ke mana pun  mata dipandangkan  yang  tampak  hanya kebesaran  demi  kebesaran-Nya.
Di puncak gunung  salju  itu  hati tergetar  ingin mendekat kepada-Nya. Ingin bersujud ke  haribaan-Nya.  Oh, alangkah indahnya jika Yang  Maha  Perkasa  mengizinkan hamba yang hina dina ini menyembah menghadap-Nya. Di atas  Helicopter,  sewaktu mau turun  dari  puncak  gunung salju, tampak puncak-puncak gunung salju yang lain, juga terlihat kokoh,  anggun dan mengesankan. Di atas Helicopter hati ini  terenyuh, ingin berbakti dan mengabdi kepada-Nya.
Puncak  gunung  salju, sekarang engkau  telah  kutinggalkan, namun sampai nanti engkau tetap anggun dan kokoh, kendatipun  aku telah tiada, kendatipun aku telah meninggalkan dunia ini.  Engkau masih  dan  akan tetap begitu-begitu juga. Sejak  dulu  kala  dan sampai  hari  akhir nanti. Sedangkan aku hanya  singgah  sekejap, tidak lama, hanya 7 menit berada di puncakmu.
Lalu saya berfikir untuk apa membanggakan dan  menyombongkan diri, untuk apa suatu kesombongan itu? Ada  satu hal yang dirasakan oleh orang yang  berada  di atas suatu  puncak,  ialah cakrawalanya bertambah  luas,  dan  dirinya terasa semakin kecil. Di puncak sana orang tidakkan mungkin  menyombongkan  diri,  di puncak sana orang tidakkan mungkin  pongah  dan takabur,  serta  menepuk dada mengatakan hanya dia  yang  paling berjasa. Di puncak sana, terasa diri ini sangat kecil tidak  berarti apa-apa. Dan kalau kita sempat berada di puncak, itu hanya  berkat rahmat dan karunia-Nya jua adanya.
Untuk  semua ini, di mana pun kita berada,  Tuhan  menginginkan agar kita jangan sampai sok-sok-an.  Sok itu adalah sigkatan dari sombong,  ongeh dan ka gadang-gadangan. Karena salah  satu  sifat yang sangat dibenci Tuhan adalah sombong. Sebagaimana  firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan  membanggakan diri.” (Surat Annisa’ ayat 36).



“Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah”. Begitu juga belas kasih yang tulus selalu mengalir kepada orang yang rendah hati. Sangat jarang belas kasih diberikan ke orang yang sombong

Kegagalan akan menghapus kebiasaan yang buruk. Kegagalan, akan menghancarukan kesombongan, sehingga menciptakan sikap yang rendah hati, dan akan meningkatkan kecerdasan emosi

-           
-          Mungkin anda memberikan sumbangan kepada orang yang tidak punya. Kemudian anda akan merasa riya’ dan sombong. Tiba-tiba ada suara yang samar-samar berbicara : “jangan mencari pujian!” Ingatlah, itu suara hati Sang Maha Mulia, Al Raqiib (Sang Maha Pembaca Rahasia).
-          Anda baru saja membeli mobil baru, ada suara hati berbicara : “jangan sombong!” Ingatlah, itu suara hati Sang Maha Kaya, Al Ghaniy (Sang Maha Kaya).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar