Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Demikian
asyiknya dessy dengan temboknya, sehingga dibiarkan
dan tak
diacuhkannya saya yang berdiri di dekatnya sambil memper
hatikan dan
mengamati kerjanya. Dia terus bekerja seakan-akan tak
mengiraukan
lingkungannya. Dengan cekatan tangannya mengaruk
tanah liat
yang becampur tanah hitam bagaikan adonan kue. Sesudah
sebelumnya,
luluk tanah liat itu di lunyahnya dengan kaki, kemu
dian
adonan tanah liat itu di karuknya dengan jari-jari
tan
gannya, lalu
di masukkan dalam cetakkan, dan selesai sudah sebuah
batu
tembok di cetak.
Setiap selesai satu, lalu di kumpulkan
dan di letakkan
diatas
gerobak, dengan sigap dan cekatan dessy mendorong gero
baknya lalu
menyusun batu tembok di barak-barak per angin-anginan
supaya
cepat kering. Setelah 15 hari tanah liat
yang mulai
kering
itu di jemur di tempat yang agak panas selama 15 hari,
kemudian baru
di bakar di dalam tungku pembakaran selama 4 hari 4
malam.
setelah itu barulah batu tembok bisa di pasarkan. Jadi
untuk dapat
menghasikan sebuah batu tembok di butuhkan kira-kira
40 hari.
"Dihari libur ini, dessy bisa mencetak sampai 900
buah batu
tembok". Katanya sambil menyusun batu tembok yang siap di kering
kan. Sekarang
memang hari libur, tapi bukankah di sepanjang jalan
yang saya
lalui tadi anak-anak seusia Dessy memakai selendang dan
baju kurung
untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad s.a.w?. Tapi
bagi
Dessy hari-hari seperti ini lebih berharga karena
dapat
mencetak
batu tembok lebih banyak. Disaat-saat temannya berbaju
kurung berbaju
bersih pada saat itu pula Dessy bergelimang dengan
baju dinasnya
yang sudah lusuh dan bergelimang dengan tanah liat.
Usianya
baru 15 tahun, tahun ini dia sudah duduk di bangku SMEA
kelas 2.
Setiap pulang sekolah dessy masih bisa mencetak batu
tembok
sebanyak 400 buah, sedang di hari libur bisa 900 buah,
maka di hari
libur sekarang 12 Rabi'ulawal, dessy tampak ceriah,
karena
terbayang sesudah mencetak 900 batu tembok yang di kerja
kan dari
pagi sampai dekat senja, tentu Dessy akan menerima Rp
3600,-, karena
setiap satu batu tembok di hargai Rp 4,-. Makanya
setiap
hari libur merupakan hari-hari yang mendatangkan rezki
baginya.
Pipinya nampak berwarna merah, entah karena
bekerja
dekat
tunggu, entah karena dia sangat sehat karena bekerja dan
menggerakkan
semua otot-ototnya dari pagi sampai petang. Tapi
sewaktu
jari-jari lentik itu mengocok dan mengaduk tanah liat,
saya teringat
pantun seorang teman :
Tanah liek
bakapiek
Ditumbuak
badarai-darai
Alun diliek
alah diliek
Banyak urang
nan marasai
Sewaktu
saya perkenalkan diri saya dan saya katakan bahwa
saya
tinggal di Gurun Panjang. Dessy bertanya; di mana
Gurun
Panjang
itu ?. Saya jadi terheran-heran, kok ada anak
gadis
seusia
Dessy tidak tahu Gurun Panjang?, padahal tempat tinggal
dan
tempat bekerjanya di Sarojo dekat ipuah Mandiangin, sebetul
nya
tidak seberapa jauh dari Gurun Panjang, tapi kenapa
Dessy
tidak tahu?.
Lalu dengan polos dia menjawab :"Dessy belum pernah
pergi
kemana-mana, hari-hari Dessy di habiskan di tungku pemba
karan tembok,
dia tekun dan asyik dengan kerjanya. Penghasilan di
tungku ini
akan Desy gunakan untuk pembayar uang sekolah, katanya
lirih, dan
akan di tabungkan sedikit untuk nanti digunakan kalau
Dessy
tammat akan mengambil kursus komputer. Dia bercita-cita
ingin merubah
nasibnya sedikit. Cita-citanya
tidak tinggi, tidak
setinggi
bintang di langit, cuma sekedar bisa pembayar
uang
kuliah dan
pembayar kursus komputer. Dia
tidak bercita-cita yang
bukan-bukan.
Salahkah
sesorang apabila ia hanya menggantungkan cita-cita
tidak setinggi
langit? Salahkah sesorang apabila ia hanya mempun
yai
cita-cita yang sangat sederhana? dalam hidupnya? ia
tidak
salah bukan?.
Bagi
Dessy hidup itu memang sulit tapi harus di
terima.
Orang
tuanya juga seorang buruh pembuat batu bata dan
mereka
hidup
pas-pasan sejak dulu. Dan pada suatu hari iapun memutuskan
untuk
menerima nasibnya itu seperti apa adanya. Dan
bekerja
sebagaiman
dilihatnya bapaknya berusaha sebagai pembuat batu
bata.
Tak
mudah menjawab semua itu. Seseorang secara naluriah
mampu
meletakkan cita-citacita-cita dan mimpi-mimpinya
pada
tingkat
yang wajar, karena hidup yang selama ini di jalaninya
dalam
keluarganya sudah begitu sangat di kenalnya. Tak seorangpun
suka
bermimpi yang tidak-tidak. Juga bagi Dessy. Tak
mungkin
mengantungkan
angan-angannya setinggi langit, karena apa yang di
milikki
keluarganya selama ini tidak memungkinnya untuk menca
painya.
Tak
boleh berangan-angan yang tidak-tidak, sebab hal itu
hanya akan
membuat kecewa, jangan mimpi". pesan seorang guru.
Ia sadar
tak mungkin kiranya ia mempunyai cita-cita yang
lebih tinggi
dari itu saat ini
Dessy
tidak kecewa, jauh didasar hatinya sesungguhnya dia
sudah
menyadari, bahwa nasibnya tak akan jauh berubah.
Itulah
sebabnya ia kemudian memutuskan untuk mencetak batu
tembok.
Pendapatannya tak banyak. Tapi dari pendapatan yang tak
banyak
itu ia senatiasa berusaha menyisihkannya untuk di tabung
sedikit demi
sedikit
Yang kita
butuhkan dalam hidup ini, tidak hanya
angan-angan
yang
wajar, tapi yang paling utama adalah sikap hidup kita se
hari-hari.
Kita sering lupa bahwa hidup sesungguhnya
memang
berlangsung
harian. Dan kita tidak tahu apa yang akan kita alami
di
sepanjang hari itu. Kita hanya mengharapkan semoga apa yang
kita
rencanakan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya,
Dan
tidak kita
sadari selama ini, banyak hal yang sering kali terjadi
di
sepanjang hidup ini tanpa kita duga atau perhitungkan sebe
lumnya
sama sekali? Itulah sebabnya mengapa setiap hari
kita
harus
memulainya dengan doa yang kita ucapkan pada waktu semba
hyang
subuh dan di akhiri dengan syukur pada waktu sembahyang
Isya.
Bagi
Dessy saya do'akan, kiranya dia akan menempuh hidup
yang jauh
lebih baik. Melihat ke tekunan dan kerajinannya, saya
punya
keyakinan, bahwa satu saat kelak beberapa tahun kemudian,
mungkin Dessy
akan memiliki beberapa buah tungku pembakaran, atau
menjadi
seorang manager, karena dia ingin belajar komputer dan
telah
belajar dasar-dasar ilmu ekonomi dan managemen dasar di
S.M.E.A tempat
sekolahnya sekarang.
Untuknya saya hadiahkan sebuah Firman suci_Nya dalam
Al_Qur'an
surat An Najm ayat 24,25 :"Atau apakah manusia
akan
mendapat segala
yang di cita-citakannya? (Tidak), maka hanya bagi
Allah
kehidupan Akhirat dan kehidupan dunia".
Setelah
bercita-cita dan berusaha mencapai yang di cita-
citakan itu,
lalu diujungnya di iringi dengan do'a, karena hanya
Dialah
yang akan mengabulkan semua yang di cita-citakan
itu,
kepadaNyalah
kita penuh berharap.
Sarojo 30 Agustus 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar