Jumat, 11 Oktober 2013

DESSY DAN TEMBOKNYA


Oleh : Dr.H.K.Suheimi

Demikian asyiknya dessy dengan temboknya, sehingga dibiarkan

dan tak diacuhkannya saya yang berdiri di dekatnya sambil memper­

hatikan dan mengamati kerjanya. Dia terus bekerja seakan-akan tak

mengiraukan  lingkungannya.  Dengan  cekatan  tangannya  mengaruk

tanah liat yang becampur tanah hitam bagaikan adonan kue. Sesudah

sebelumnya, luluk tanah liat itu di lunyahnya dengan kaki,  kemu­

dian  adonan  tanah liat itu di karuknya  dengan  jari-jari  tan­

gannya, lalu di masukkan dalam cetakkan, dan selesai sudah sebuah

batu  tembok di cetak.

Setiap   selesai  satu, lalu di kumpulkan  dan  di  letakkan

diatas  gerobak, dengan sigap dan cekatan dessy  mendorong  gero­

baknya lalu menyusun batu tembok di barak-barak per angin-anginan

supaya  cepat  kering.  Setelah 15 hari  tanah  liat  yang  mulai

kering  itu  di jemur di tempat yang agak panas selama  15  hari,

kemudian baru di bakar di dalam tungku pembakaran selama 4 hari 4

malam.  setelah  itu barulah batu tembok bisa di  pasarkan.  Jadi

untuk dapat menghasikan sebuah batu tembok di butuhkan  kira-kira

40 hari.

"Dihari libur ini, dessy bisa mencetak sampai 900 buah  batu

tembok". Katanya sambil menyusun batu tembok yang siap di kering­

kan. Sekarang memang hari libur, tapi bukankah di sepanjang jalan

yang saya lalui tadi anak-anak seusia Dessy memakai selendang dan

baju kurung untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad s.a.w?.  Tapi

bagi  Dessy  hari-hari seperti ini lebih  berharga  karena  dapat

mencetak  batu tembok lebih banyak. Disaat-saat temannya  berbaju

kurung berbaju bersih pada saat itu pula Dessy bergelimang dengan

baju dinasnya yang sudah lusuh dan bergelimang dengan tanah liat.

Usianya  baru 15 tahun, tahun ini dia sudah duduk di bangku  SMEA

kelas  2.  Setiap pulang sekolah dessy masih bisa  mencetak  batu

tembok  sebanyak  400 buah, sedang di hari libur bisa  900  buah,

maka di hari libur sekarang 12 Rabi'ulawal, dessy tampak  ceriah,

karena terbayang sesudah mencetak 900 batu tembok yang di  kerja­

kan  dari pagi sampai dekat senja, tentu Dessy akan  menerima  Rp

3600,-, karena setiap satu batu tembok di hargai Rp 4,-.  Makanya

setiap  hari  libur merupakan hari-hari yang  mendatangkan  rezki

baginya.  Pipinya  nampak berwarna merah,  entah  karena  bekerja

dekat  tunggu, entah karena dia sangat sehat karena  bekerja  dan

menggerakkan  semua  otot-ototnya dari pagi sampai  petang.  Tapi

sewaktu  jari-jari lentik itu mengocok dan mengaduk  tanah  liat,

saya teringat pantun seorang teman :

Tanah liek bakapiek
Ditumbuak badarai-darai
Alun diliek alah diliek
Banyak urang nan marasai

Sewaktu  saya perkenalkan diri saya dan saya  katakan  bahwa

saya  tinggal  di Gurun Panjang. Dessy bertanya;  di  mana  Gurun

Panjang  itu  ?.  Saya jadi terheran-heran, kok  ada  anak  gadis

seusia  Dessy tidak tahu Gurun Panjang?, padahal  tempat  tinggal

dan  tempat bekerjanya di Sarojo dekat ipuah Mandiangin,  sebetul

nya  tidak  seberapa jauh dari Gurun Panjang, tapi  kenapa  Dessy

tidak tahu?. Lalu dengan polos dia menjawab :"Dessy belum  pernah

pergi  kemana-mana, hari-hari Dessy di habiskan di tungku  pemba­

karan tembok, dia tekun dan asyik dengan kerjanya. Penghasilan di

tungku ini akan Desy gunakan untuk pembayar uang sekolah, katanya

lirih, dan akan di tabungkan sedikit untuk nanti digunakan  kalau

Dessy  tammat  akan mengambil kursus komputer.  Dia  bercita-cita

ingin merubah nasibnya sedikit. Cita-citanya tidak tinggi,  tidak

setinggi  bintang  di  langit, cuma sekedar  bisa  pembayar  uang

kuliah dan pembayar kursus komputer. Dia tidak bercita-cita  yang

bukan-bukan.

Salahkah sesorang apabila ia hanya menggantungkan  cita-cita

tidak setinggi langit? Salahkah sesorang apabila ia hanya mempun­

yai  cita-cita  yang sangat sederhana? dalam hidupnya?  ia  tidak

salah bukan?.

Bagi  Dessy  hidup itu memang sulit tapi  harus  di  terima.

Orang  tuanya  juga seorang buruh pembuat batu  bata  dan  mereka

hidup pas-pasan sejak dulu. Dan pada suatu hari iapun  memutuskan

untuk  menerima  nasibnya  itu seperti apa  adanya.  Dan  bekerja

sebagaiman  dilihatnya  bapaknya berusaha  sebagai  pembuat  batu

bata.

Tak  mudah  menjawab semua itu.  Seseorang  secara  naluriah

mampu  meletakkan  cita-citacita-cita  dan  mimpi-mimpinya   pada

tingkat  yang  wajar, karena hidup yang selama ini  di  jalaninya

dalam keluarganya sudah begitu sangat di kenalnya. Tak seorangpun

suka  bermimpi  yang tidak-tidak. Juga bagi  Dessy.  Tak  mungkin

mengantungkan angan-angannya setinggi langit, karena apa yang  di

milikki  keluarganya selama ini tidak memungkinnya  untuk  menca­

painya.

Tak  boleh  berangan-angan yang tidak-tidak, sebab  hal  itu

hanya akan membuat kecewa, jangan mimpi". pesan seorang guru.

Ia  sadar  tak mungkin kiranya ia mempunyai  cita-cita  yang

lebih tinggi dari itu saat ini

Dessy  tidak kecewa, jauh didasar hatinya  sesungguhnya  dia

sudah menyadari, bahwa nasibnya tak akan jauh berubah.


Itulah  sebabnya ia kemudian memutuskan untuk mencetak  batu

tembok.  Pendapatannya tak banyak. Tapi dari pendapatan yang  tak

banyak  itu ia senatiasa berusaha menyisihkannya untuk di  tabung

sedikit demi sedikit

Yang kita butuhkan dalam hidup ini,  tidak hanya angan-angan

yang  wajar, tapi yang paling utama adalah sikap hidup  kita  se­

hari-hari.  Kita  sering  lupa bahwa  hidup  sesungguhnya  memang

berlangsung harian. Dan kita tidak tahu apa yang akan kita  alami

di  sepanjang hari itu. Kita hanya mengharapkan semoga  apa  yang

kita  rencanakan  dapat berlangsung  dengan  sebaik-baiknya,  Dan

tidak kita sadari selama ini, banyak hal yang sering kali terjadi

di  sepanjang hidup ini tanpa kita duga atau  perhitungkan  sebe­

lumnya  sama  sekali? Itulah sebabnya mengapa  setiap  hari  kita

harus  memulainya dengan doa yang kita ucapkan pada waktu  semba­

hyang  subuh  dan di akhiri dengan syukur pada  waktu  sembahyang

Isya.

Bagi  Dessy  saya do'akan, kiranya dia akan  menempuh  hidup

yang  jauh lebih baik. Melihat ke tekunan dan kerajinannya,  saya

punya  keyakinan, bahwa satu saat kelak beberapa tahun  kemudian,

mungkin Dessy akan memiliki beberapa buah tungku pembakaran, atau

menjadi  seorang manager, karena dia ingin belajar  komputer  dan

telah  belajar  dasar-dasar ilmu ekonomi dan managemen  dasar  di

S.M.E.A tempat sekolahnya sekarang.

 Untuknya   saya  hadiahkan  sebuah  Firman  suci_Nya   dalam

Al_Qur'an  surat  An Najm ayat 24,25 :"Atau apakah  manusia  akan

mendapat segala yang di cita-citakannya? (Tidak), maka hanya bagi

Allah kehidupan Akhirat dan kehidupan dunia".

Setelah  bercita-cita  dan berusaha mencapai yang  di  cita-

citakan itu, lalu diujungnya di iringi dengan do'a, karena  hanya

Dialah  yang  akan mengabulkan semua yang  di  cita-citakan  itu,

kepadaNyalah kita penuh berharap.



Sarojo  30 Agustus 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar