Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Kaki saya tertusuk bulu babi, bulu babi itu setelah
menusuk telapak kaki langsung patah dan tinggal menetap
didalam kulit telapak kaki.
Bagaikan tertusuk dan tersansam duri, patahan bulu
babi yang tertancap di telapak kaki itu
menusuk perih. Perih
karena tusukkan dan pedih karena ketakutan. Takut akan
akibat-akibat yang akan di timbulkannya, takut akan bayangan kalau-kalau
benar seperti apa yang di katakan orang bahwa bulu babi itu bisa
menimbulkan ini dan bisa menimbulkan itu.
Sebetulnya dari dulu saya telah
diperingatkan oleh teman-teman, hati-hati mandi di laut yang
berkarang nanti terpijak bulu babi, bulu babi berbisa dan
bisanya bisa sampai ke jantung. Peringatan teman itulah yang
tergiang kembali ke telinga sewaktu saya tertusuk bulu babi. Bulu
babi itu adalah sejenis binatang laut yang sering kita lihat di
karang-karang dalam lautan; hitam legam, berduri runcing bagaikan landak,
duri runcing dan panjang-panjang ini memenuhi seluruh badan bulu babi itu dan
menjurus ke segala jurusan,
duri ini merupakan senjata baginya kalau ada musuh yang
mendekat dan mengganggu akan di tusuknya dengan duri-duri yang
memenuhi badannya itu. Saya ndak tahu kenapa namanya bulu
babi, tapi dari kecil, nelayan dan anak-anaknya menjuluki
binatang itu dengan nama bulu babi, dan sayapun
ikut-ikutan menamakannya bulu babi. Dan bulu babi yang
saya takuti, itu pulalah yang menusuk saya pada satu hari
sewaktu masih mahasiswa di pantai Taman Nirwana ( sekarang di sebut
dengan karang tirta). Bukan karena pedih dan sakit tertusuk beberapa duri bulu babi
itu yang menakutkan saya. Tapi yang membikin saya takut
adalah karena anggapan yang selama ini menghantui saya
"Hati-hati bulu babi itu berbisa, bisanya bisa sampai menusuk
dan meracuni jantung". Rasa takut dan cemas itulah yang
menyebabkan saya buru-buru pergi ke tempat pertolongan
pertama di RS M Jamil. Sesudah dapat suntikan dan pengobatan,
ketakutan yang menghantui saya tetap tak kunjung hilang, saya
coba congkel duri-duri bulu babi yang menusuk telapak kaki
itu. Tapi karena duri itu demikian banyak, tidak berhasil
saya mengeluarkan sisa-sisa bulu babi itu. Setiap hari siang dan malam,
saya tunggu-tunggu akibat apa lagi yang akan saya rasakan, saya
raba-raba juga jantung kalau-kalau irama dan denyutnya berubah.
Setelah beberapa hari saya amati, ternyata apa yang saya takutkan
dan apa-apa yang saya khawatirkan tak terjadi. Justru sakitnya datang di
tempat telapak kaki yang saya tusuk, tusukkan itulah
yang terasa perih, sedangkan di tempat yang ada duri
bulu babi dan tak berhasil di cabut, tidak terasa apa-apa. Akhirnya apa
yang menakutkan dan apa yang sangat mengkhawatirkan itu rupanya tak
jadi kenyataan, sedangkan saya sudah terlongsong cemas,
takut dan khawatir akan hal-hal yang sebenarnya tidak ada dan
memang tidak terjadi. Lalu saya bertanya dalam hati; kenapa takut saya sangat
berlebihan, padahal setelah di alami ternyata tidak ada apa-apanya.
Saya telah terlongsong takut, saya telah rugi, karena
rasa takut menyebabkan banyak pekerjaan yang tak bisa di
selesaikan. Memang sering kita merasa takut pada hal-hal yang tak
ber alasan, sering kita takut akan bayangan dan hantu-hantu yang menghantui
kita.
Dulu kalau saya bermain di pinggir pantai
dan meloncat dari karang yang satu ke karang yang lain sambil
mencari bermacam-macam mainan dan binatang laut. Selalu saja orang
memberi peringatan, awas nanti terpijak ini, terpijak itu, tersentuh bulu
babi dan terpijak ketimun laut, nanti bisa begini, bisa begitu,
bisa gatal-gatal dan bermacam-macam lagi pertakut-pertakut
yang di berikan. Entah kenapa kok sampai namanya ketimun laut
saya juga ndak tahu, mungkin karena bentuknya bulat gemuk dan
panjangnyapun sepanjang ketimun, maka enak saja orang meberi nama ketimun
laut (TRIPANG}. Setiap kali kita bertamasya, memancing dan
menyelam serta berenang di pulau yang pasirnya sangat putih dan
berseri-seri, Di sela-sela karang-karang pulau itu banyak sekali terdapat
dan di temui bulu babi dan Tripang laut. Sering kita menjauh dan jijik
melihat kedua binatang itu. Tetapi setelah di selidiki dan di coba,
ternyata di Jepang di Singapura, di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Medan. Harga Tripang atau ke timun laut itu
sangat mahal, jauh lebih mahal dari Udang, jauh lebih mahal dari
cumi-cumi. Waktu saya berbelanja di tanah kongsi, saya lihat ada orang
menjual ketimun laut, saya tanya harganya. Di jawab oleh sang
tauke Rp 80.000,- per kilo. Betapa kaget saya satu kilo itu isinya
kira-kira 8 ekor ketimun laut. Berarti
satu ekor ketimun laut harganya adalah Rp 10.000,-. Wah jauh lebih mahal
dari pada seekor ayam. Dan kalau di ekspor ke Singapura
atau ke Jepang harganya lebih tinggi lagi. Kenapa demikian?,
karena menurut sang tauke; Ketimun laut itu kaya sekali dengan protein
yang bermutu tinggi, ada beberapa penyakit yang dapat di
sembuhkannya. Kadar kholesterolnya sangat rendah hampir tidak ada. Dan
rasanya gurih lebih lezat dari udang. Kalau kulitnya di bersihkan
dia tampak sangat putih dan bagus. Saya tidak menduga
sama sekali kalau binatang yang jelek, menjijikkan dan
menakutkan itu kok harganya sangat mahal bagi orang yang tahu
khasiat dan manfaatnya. Lalu saya teringat akan kampung saya,
di Pariaman di ke empat pulau yang ada di depan pantainya
yang indah itu; pulau ujung, pulau pandan, pulau angso duo
serta pulau kasiak. Di pulau-pulau ini bergelimpangan ketimun laut,
tinggal lagi kerajinan nelayan untuk mengumpulkan, membersihkan dan
sedikit mengolahnya dengan mengeringkan dan mengawetkannya, jadilah dia
barang yang berharga dan bernilai tinggi serta mahal dan dapat di eksport
ke luar negeri.
Untuk semua itu saya teringat, bahwa Tuhan
tidak segan-segan menjadikan mahkluk yang tampaknya jelek sebagi misal
danperbandingan, untuk di petik hikmah dan manfaatnya. Dalam
surat Asy Syuura
ayat 29:"Dan diantara
ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan_Nya)
ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk
yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan
semuanya apabila di kehendaki_Nya".
B. Tinggi 27 Desember 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar