Oleh : Dr.H.K.Suheimi
Helai
demi helai, saya balik juga lembaran-lembaran Album itu, album kenangan,
kenangan masalalu, kenangan ketika kecil, kenangan saat remaja, kenangan pergi
mengunjungi beberapa tempat dipelosok-pelosok dunia, kenanganan saat lulus
ujian, kenangan detik-detik pelantikkan, kenangan saat-saat memberi khotbah
Hari Raya Idul fitri, kenangan bersama orang tua, kenangan bersama
sahabat-sahabat kental, entah dimana mereka sekarang. Kenangan di hari-hari
pelantikkan jadi dokter dengan pakai toga segala, kenangan bersejarah pada
pelantikkan jadi dokter ahli kandungan dan banyak lagi kenangan berfoto bersama
pejabat,mulai dari lurah, walikota, gubernur sampai pak mentri. Diantara wajah-wajah yang terpampang dalam lembaran Album
itu, ada yang sudah meninggalkan dunia yang fana ini. Dalam setiap lembaran
album itu tertulis dan tergambar kenangan dan detik-detik bersejarah yang
mengingatkan dan menghidupkan kembali kenangan saya pada masa lalu yang penuh
keindahan. Dan setiap keindahan yang pernah saya reguk dan lalui itu
membangkitkan nostalgia. Di setiap foto yang saya lihat lalu saya merenung dan
bernostalgia akan kejadian-kejadian waktu itu, seakan-akan didepan mata
terbayang kembali seluruh peristiwa itu yang tak mudah di lupakan.
Ada saat-saat bahagia
juga saat-saat berduka seperti saat-saat ayah yang tercinta meninggal dunia,
seaktu menyaksikan foto beliau, saya panjatkan doa dan ampunan pada Illahi.
Kemudian
saya balik lagi lembaran-lembaran Album itu, lalu saya banding-bandingkan rupa
dan wajah ini, saat-saat dia kecil, beranjak remaja dan berangsur dewasa dan
sekarang menuju tua; banyak dan jauh sekali perubahan yang terjadi pada raut
wajah dan bentuk tubuh ini. Dulu, tidak ada guratan dan garis-garis di wajah
ini, mulus licin dan mata serta pancaran sinarnya sangat jernih dan bercahaya.
Tapi kini, dimana-mana sudah nampak kerutan, di kening, di sudut mata di sudut
bibir dan di pipi jelas sekali kerutan itu, garis-garis kehidupan, garis-garis
penderitaan, garis-garis kemelut hidup dan garis-garis ke tuaan. Matanyapun tak
bersinar seperti dulu lagi, bola mata ini, tidak sehitam dulu lagi, sudah mulai
di tumbuhi lemak, di bola mata yang hitam itu sudah di lingkari oleh garis
lengkung putih, arcus snelis kata orang atau lambang ketuaan. Sedangkan di
tempat yang seharusnya putih itu sudah mulai menguning dan memerah, cornenyapun
sudah mulai di liputi jaringan lemak. Dan raut muka inipun mulai berubah,
semakin lebar dan bulat, pipi agak loyo dan dagupun mulai jatuh, dimana-mana
nampak kerutan, lebih-lebih didaerah dagu dan leher, lemak-lemak yang tak perlu
itupun mulai bergayutan. Tahi lalatpun semakin banyak saja tumbuhnya didaerah
muka ini, sehingga di mana-mana tampak bintik hitam. Kalau dulu tahi lalat yang
tumbuh itu mempermanis bentuk wajah, tapi sekarang tak di harapkan lagi, justru
memperjelek penampilan.
Bukan
hanya itu, rambut di kepalapun, dulu tumbuhnya rapat tebal dan hitam serta
mudah diatur, sekarang tidak lagi, sering rontok, tumbuhnya jarang, mulai sulah
dan satu-satu warnanyapun mulai memutih dan beruban.
Bentuk badanpun tidak seramping dan selangsing dulu, jelas juga tidak
setampan dulu. Dimana-mana lemak bertumbuh, gerakkan pun mulai lamban tidak
bisa gesit lagi. Pokoknya penampilan dari foto saya yang terakhir jauh sekali
berbeda dengan foto saya tahun-tahun yang lalu.
Lalu saya merenung, merenungkan diri
ini yang terpampang dan tergambar jelas dalam lembaran demi lembaran album
kenangan itu. Kenyataan dan bukti yang tak dapat di ingkari ialah setiap hari yang
di lalui, semakin bertambah umur dan setiap kali ulang tahun di rayakan, tampak
wajah ini semakin jelek dan semakin mundur, mulai dari ujung rambut sampa ke
ujung kaki, jelas dan kentara sekali perubahannya. Setiap tahun yang di lewati,
umur yang tersisapun semakin berkurang, sedangkan perangai dan doasa-dosa yang
di kerjakan bertambah terus. Setiap matahari terbit ada-ada saja dosa yang
dikerjakan, mulai dari dosa mata, dosa telinga dan dosa lidah dan banyak lagi
dosa-dosa yang lain. Kemudian saya coba berhitung. Umur makin berkurang dan
dosa makin bertambah, bentuk pun semakin jelek. Dalam perhitungan masa atau
waktu, itu adalah satu kerugian. Ah dosa makin bertambah sedangkan umur makin
berkurang, sudah masanya harus bertobat, sudah masanya menyadari dosa-dosa yang
tak di sengaja atau yang di sengaja, dosa besar atau dosa kecil lau dengan
sungguh-sungguh minta ampun dan berjanji tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa
serat tak akan menambahnya. Dosa yang sudah ada saja demikian banyak, akankah
di tambah juga lagi? Lihatlah tenaga sudah makin berkurang, kekuatan sudah
mulai menurun, amal dan kerja tidak bisa sebanyak dulu lagi. Tidak ada jalan
lain lagi selain, dosa jangan di tambah dan yang sudah dikerjakan di minta
ampunkan denga Tobatan Nasyuha, tobat sebenar-benarnya tobat dan tak akan
mengulanginya lagi.
Ingat dan lihat kata album yang
sedang saya balik-balik, tiap hari bentukmu semakin jelek, dan perangaimupun
jangan ikut-ikut jelek. Imbanganilah wajahmu yang jauh berubah jadi jelek itu
dengan perangai dan tingkah laku yang baik dan terpuji supaya jangan merugi
betul. Karena demi masa dan waktu yang kita pakai kata Tuhan manusia itu selalu
dalam keadaan merugi, kecuali mereka yang betul-betul beriman dan
sungguh-sungguh berbuat kebaikan mengerjakan amal saleh dan berfatwa dengan
kebenaran dan dengan penuh ke sabaran. Untuk semua itu, album yang saya balik
helai demi helai ini mengingatkan saya akan sebuah Firman suci_Nya dalam surat
Wal Asyri ayat 1-4 yang artinya kira-kira sebagai berikut:"Demi masa. sesungguhnya
manusia itu berada dalam merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan orang
yang ber amal saleh, berfatwa dengan kebenaran dan berfatwa dengan
kesabaran"
B.Tinggi 22 Februari 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar